Monday, March 4, 2024

Bahaya Memuji Orang Berlebihan

Isnin, 23 Syaaban 1445H |  Bahaya Memuji Orang Berlebihan

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا ذُكِرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَثْنَى عَلَيْهِ رَجُلٌ خَيْرًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ يَقُولُهُ مِرَارًا إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا لَا مَحَالَةَ فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ كَذَا وَكَذَا إِنْ كَانَ يُرَى أَنَّهُ كَذَلِكَ وَحَسِيبُهُ اللَّهُ وَلَا يُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا

Daripada Abdurrahman bin Abu Bakrah dari Ayahnya bahwa seorang laki-laki disebut-sebut disamping Nabi SAW, lalu laki-laki lain memuji kebaikan laki-laki tersebut, lalu Nabi SAW bersabda: "Celaka kamu, kamu telah memenggal leher saudaramu." Baginda mengatakannya berulang-ulang. Baginda berkata, Jika salah seorang dari kalian ingin memuji temannya, hendaklah ia mengucapkan: 'Aku kira fulan seperti ini dan itu, walaupun jika diperhatikan ia memang seperti itu. Cukuplah Allah yang menentukan kebaikannya dan janganlah mendahului Allah dalam memuji orang." (HR Bukhari No: 5601) Status: Hadis Sahih

Pengajaran:

1.  Memuji kebaikan yang ada pada seseorang tidaklah dilarang secara mutlak. Namun Rasulullah menegur dengan keras orang yang memuji orang lain dengan:

a.  Pujian yang berlebihan
b.  Pujian yang mengandung sifat yang tidak ada pada diri orang yang dipuji.
c.  Pujian yang menimbulkan fitnah (timbul ujub, menyombongkan diri) pada orang yang dipuji terutama apabila dipuji dihadapannya.

2.  Rasulullah memberi teguran keras kepada orang yang memuji orang lain yang disetarakan dengan memenggal leher kawan tersebut kerana bimbang terjerumus seperti ummat terdahulu, khususnya kaum Yahudi dan Nasrani yang memuji sehingga menyamakan dengan sifat Allah (syirik yang merupakan dosa besar).

3.  Amal yang kita lakukan adalah ikhlas untuk mencari redha Allah bukan pujian manusia. Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:

a.  Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
b.  Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
c.  Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).

(Lihat At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H)

4.  Jika kita dipuji orang, berdoalah seperti doa Abu Bakar RA apabila menerima pujian:

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka.
( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah)


No comments: