Thursday, December 24, 2009

Puasa Sunat Bulan Muharam

Khamis, 7 Muharam 1431H :- Puasa Sunat pada bulan Muharram adalah sangat dituntut sebagaimana hadis daripada Abi Hurairah r.a. katanya, telah bersabda Rasullullah s.a.w. yang maksudnya: "Seafdal-afdal puasa selepas Ramadhan ialah puasa pada bulan Allah iaitu bulan Muharram dan seafdal-afdal solat selepas solat fardhu ialah solat malam." (Riwayat Muslim)

Daripada Ibu 'Abbas r.a. katanya, telah bersabda Rasullullah s.a.w. maksudnya: "Sesiapa berpuasa pada hari 'Arafah nescaya terhapus dosanya dua tahun dan sesiapa berpuasa satu hari daripada bulan Muharram maka untuknya setiap sehari (mendapat pahala) 30 hari." (Dikeluarkan oleh al-Tabrani)
Apa hikmah kelebihan puasa di bulan Muharram itu?
Sebahagian ulamak berkata; kelebihan bulan Muharram itu adalah kerana di dalamnya ada hari ‘Asyura. Namun menurut Imam al-Qurthubi; ‘Kelebihan bulan Muharram adalah kerana ia merupakan awal tahun. Apabila seseorang menyambut awal tahunnya dengan berpuasa, adalah diharapkan Allah akan mencukupkannya pada bulan-bulan selebihnya. Puasa adalah antara amalan hamba yang terbaik (kepada Allah) dan pernah disebut oleh Nabi s.a.w. sebagai dhiya’ (ضياء) yang bermaksud cahaya’.

Puasa pada hari 'Asyura (10 Muharram) ;
Ibn ‘Abbas meriwayatkan yang bermaksud: “Apabila Nabi saw datang ke Madinah, Baginda melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, lalu Baginda bertanya: (Apakah ini?). Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari yang baik di mana Allah telah menyelamatkan padanya Nabi Musa dan Bani Israil daripada musuh mereka, maka Musa pun berpuasa”. Lalu Baginda saw bersabda: (Aku lebih berhak dengan Musa daripada kamu), maka Baginda pun berpuasa dan menyuruh orang ramai supaya berpuasa“. (Riwayat al-Bukhari )
A’isyah r.a berkata (maksudnya): “Rasulullah saw telah mengarahkan supaya berpuasa pada hari A’syura, dan apabila telah difardhukan puasa Ramadhan, maka sesiapa yang hendak berpuasa (hari A’syura) maka dia boleh berpuasa, dan sesiapa yang hendak berbuka maka dia boleh berbuka (tidak berpuasa)". (Riwayat al-Bukhari & Muslim).
Daripada Abi Qatadah r.a. bahawasanya Rasullullah s.a.w. telah ditanya mengenai puasa hari 'Asyura (yakni hari ke-10 bulan Muharram) maka sabda Baginda s.a.w. yang bermaksud: "Ia akan menghapuskan dosa setahun yang lalu." (Riwayat Muslim)
Puasa hari Tasu'a (Tanggal 9 Muharram)

Ia disunatkan, namun Rasullullah s.a.w. belum sempat mengerjakannya, bagaimanapun Baginda s.a.w. bersabda maksudnya: "Sesungguhnya jika aku hidup pada tahun hadapan, aku akan berpuasa pada 9 Muharram,." (Riwayat Ahmad dan Muslim)

PERINGATAN
Puasa sunnat pada hari ke-10 Muharram hendaklah digabungkan dengan hari sebelumnya iaitu pada hari ke-9 atau dengan hari selepasnya (yakni hari ke-11) dan lebih baik lagi dikerjakan tiga hari berturut-turut iaitu ke-9,ke-10 dan ke-11. Jika ditunggalkan 10 Muharram sahaja maka hukumnya makruh kerana menyerupai amalan orang Yahudi.

Sabda Nabi Muhammad s.a.w yang bermaksud: "Berpuasalah pada hari 'Asyura (10 Muharram) dan jangalah menyamai perbuatan orang Yahudi; oleh itu berpuasalah sehari sebelum dan sehari sesudahnya." (Riwayat Imam Ahmad)

Wednesday, December 23, 2009

Kalam Allah Yang Sering Dilupakan

Rabu, 6 Muharam 1431H:- Al-Qur'an, dalam bahasa Arab قُرْآن adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang ertinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18
Surah Al-Qiyamah yang artinya: “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: “Kalam Allah SWT yang merupakan
mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.Melihat ayat AlQuran juga akan diberi pahala.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: "Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para
Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai
Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
An-Nur (cahaya): QS(4:174)
Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
Surat, ayat dan ruku'
Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama
surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar dan Al-‘Așr. Jumlah ayat dalam Al-Qur'an mencapai 6236 ayat di mana jumlah ini dapat bervariasi menurut pendapat tertentu namun bukan disebabkan perbedaan isi melainkan karena cara/aturan menghitung yang diterapkan. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
Makkiyah dan Madaniyah
Setiap surat dapat dibagi atas surat-surat
Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah. Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat,sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.
Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Menurut ukuran surat
Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat
Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti
Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti
Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti
Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya
Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf
Penurunan Al-Qur'an
Dipercayai oleh umat Islam bahwa penurunan Al-Qur'an terjadi secara beransur-ansur selama 23 tahun. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 fasa, iaitu fasa Mekkah dan fasa Madinah. Fasa Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian
Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan fasa Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman
khalifah Utsman bin Affan.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni
Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan
Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni
Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat
Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an
Usaha untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.
Adab Terhadap Al-Qur'an
Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan
berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79. Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang
suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk majoriti Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.
Hubungan dengan kitab-kitab lain
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (
Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:
Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
Bahwa Al-Qur'an menjadi rujukan untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh
AlQuran mempunyai fadihlat yang banyak dan Allah SWT memberi ganjaran yang amat besar kepada pembaca dan mematuhinya arahan di dalam Al Quran itu adalah wajib bagi setiap yang mengaku dirinya Islam.

Monday, December 21, 2009

Kebesaran Allah DiKemuncak Gunung Kinabalu

Isnin, 4 Muharam 1431H; - Pada 13 Disember 2004 bersamaan 26 Zulhijjah 1430H, Alhmadulillah dengan izin Allah SWT pada pukul 6.20 pagi ana bersama 5 sahabat terdiri daripada Hj Ahmad, Hj Norazmi, Hj Zulkifili, Hj Azmin dan Dr Zainal dari Taman Perumahan Dang Anum, Seksyen 7 Bandar Baru Bangi telah berjaya menjejakkan kaki di puncak salah satu gunung tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi di Malaysia serta tertinggi di kepulauan Boreno iaitu Gunung Kinabalu, Sabah. (4095m)

Pemandangan Kemuncak Gunung Kinabalu Sabah pada jam 7.30 pagi pada 12 Dis 2009. Dikemuncak gunung inilah kami melaungkan Azan dan sujud menyembah Allah dicelahan batu yang curam dan licin untuk mengerjakan solat Subuh pada jam lebih kurang 5 pagi dalam perjalanan ke Low's Peak.

Bersemangat dan bersedia kumpulan daripada Taman Dang Anum untuk menawan kemuncak Gunung Kinabalu. Pada 12 Disember 2009, lebih kurang jam 9 pagi kami bertujuh bertolak melalui Mesilau Trial di Kundasang. Laluan yang jarang dilalui oleh pendaki dan lebih 2 km dibanding dengan Timpohon gate.

Pada 13 Disember 2009, jam 3 pagi kami bertolak dari Penginapan di Laban Rata ke Low's Peak sejauh 3.5km. Alhamdulillah, Subahallah, Allahu Akbar....itu ucapan kegembiraan kami setelah berjaya menawan kemuncak Gunung Kinabalu setelah lebih kurang 3 jam perjalanan penuh cabaran dengan hujan lebat, kesejukan yang amat sangat, batuan yang curam dan licin. Allah memabulkan doa kami.
Hj Norazmi bersyukur kepada Allah kerana walaupun kesejukan yang amat sangat kerana hujan yang turun sejak dari pukul 1 pagi tapi dengan izin Allah berjaya juga sampai ke kemuncak. Tebal kabus tebal lagi semangat kami untuk mencapai misi.

Senyum kesyukuran Hj Azmin tak dapat disembunyikan setelah kaki berada dipuncak cabaran yang dicita-citakan. Kerasnya batu, keras lagi hati kami untuk sampai kepuncak.


Walaupun penat berjalan sepanjang hari lebih daripada 12 jam, jelas terlihat kepuasan Hj Ahmad dipuncak Low's Peak Gunung Kinabalu. Tidak sia-sia berbasikal setiap hari. Jauh perjalanan, luas pengalaman.

Semangat, keyakinan diri, pengalaman dan bertawakal kepada Allah menjadi dorongan kepada Hj Zul untuk bersama-sama menjejakkan kaki untuk kali ke-2 di puncak gunung. Biar sakit dikaki, jangan sakit dihati.

Semua kekuataan mental dan jasmani kami telah diuji, kesabaran menjadi benteng diri, tunduk kepada Allah merendah diri dengan semangat jati diri. Dr Zainal berdiri gagah tanda berpuashati mencapai misi. Kecil-kecil cili padi....

Tiada daya upaya melainkan dengan izin Allah yang maha besar akhirnya untuk kali ke-2 menawan kemuncak gunung Kinabalu. Ya Allah! redai dan ampunkan kami sekiranya kami berdosa. Pandang dengan mata kasar, lihat dengan mata hati

Wajah seorang wira yang tidak didendang, Aging pemandu arah (Guide) daripada suku Kadazan Dusun yang entah berapa beratus kali.... ?? menjejakkan kaki ke puncak Gunung Kinabalu. Semuga Allah memberi hidayat dan taufik kepadanya dengan kalimah tauhid.


Lebih kurang jam 10.30 pagi kami bertolak turun dari Laban Rata ke Timpohon Gate dan sampai lebih kurang jam 4 petang. Maha Suci dan Maha Besar Allah SWT yang memberikan kami kesempatan melihat ciptaan kebesarannya dan menginsafkan kami bertapa kedilnya kami disisiNya.

Thursday, December 17, 2009

Takwin Hijrah

Khamis. 30 Zulhijjah 1430H : -Takwim Hijrah atau Takwim Islam merupakan takwim yang digunakan di kebanyakan negara umat Islam untuk menentukan hari kebesaran Islam. Ia merupakan sejenis kalendar lunar (berasaskan bulan), dan mempunyai kira-kira 354 hari setahun.

Sejarah
Permulaan penggunaan Kalendar Tahun Hijrah / Hijriah adalah hasil dari ilham Khalifah Ar-Rasyidin yang kedua iaitu Saidina Umar Al-Khatab radhiyallahu `anhu. Ini adalah turutan dari Kesatuan Arab yang ditubuhkan di bawah naungan Islam pada zamannya.
Ada satu riwayat lain yang mengatakan bahawa Gabenor
Abu Musa Al-As'ari telah mengirimkan surat kepada Saidina Umar r.a minta beliau menjelaskan tentang tahun bagi tarikh surat/arahan Umar yang telah dihantar kepadanya. Maka dengan ini beliau (Umar r.a) mahukan satu kalendar / taqwim Islam yang khas untuk menggantikan tahun rujukan kalendar yang berbagai-bagai yang digunakan oleh bangsa-bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain pada zaman itu.
Di kalangan bangsa Arab sendiripun ada berbagai-bagai kalendar yang digunakan seperti Kalendar Tahun Gajah, Kalendar Persia, Kalendar Romawi dan kalendar-kalendar lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar Jahiliah. Maka Umar telah memilih tahun yang terdapat di dalamnya peristiwa paling agung dalam sejarah Rasullullah s.a.w untuk dijadikan asas permulaan tahun pertama bagi kiraan kalendar / taqwim Islam.
Peristiwa tersebut adalah peristiwa hijrah Rasullullah saw dari
Makkah ke Madinah. Ini adalah kerana dengan hijrah inilah permulaan pertolongan Allah kepada RasulNya dan agama Islam ditegakkan. Hasil dari itu, Kesatuan Arab lebih sistematik, bersatu dan tersusun serta mendapat berbagai-bagai kejayaan besar dan bertambah kuat hasil dari pilihan Umar itu.
Di antara kejayaan besar Islam waktu itu ialah kerajaan Kisra dapat ditumbangkan,
Baitulmuqaddis dibebaskan dari Rom dan Masjid Al Aqsa dibangunkan. Setelah Umar membandingkan kalendar tersebut dengan kalendar-kalendar Persia dan Romawi, didapati bahawa kalendar ini ternyata lebih baik. Maka dengan itu Umar mengisytiharkan Kalendar Tahun Hijrah adalah Kalendar / Taqwim Islam yang rasmi.

Penggunaan
Dalam takwim Hijrah, terdapat 12 bulan. Setiap bulan mengandungi 29 atau 30 hari, tetapi lazimnya tidak dalam turutan yang tetap. Secara tradisinya, hari pertama setiap bulan akan bermula setelah anak bulan (hilāl) kelihatan ketika matahari terbenam. Jika hilāl tidak kelihatan selepas 29 hari pada bulan tersebut, sama ada dilindungi awan atau langit di ufuk barat terlalu terang apabila bulan terbenam, maka, hari tersebut dikira sebagai hari yang ke-30. Pencerapan atau rukyah tersebut haruslah dilakukan oleh orang yang dipercayai dan dan mengakuinya dihadapan pemimpin.
Dengan pencerapan begini mendorong Muslim berkecimpung dalam bidang
astronomi, yang meletakkan Islam terkehadapan dalam sains tersebut buat beberapa kurun. Amalan tradisi ini masih diikuti di negara-negara lain seperti Pakistan and Jordan. Walau bagaimanapun, kebanyakan peraturan astronomi negara Muslim membenarkan penggunaan calendar dan tidak tertakluk sentiasa kepada cara ini. Malaysia, Indonesia, dan beberapa negara yang lain memulakan bulan ketika matahari terbenam pada hari pertama ketika bulan terbenam selepas matahari terbenam. Di Mesir, bulan bermula ketika matahari terbenam pada hari pertama yang bulan terbenam sekurang-kurangnya lima minit selepas matahari terbenam.
Umm al-Qura yang rasmi, kalendar Arab Saudi menggunakan kaedah astronomi yang berlainan hinggalah beberapa tahun kebelakangan ini [1]. Sebelum 1420H (sebelum 18 April 1999), jika usia bulan yang terbenam di Riyadh sekurang-kurangnya 12 jam, maka hari yang tamat ketika matahari terbenam itu merupakan hari pertama setiap bulan. Ini menyebabkan negara tersebut meraikan hari-hari raya sehari atau dua hari awal berbanding negara lain termasuklah Haji yang hanya menggunakan tarikh Arab Saudi kerana berlangsung di Makkah. Pada tahun 1380-an H (1970-an), negara Muslim berlainan menamatkan puasa Ramadan pada empat hari yang berbeza. Perayaan aidil fitri lebih seragam pada 1420H. Bagi 1420-22H, jika bulan terbenam selepas matahari terbenamdi Makkah, maka hari yang bermula ketika matahari terbenam tersebut adalah hari pertama bulan Saudi, peraturan yang sama juga bagi Malaysia, Indonesia, dan yang lain (kecuali tempat rukyah dijalankan).
Sejak 1423 H (
16 Mac 2002), peraturan telah dijelaskan sedikit yang memerlukan gabungan geosentrik matahari dan bulan untuk berlaku sebelum matahari terbenam, sebagai tambahan untuk memerlukan bulan terbenam sberlaku selepas matahari terbenam di Makkah. Ini memastikan yang bulan telah berlalu melepasi matahari ketika senja, walaupun langit masih terlalu terang sebaik sebelum betul-betul kelihatan anak bulan. Secara tegasnya, kalendar Umm al-Qura digunakan untuk kegunaan awam sahaja. Pembuatnya menyedari yang untuk dapat benar-benar mencerap hilāl buat kali pertamanya boleh berlaku dua hari selepas apa yang dikira dalam kalendar Umm al-Qura.
Sejak 1419 H (1998/99) beberapa pegawai jawatan kuasa pencerap hilāl telah ditetapkan oleh kerajaan
arab Saudi untuk menentukan rukyah anak bulan bagi permulaan bulan. Tidak kurang juga, pegawai agama Arab Saudi turut menerima saksi pencerapan oleh sesiapa yang kurang berpengalaman lalu mengumumkan yang hilāl dapat dilihat walaupun pihak pegawai tidak dapat melihatnya. Kebanyakan kesnya, pencerapan tersebut amat sukar dan terdapat yang salah lihat.
Bulan terbenam terkemudian daripada matahari bagi negara yang di barat, maka negara Muslim di sana sering menyambut hari perayaan sehari awal berbanding negara Muslim di timur.
Terdapat pelbagai kalendar Islam yang digelar
kalendar Islam tabular yang bulannya dikira melalui kaedah hisab berbanding rukyah atau pengiraan falak. Ia mempunyai kitaran setiap 30 tahun dengan 11 tahun lompat dengan 355 hari dan 19 tahun dengan 354 hari. Bagi jangka masa panjang, ia tepat kepada satu hari dalam 2500 tahun. Ia juga menyisihkan 1 atau 2 hari bagi jangka pendek.
Microsoft telah menggunakan "algoritma Kuwaiti" untuk menukar kalendar Gregorian kepada kalendar Islam secara sulit. Untuk merealisasikan hasratnya itu, Microsoft telah mendakwa menggunakan analisis statistik data bersejarah dari Kuwait tetapi sebenarnya Microsoft telah menggunakan taburan kalendar Islam tabular.

Pengharaman mengubah bilangan bulan
Pada tahun kesembilan Hijrah, Allah berfirman akan pengharaman mengubah pengharaman bulan seperti tertera dalam
al-Quran dalam Surah At-Taubah:36-37
"Sesungguhnya bilangan bulan-bulan di sisi (hukum) Allah ialah dua belas bulan, (yang telah ditetapkan) dalam Kitab Allah semasa Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan yang dihormati. Ketetapan yang demikian itu ialah agama yang betul lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan-bulan yang dihormati itu (dengan melanggar laranganNya) dan perangilah kaum kafir musyrik seluruhnya sebagaimana mereka memerangi kamu seluruhnya dan ketahuilah sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bertakwa."
"Sesungguhnya perbuatan mengundurkan (kehormatan itu dari satu bulan ke satu bulan yang lain) adalah menambah kekufuran yang menjadikan orang-orang kafir itu tersesat kerananya. Mereka menghalalkannya pada satu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, supaya mereka dapat menyesuaikan bilangan (bulan-bulan
yang empat) yang telah diharamkan Allah (berperang di dalamnya); dengan itu mereka menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah. Perbuatan buruk mereka itu dihias dan dijadikan indah (oleh Syaitan) untuk dipandang baik oleh mereka. Dan (ingatlah) Allah tidak memberi hidayat petunjuk kepada orang-orang yang kafir."

Pengharaman ini turut diulang baginda Nabi Muhammad s.a.w. dalam khutbah terakhir baginda di Arafah iaitu ketika berlangsungnya Haji Wada’ pada 9 Zulhijjah 10H di Makkah (perenggan ini sering dibuang daripada khutbah oleh penyunting moden kerana dianggap tidak penting):
"Wahai manusia! Sesungguhnya perbuatan mengundurkan (kehormatan dari satu bulan ke satu bulan yang lain) adalah menambahkan kekufuran yang menyebabkan orang-orang kafir itu tersesat kerananya. Mereka menghalalkannya pada satu tahun dan mengharamkannya pada satu tahun yang lain, supaya mereka dapat menyesuaikan bilangannya. Mereka merendahkan-rendahkan apa yang diharamkan oleh Allah. Oleh sebab itulah mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah s.w.t. dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah s.w.t. Sesungguhnya masa telah beredar seperti keadaan hari, kejadian langit dan bumi, setahun adalah dua belas bulan. Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah s.w.t. adalah sebanyak dua belas bulan. Dari bulan-bulan tersebut ada empat bulan haram, tiga daripadanya berturut-turut iaitu: Zulkaedah, Zulhijah dan Muharam, seterusnya bulan Rejab yang berada di antara bulan Jamadil Akhir dan Syaaban."

Terdapat tiga bulan suci (atau bulan haram) berturut-turut yang dinyatakan oleh baginda iaitu Zulqaedah, Zulhijjah dan Muharram lantas mengelakkan pertambahan sebarang bulan sebelum Muharram. Bulan suci yang tunggal lain ialah Rejab. Bulan-bulan ini dianggap suci dalam kalendar Islam baru dan juga kalendar ketika zaman jahiliyah Makkah yang dari itu ia diterbitkan dengan membuang bulan-bulan yang tidak perlu atau ditambah-tambah pada penghujung 10 H. Turutan bulan yang ditambah-tambah, sebelum dibuang, tidaklah diketahui.

Nama bulan Islam
Berikut adalah nama bulan Islam dan asal-usulnya (yang kebanyakannya muncul sebelum Islam lagi). Kebanyakan nama tersebut timbul sempena cuaca ketika suatu peristiwa besar berlaku ataupun sempena peristiwa besar tersebut. Walau bagaimanapun, oleh kerana semuanya adalah nama bulan dan bulan berubah 11 hari lebih awal setiap tahun, maka, musim atau peristiwa asal tidak begitu mempengaruhi nama sesetengahnya kini.
Muharam al-Haram (dipendekkan kepada Muharram – محرّم)
Bulan ini mengambil perkataan "Haram" yang bermaksud terlarang. Ini disebabkan budaya atau tradisi Arab mengharamkan sebarang peperangan pada bulan ini. Selepas munculnya Islam, Allah meneruskan budaya ini lantas menjadi satu antara empat bulan haram dalam Islam.
Safar (ﺻﻔﺮ)
Perkataan in bermaksud tiupan angin. Ketika nama tersebut mula diguna pakai, kemungkinan yang ketika itu adalah waktu yang berangin. Safar juga menunjukkan yang masyarakat Arab (badwi) meninggalkan rumah mereka.
Rabiulawal (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ)
Bulan pertama musim bunga iaitu masa ketika bulan tersebut dinamakan.
Rabiulakhir (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﺧﻴﺮ/'ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ)
Bulan kedua musim bunga.
Jamadilawal (ﺟﻤاﺪ ﺍﻷﻭﻝ)
Bulan pertama musim panas. "Jumada" bermaksud kering.
Jamadilakhir (ﺟﻤاﺪ ﺍﻷﺧﻴﺭ/ﺟﻤاﺪ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ)
Bulan kedua musim panas. Jamada, juga bulan yang lain juga lebih sejuk, yang membawa maksud telaga menyejuk adalah suatu yang biasa ketika itu.
Rejab (ﺭﺟﺐ)
Satu lagi bulan suci yang mengharamkan perlawanan atau peperangan dan salah satu bulan yang dihormati. Ia juga dikenali sebagai Rajab al Fard. Fard bermaksud keseorangan; kerana tiga bulan suci yang lain berada jauh dan berturutan berbanding Rejab di tengah-tengah.
Syaaban (ﺷﻌﺒاﻦ)
Bulan ini terbit dari perkataan "syu'ba", bermaksud berpecah/menyimpang. Masyarakat Arab dahulu sering keluar dan berpecah untuk mencari air.
Ramadan (ﺭﻣﻀاﻦ)
Diambil daripada perkataan "ramda", yang bermaksud batu panas. Ini menceritakan ketika nama tersebut diberikan, keadaan amat panas ketika itu.
Syawal (ﺷﻮﺍﻝ)
Diambil daripada perkataan yang membawa maksud, apabila unta betina bunting. Ketika nama bulan ini diberikan, lazimnya unta betina bunting pada ketika itu.
Zulkaedah (ﺫﻭ ﺍﻟﻘﻌﺪة)
Diambil daripada perkataan "qa'ada" bermaksud untuk duduk. Inilah bulan suci ketiga yang mengharamkan sebarang pertempuran. Kebanyakan orang juga mula menghentikan aktiviti perniagaan mereka untuk duduk dan bersedia untuk menunaikan Haji.
Zulhijah (ﺫﻭ ﺍﻟﺤﺠة)
Ini adalah bulan suci terakhir dalam setahun dan dilarang melakukan sebarang pertempuran kerana pada bulan ini, haji dilaksanakan. Perkataan tersebut juga mengambil perkataan "haji" sebagai rujukan nama bagi bulan haji ini.

Thursday, December 10, 2009

Panggilan Kepada Mayat

Khamis 23 Zulhijjah 1430H : Setiap jiwa pasti akan menghadapi kematian. Terpisahnya roh dari badan merupkan saat pemutus nikmat keduniaan dan bermulanya kehidupan yang sebenarnya yang kekal abadi :
Bermula Berpisahnya Nyawa.
Dalam satu riwayat disebut, takala roh berpisah dari tubuh, maka jasad kita pun jadilah mayat. Lantas a pun dipanggil dari langit dengan 3 kali jeritan…
Pertama: “Wahai anak adam, wahai mayat! Apakah kamu meninggalkan dunia atau dunia meninggalkan kamu?!Maknanya, ketika satu masa dahulu kita takut ndikatakan ketinggalan zaman. Takut ketinggalan dunia.. org maju kita tak maju.. bimbang kalau-kalau ketinggalan zaman atau kita ditinggalkan dunia… pada waktu itu barulah mayat itu sedar semasa dia di dunia dia bimbang takut2 kalau dunia meninggalkannya..
Panggilan kedua: “wahai anak adam, wahai mayat! Apakah kamu mengumpulkan dunia ataupun dunia mengumpulkan kamu?”Maknanya masa hidup bukan main lagi sibuk kumpul harta dari pagi sampai malam.. bila sudah dapat harta lupa yang Allah yang bagi harta itu..Sekarang macam mana mayat? Jawab mayat “ Yalah, masa aku hidup didunia aku timbunkan harta, longgokkan harta. Kini aku telah mati.. kamu pun tahu… dunia pulalah longokkan aku”Bila kita hidup, kita longgokkan dunia, bila mati dunia pulak longgokkan kita. Dimana? Ditanah perkuburan lah! Tapi bukan bererti tak boleh cari harta kekayaan pulak… macam contoh satu kereta dari singapura nak masuk johor… kalau banyak barang dia bawa masuk.. lama skitlah kena periksa dengan kastam.. kalau sedikit barang.. sekejap saja lah..
Panggilan ketiga: “Wahai anak adam, wahai mayat..! apakah kamu mematikan dunia atau dunia yang mematikan kamu?”Jawab mayat:” yalah, tahulah aku, rupa – rupanya dunia yang mematikan aku”
Ketika di mandikan.
Apakah yang di panggil kepada mayat ketika diletakkan di tempat untuk di mandikan?
Panggilan pertama: “wahai anak adam, wahai mayat…! Di manakah tubuh badan kamu yang kuat? Bukankah sekarang kamu menjadi lemah?Masa hidup bukan main lagi, angkat besi, silat, tomoi dan entah hapa2 silat lagilah…silap sikit nak karate..Amboi… sekarang apa macam mayat? Tepislah lalat atas batang hidung hang!... ha tepis…Kata mayat: “ ye lah.. masa hidup aku kuat, sekarang aku dah mati. Engkau pun kata aku lemah.

Panggilan kedua: “wahai anak adam, wahai mayat..!” dimanakah mulut kamu yang bercakap? Bukankah sekarang kamu menjadi diam?”Masa hidup dialah paling betah.. cakap apa semua dia menang.. bab bersyarahh dialah juara.. sekarang Kenapa diam?
Panggilan ketiga : “wahai anak adam, wahai mayat..!” dimanakah kekasih kamu semua, bukankah sekarang mereka mengasingkan diri?”Masa hidup bukan main bangga, awek sedozen, yang perempuan pula.. balak keliling pinggang.. kita sepatutnya bukan berbangga tapi malu.. sebab dah jadi mayat depa bukan boleh tolong.. silap-silap; bagi beban lagi..
Panggilan ketika mayat diletakkan di tempat Kafan.
Panggilan pertama : “wahai anak adam, wahai mayat..! pergilah kamu ke tempat jauh tanpa membawa bekal”Maknanya, Tahukah kamu mayat, kamu akan dikafankan dengan kain putih?. Nak dibawa kemana? Kamu nak berjalan jauh.. apakah persiapan kamu wahai mayat?..Barulah nmayat kelam kabut.. persiapan tak cukup…Ketika sedang di kafankan mayat berkata “wahai org ramai janganlah bungkus muka aku. Aku nak tengok anak dan keluargaku sebab lepas ni dah tak boleh tengok lagi”..Lepas elok-elok keluar dari rumah mayat itu di panggil lagi.
Panggilan kedua: “wahai anak adam, wahai mayat..! keluarlah kamu dari rumah ini.. kamu tidak akan kembali lagi”Si mayat pun sedar yang dia takkan kembali “ ye lah. Aku takkan kembali lagi” kata mayat.
Panggilan ketiga: “wahai anak adam, wahai mayat…! Naiklah kuda”Maknanya orang mati itu mula, “naiklah kuda dan kamu tidak akan naik seperti ini selama – lamanya. Tapi ingat wahai mayat, setelah hang sampai kekubur, hang akan dilayak pulak!”
Panggilan ketika diatas usungan
Panggilan pertama: “wahai anak adam, wahai mayat..! sangat berbahagialah kamu jika kamu tergolong dikalang orang yang bertaubat”
Panggilan kedua: wahai anak adam, wahai mayat…! Sangat berbahagialah kamu jika amalmu baik”Panggilan ketiga: “wahai anak adam, wahai mayat! Sangat berbahagialah kamu jika sahabatmu dalam keredaan Allah, dan celakalah kamu jika para sahabatmu orang yang di murkai Allah”.
Panggilan ketika mayat berada disisi kubur.

Panggilan pertama: “wahai anak adam, wahai mayat.. bukankah kamu menambah damai di tempat yang sempit ini?Amboi! Damailah kamu.. maksudnya kena berseorang dirilah, tak berkawan tak berlampu, sunyi, sempit.
Panggilan kedua: “wahai anak adam, wahai mayat!.. sukahkah kamu aku bawa ke tempat kefakiran?”Maknanya.. di dalam kubur tiada lagi harta, takhta, pangkat dan kereta.
Panggilan ketiga: “wahai anak adam, wahai mayat..! bukankah kamu membawa cahaya kepada tempat gelap ini?. Sabda Rasullah s.a.w “wahai sahabat2 ku sekelian siapa yang menerangi rumah Allah (siapa yang menerangi rumah ibadat) insyaAllah teranglah kuburnya. Kemudian semua org bawa lampu..kalau kita nak bawa lampu ke surau mesti orang gelakkan? Jadi penyelesaiannya.. jumpalah dengan setiausaha.. mintakan bil elektrik.. tolong bayarkan.. elok juga kalau diniatkan kepada emak atau ayah yang telah meninggal.
Panggilan ketika mayat diletakkan didalam liang kubur.
Panggilan pertama: “wahai anak adam, wahai mayat…! kamu diatas punggungku (diatas bumi ketika hidup) bergurau senda dengan rakan kamu.. sekarang kamu didalam perutku menangis keseorangan!”.
Panggilan kedua: “wahai anak adam, wahai mayat..! kamu berada diatasku bergembira, gelak ketawa. Ketawalah mayat, ketawa! Bukankan sekarang hang berduka cita? Penyesalan yang tiada sudahnya”.
Panggilan ketiga: “wahai anak adam, wahai mayat..! kamu diatas punggung ku dapat berbicara, tetapi bila dalam perutku.. bisulah kamu… hanya anggota badan yang berbicara..

Wednesday, December 9, 2009

Sakaratul-Maut

Rabu, 22 Zulhijjah 1430H : " Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kamu tangisi boleh berbicara sekejap, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kamu, nescaya kamu akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kamu sendiri”. (Imam Ghazali mengutip atsar Al-Hasan).

Beberapa Dalil Naqli Datangnya Kematian Menurut Al Qur’an :
1. Kematian bersifat memaksa dan akan menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindari risiko kematian.
Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, nescaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh". Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)
2. Kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kukuh atau berlindung di sebalik teknologi kedoktoran yang canggih serta ratusan doktor terbaik yang ada di muka bumi ini.
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, walaupun pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kukuh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? (QS An-Nisa 4:78)
3. Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari untuk menghindarinya.
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS al-Jumu’ah, 62:8)
4. Kematian datang secara tiba-tiba.
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya esok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS, Luqman 31:34)
5. Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Munafiqun, 63:11)

Dahsyatnya Rasa Sakit Saat Sakaratul Maut
Rasulullah SAW bersabda : “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi).SabdaNya lagi : “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari)Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW . Ka’b al-Ahbar berpendapat : “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.Imam Ghazali berpendapat : “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bahagian orang yang sedang sakarat merasakan dirinya ditarik-tarik dari setiap urat nadi, urat saraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”.Imam Ghazali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israel yang sedang melalui sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka dapat mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “Wahai manusia !”, kata lelaki tersebut. “Apa yang kamu kehendaki dariku? Lima puluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perit bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku.”Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak.

Sakaratul Maut bagi Orang-orang yang Zalim
Imam Ghazali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang lelaki besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pengsan tak sedarkan diri. Setelah sedar Ibrahim as pun berkata bahawa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang perlaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.Kisah ini menggambarkan bahawa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik roh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar roh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar tunjang dan akar serabut yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan roh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi mampu tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita. Allah berfirman : “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, kerana kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (kerana) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS Al-An’am 6:93)
FirmanNYa lagi : “(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); "Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun". (Malaikat menjawab): "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan". Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS, An-Nahl, 16 : 28-29)Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zhalim, si malaikat akan berkata, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik ! “ Ketika itulah orang yang dalam sakarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu. Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut menggambarkan padanya rumahnya kelak di akhirat.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”. Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zhalim di neraka, “Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”.

Sakaratul Maut Orang-orang Yang Bertaqwa
Sebaliknya Imam Ghazali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.Allah berfirman : ”Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Assalamu alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS, An-Nahl, 16 : 30-31-32)Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan syurga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, “Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu”.

Tuesday, December 8, 2009

Fadhilat Wuduk

Selasa, 21 Zulhijjah 1430H : Dari Abu Hurairah ra. telah berkata : “Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda : “Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bersinar wajahnya dan bercahaya kaki tangannya kesan dari wuduk” ( Muttafaqun alaih )

Pengajaran Hadis :

  1. Kelebihan berwuduk dan sesungguhnya ia adalah sebab utama untuk mendapat kebahagian yang kekal abadi.
  2. Kesan wuduk pada anggota badan akan bertukar menjadi cahaya dan kilauan yang menyinar di muka, tangan dan kaki pada hari kiamat.
  3. Keistimewaan kilauan cahaya diakhirat nanti adalah khusus untuk umat Nabi Muhammad s.a.w sahaja. Ini kerana wuduk adalah satu ibadah khusus untuk umat Nabi Muhammad s.a.w.
  4. Kelebihan sentiasa berada didalam berwuduk dan memperbanyakkan solat sunat selepas wuduk. Ia merupakan sebab utama Bilal bin Rabah digembirakan oleh Nabi Muhammad s.a.w sebagai ahli Syurga. Dari Abu Hurairah ra.: Sesungguhnya Nabi s.a.w telah berkata kepada Bilal pada suatu hari selepas solat Fajar: “Wahai Bilal! Beritahulah aku dengan amalan yang paling diharapkan yang telah engkau lakukan dalam Islam, ini kerana aku telah mendengar (semalam) bunyi pergerakan selipar engkau dihadapanku di dalam Syurga! Jawab Bilal; “ Aku tidak lakukan amalan yang paling diharapkan, melainkan aku bersuci (berwuduk) di saat malam hari dan di saat siang hari aku bersolat dengan wuduk tersebut setakat yang ditakdirkan Allah ke atas ku untuk solat (sunat) “ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
  5. Hadis ini sebagai dalil wujudnya hari kebangkitan dan pembalasan selepas mati. Ia adalah salah satu rukun iman yang enam yang wajib diimani oleh setiap mukmin.
  6. Umat Nabi Muhammad ada dua kategori,
    Pertama: Umat dakwah, iaitu yang sampai dakwah kepada mereka.
    Kedua: Umat Ijabah, iaitu umat yang sampai dakwah dan menerima dakwah yang disampaikan kepada mereka.

Monday, December 7, 2009

Fadhilat Salam

Isnin, 20 Zulhijjah 1430H : Rasulullah s.a.w bersabda : “Kamu semua tidak akan dapat masuk Syurga sehinggalah kamu beriman, dan kamu tidak beriman dengan sempurna sehinggalah kamu berkasih sayang, mahukah kamu aku tunjukkan sesuatu apabila kamu lakukan sudah pasti kamu akan berkasih sayang, iaitu sebarkan SALAM di antara kamu.” ( Riiwayat Muslim )

Pengajaran Hadis :

  1. Sesorang itu tidak akan dapat masuk Syurga melainkan apabila ia beriman.
  2. Tidak sempurna iman seseorang melainkan ia berkasih sayang antara sesama mereka. (Muslim)
  3. Antara HAK seorang muslim ke atas muslim yang lain ialah memberikan SALAM apabila berjumpa samada kepada yang dikenali atau tidak.
  4. Lafaz salam ialah : “ As’salammualaikum wa’rahmatuallahi wa’barakatuh” manakala jawab salam : “Wa’alaikum’mu salam wa’rahmatuallahi wa’barakatuh”.
  5. Hukum memberi salam adalah SUNAT dan hukum menjawab salam adalah WAJIB
  6. Makruh memberi salam kepada wanita bukan muhram kecuali yang tua.
  7. Makruh memberi salam kepada orang sedang membaca AlQuran, Berzikir, Bertalbitah, Mengajar dan Berkutbah.
  8. Di SUNATkan memberi salam ketika beredar dari majis, masuk rumah, pejabat, kelas dan masjid.
  9. Di SUNATkan memberi salam walaupun rumah atau masjid kosong dengan ucapan “As’salammu alaina wa’ala e’badillah’hisolihin”
  10. Memberi salam kepada ahli rumah adalah punca keberkatan kepada kita dan ahli rumah kita. Rasulullah s.a.w bersabda kepada Anas r.a “ Apabila kamu masuk kepada ahli kamu, maka berilah salam, maka ia akan memberi keberkatan kepada kamu dan ahli kamu ( Riwayat Ai Tirmiziy)
  11. Di SUNATkan bersalam sesama lelaki dan sesama perempuan tetapi di HARAM bersalam antara lelaki dengan perempuan bukan muharam.
  12. Hendaklah orang lebih muda memberi salam kepada yang lebih tua dan yang berjalan kepada orang yang duduk dan kelompok yang sedikit kepada kelompok yang ramai.
  13. Tidak boleh memberi salam kepada orang kafir, yahudi dan ahli kitab. Sekiranya mereka memberi salam maka jawablah “Waa’laikum!”