Wednesday, March 31, 2010

Jihad Fisabilillah 2 - Hadis

Rabu, 15 Mac 1431H :- Berikut nukilan beberapa hadits tentang keutamaan dan kelebihan Jihad Fisabilillah : BEBERAPA HADITS NABI TENTANG JIHAD
1. Dari Abu Hurairah ra, berkata saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya. Kalau bukan karena beberapa orang dari kalangan mukmin, yang jelek mentalnya dan tidak ikut berjihad bersamaku lalu aku tidak mendapati cara untuk mendorongnya, niscaya aku tidak ketinggalan dari satu pun peperangan di jalan Allah. Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya, saya sungguh ingin terbunuh di jalan Allah kemudian hidup lagi, kemudian terbunuh dan hidup lagi, kemudian terbunuh dan hidup lagi, kemudian terbunuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya, tidaklah seseorang terluka di jalan Allah-Allah Mahatahu siapa yang pantas terluka di jalan Allah-kecuali ia datang pada hari kiamat; warna (luka)nya warna merah darah, tetapi baunya aroma misik.”

3. Dari Anas ra. Berkata, “Pamanku Anas bin Nadhar tidak hadir di perang Badar, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya absent di pertempuran pertama yang memerangi orang-orang musyrik. Sungguh jika Allah berkenan mensyahidkanku tatkala memerangi orang-orang musyrik, niscaya Allah menyaksikan apa yang aku perbuat.” Tatkala perang Uhud terjadi dan kaum muslimin dihantui kekalahan, ia berkata, “Ya Allah, kamu minta maaf tidak bisa berbuat sebagaimana mereka (sahabat-sahabat yang lain) dan saya lepas diri dari apa yang mereka perbuat (kalangan musyrikin).” Seketika itu majulah ia lalu ditemui oleh Sa’ad bin Mu’adz. Anas berkata, ‘Wahai Sa’ad, aku ingin surga dan Tuhannya Nadzar. Aku sungguh mencium baunya di balik gunung Uhud.” Sa’ad berkata ( kepada Rasulullah), ‘Wahai Rasulullah, saya tidak bisa berbuat sebagaimana yang ia lakukan’ Berkata Anas bin Malik, ‘Kami dapatkan pada tubuhnya (Anas bin Nadhar) delapan puluh sekian luka bekas pukulan pedang, atau lemparan tombak, atau tusukan anak panah. Kami dapatkan ia terbunuh dan di cincang oleh orang-orang musyrik. Tidak satu pun orang yang mengenalinya kecuali saudara perempuannya melalui ujung jarinya.’ Berkata Anas, ‘Kami melihat, atau mengira, bahwa ayat ini turun berkaitan dengannya, atau orang-orang yang semisalnya (yakni ayat), “Sebagian dari orang-orang mukmin ada orang-orang yang membuktikan apa-apa yang mereka janjikan kepada Allah…” (HR. Bukhari)

4. Dari Ummu Haritsah binti Suraqah, ia datang kepada Nabi saw. Dan berkata, “Wahai Nabi Allah, tidakkah engkau bercerita kepadaku tentang Haritsah (anaknya yang meninggal karena terkena anak panah nyasar sebelum perang Badar)? Jika ia di surga, saya bersabar. Namun jika tidak demikian, saya akan meratapinya dengan tangisan ku.” Nabi saw. Menjawab, “Wahai Ummu Haritsah, ada banyak taman di surga. Anakmu memperoleh taman Firdaus yang tertinggi.
” (HR. Bukhari)
Lihatlah saudaraku, bagaimana surga telah membuat seseorang lupa akan rasa sedih dan lara, serta menggantikannya dengan kesabaran.

5. Dari Abdullah bin Abu Aufa ra., sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Ketahuilah bahwa surga itu berada di bawah kilatan pedang.” (HR. Bukhari-Muslim dan Abu Dawud)

6. Dari Zaid bin Khalid Al-Jahniy ra., sesungguhnya Rasulullah saw . bersabda, “Barangsiapa menyiapkan kendaraan perang di jalan Allah berarti ia telah ikut berperang, dan barangsiapa meninggalkan perang tetapi menggantinya dengan kebaikan berarti ia pun telah ikut berperang” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi) kata-kata “ikut berperang” maksudnya: mendapatkan pahala perang.

7. Dari Abu Hurairah ra. Berkata, bersabda Rasulullah saw, “Barangsiapa mengkarantina kuda perang untuk jihad di jalan Allah, maka kenyang dan kotorannya (maksudnya segala upaya untuk mengencangkannya dan tenaga untuk membersihkan kotorannya, pent) akan diimbangi oleh Allah pada hari kiamat.” (HR. Bukhari)

8. Dari Abu Hurairah ra., ditanyakan, wahai Rasulullah, amal apa yang menyamai pahala jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Kalian tidak mampu melakukannya.” Maka diulangi lah pertanyaan itu dua kali atau tiga kali. Setiap pertanyaan itu dijawabnya, “Kalian tidak mampu melakukannya.” Kemudian berkata, “Mujahid di jalan Allah itu seumpama orang yang berpuasa, yang mengerjakan shalat, dan yang membaca Qur’an, dimana ia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya, sehingga sang mujahid pulang dari medan pertempuran.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’I, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi)

9. Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, bersabda Rasulullah saw., “Tidak maukah kalian aku beritahu sebaik-baik dan sejelek-jelek orang? Sesungguhnya, sebaik-baik orang adalah seorang yang bekerja di jalan Allah dengan naik kuda, unta, atau berjalan kaki hingga maut menjemputnya. Adapun sejelek-jelek orang adalah orang-orang yang membaca Kitabullah tanpa menyerap nya sedikit pun.” (HR. Nasa’i)

10. Dari Ibnu Abbas ra. berkata, Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “Dua mata tidak disentuh api neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang terjaga di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi)

11. Dari Abu Umairah ra. berkata, bersabda Rasulullah saw., “Terbunuh di jalan Allah itu lebih aku sukai daripada aku memiliki (kerabat) orang-orang kota dan orang-orang desa.” (HR. Nasa’i)

12. Dari Rasyid bin Sa’ad ra. Dari salah seorang sahabat bahwa seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa orang-orang mukmin mendapat ujian di kuburnya kecuali orang yang mati syahid?” Rasulullah saw. Bersabda, “Cukuplah kilatan pedang yang melintas di atas kepalanya sebagai ujian.” (HR. Nasa’i)

13. Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Seseorang yang syahid itu tidak menyentuh kematian kecuali seperti salah seorang dari kalian terkena gigitan (binatang kecil, pent).” (HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Darami. Tirmidzi berkata bahwa itu hadits hasan gharib) ini keistimewaan lain dari seorang yang mati syahid.

14. Dari Ibnu Mas’ud ra. Berkata, bersabda Rasulullah saw., “Tuhan kita takjub kepada seseorang yang berperang di jalan Allah lalu pasukannya kalah. Ia pun memahami apa yang telah menimpanya, maka kembalilah ia ke medan perang sehingga darahnya menetes. Allah swt. Berfirman kepada malaikat, ‘Lihatlah hamba-Ku. Ia kembali ke medan karena menginginkan apa (pahala) yang ada pada-Ku dan takut atas apa (murka) yang ada pada-Ku, sampai menetes lah darahnya. Aku bersumpah di hadapan kalian bahwa Aku telah mengampuninya.” (HR. Abu Daud)

15. Dari Abdul Khair bin Tsabit bin Qais bin Syammas, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, “Seorang wanita bernama Ummu Khallad, dalam keadaan bercadar, datang kepada Rasulullah saw. Dan bertanya tentang anaknya yang terbunuh di jalan Allah. Berkatalah para sahabat kepadanya, ‘Engkau datang untuk bertanya tentang anakmu, tetapi engkau menutup mukamu.’ Ia menyahut, ‘Kalaupun anakku hilang, rasa maluku tidaklah hilang.’ Rasulullah saw. Bersabda kepadanya, ‘Sungguh, anakmu mendapatkan pahala dua orang yang mati syahid.’ Ia bertanya, ‘Mengapa?’ Rasulullah menjawab, ‘karena ia terbunuh oleh Ahli kitab.’ (HR. Abu Daud)
Hadits ini menunjukkan keharusan memerangi Ahli Kitab. Dan Allah swt. melipatgandakan pahala orang yang berperang melawan mereka. Jihad disyariatkan bukan untuk memerangi orang musyrik saja, tetapi juga setiap orang yang tidak memeluk Islam.

16. Dari Sahl bin Hunaif ra., Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa meminta kepada Allah syahadah (mati syahid) dengan hati yang tulus, maka Allah akan menyampaikannya di kedudukan para syuhada’, meskipun ia mati di tempat tidurnya.” (HR. Abi Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

17. Dari Khuraim bin Fatik berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa membelanjakan infaqnya di jalan Allah maka akan dicatat baginya tujuh ratus kali lipat.” (HR. At-Tarmidzi dan ia menghasankannya, hadits yang sama juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i)

18. Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Salah seorang sahabat Rasul Allah melewati suatu lembah, yang di dalamnya terdapat oase kecil yang bening sekali air nya. Oase itu sempat menjadikan dia kagum, kemudian berkata, ‘Oh, seandainya aku memisahkan diri dari manusia dan bertempat tinggal di tempat ini.” Orang tadi memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah saw., beliau pun bersabda, “Jangan lakukan itu, sesungguhnya maqam salah seorang kamu fisabilillah (berjihad, pent.) itu lebih utama daripada shalat di rumahnya tujuh puluh tahun. Tidakkah kalian ingin agar Allah mengampuni kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga? Berperanglah fi sabilillah. Barangsiapa berperang fi sabilillah di atas untanya, wajib baginya surga.” (HR. Tirmidzi)

19. Dari Miqdam bin Ma’dikarib berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Seorang syahid di sisi Allah mendapatkan enam keistimewaan Allah mengampuni dosanya sejak awal perjalanan jihadnya, diperlihatkan tempat tinggalnya di surga, dipelihara dari siksa neraka, diberi rasa aman dari goncangan terbesar (hari kiamat), ditaruh di atas kepalanya sebuah mahkota mutu manikam, di sana ia lebih baik daripada dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari surga, dan bisa memberi syafaat kepada tujuh puluh anggota keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

20. Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa bertemu Allah (di hari kiamat nanti) tanpa ada bekas sedikit pun dari jihad maka ia bertemu Allah sementara dalam dirinya ada keretakan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

21. Dari Anas ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa memohon syahadah dengan jujur, maka akan dianugerahkan (syahadah itu).” (HR. Muslim)

22. Dari Utsman bin Affan, Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa melakukan ribath fi sabilillah (berjaga di medan jihad) satu malam, maka (nilainya) seperti seribu malam dari puasa dan shalatnya.” (HR. Ibnu Majah)

23. Dari Abi Darda’ ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Satu kali peperangan di laut itu seperti sepuluh kali peperangan di darat. Dan orang yang bergumul di laut (dalam rangka jihad) adalah seperti orang yang berlumuran darahnya fi sabilillah.” (HR. Ibnu Majah)
Yang dimaksud bergumul di laut pada hadits ini ialah orang yang diguncang dan diombang-ambing kan kapal (dalam rangka jihad). Ini merupakan isyarat tentang keutamaan perang di laut dan mengkonsentrasikan umat akan wajibnya menjaga batas-batas territorial dan memperkuat angkatan laut. Hal itu bisa juga dianalogikan dengan udara maka Allah akan melipatgandakan pahala bagi para pejuang di udara.

24. Dari Jabir bin ‘Abdillah berkata, “Ketika Abdullah bin Amru bin Hizam terbunuh dalam perang Uhud, Rasulullah bersabda, ‘Wahai Jabir, maukah kamu saya beri tahu tentang apa yang difirmankan Allah kepada ayahmu?’ saya (Jabir) menjawab, ‘ya.’ Rasulullah saw. Bersabda, ‘Tidaklah Allah itu berfirman kepada seseorang kecuali dari balik hijab, sementara Dia berfirman kepada ayah Anda dalam keadaan (ayah Anda) berjihad. Maka Allah berfirman, ‘Wahai hamba-Ku berharaplah kepada-Ku, niscaya akan Aku beri.’ Ia (hamba tadi) berkata, ‘Wahai Rabb-ku, hidupkanlah aku, kemudian aku terbunuh dijalan-Mu untuk kedua kalinya.” Dia berfirman, ‘Sesungguhnya telah terlanjur bahwa mereka tidak akan dapat dikembalikan (ke dunia lagi).’ Ia (hamba tadi) berkata, ‘Wahai Rabbku, beritahukanlah kepada orang-orang setelahku.’ Maka Allah menurunkan ayat berikut, ‘Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahwa mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezki (Ali Imran: 169).” (HR. Ibnu Majah)

25. Dari Anas, dari ayahnya ra., dari Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau bersabda, “Aku mengantarkan seorang mujahid fi sabilillah, maka aku persiapkan kuda tunggangannya di waktu pagi maupun sore, itu lebih baik bagiku daripada dunia seisinya.” (HR. Ibnu Majah) mempersiapkan di sini adalah membantu menyiapkan.

26. Dari Abi Hurairah ra. berkata, Rasulullah bersabda, “Duta Allah itu tiga. Pejuang, haji, dan orang yang berumrah.” (HR. Muslim)

27. Dari Abu Darda berkata, Rasulullah bersabda, “Seorang syahid itu bisa memberi syafa’at kepada tujuh puluh anggota keluarganya.”

28. Dari Abdullah bin Umar ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Jika kalian berjual beli dengan nasi’ah (riba nasi’ah, pent), mengikuti ekor sapi (diperbudak harta benda), sibuk dengan bercocok tanam, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian, yang kehinaan itu tidak akan tercabut dari diri kalian kecuali jika kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dan dinisbahkan Al-Hakim)

29. Dari Abu Hurairrah ra. Berkata, “Rasulullah bersama para sahabatnya bertolak ke Badar, sehingga mendahului orang-orang musyrik. Setelah itu datanglah orang-orang musyrik. Maka Rasulullah bersabda (kepada tentara kaum muslim), ‘Bangkutlah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.’ Umair bin al-Hammam berkata, ‘Apa yang menyebabkan kamu berkata ‘bukh… bukh…’?’ Umair menjawab, ‘Bukan ya Rasulullah, aku hanya ingin menjadi orang yang termasuk di dalamnya.’ Rasulullah bersabda, ‘kau termasuk di dalamnya.’ Perawi (Abu Hurairah) berkata, ‘Kemudian dia mengeluarkan korma dari tangkainya seraya memakannya, kemudian berkata, ‘Seandainya saya hidup dengan memakan korma ini, maka itu adalah kehidupan yang panjang.’ Maka ia lemparkan kurma yang ada di sisinya, kemudian berperang, sampai akhirnya terbunuh.” (HR. Muslim)

30. Dari Abu Imran berkata, “Kami berada di kota Romawi. Kaum muslimin pun keluar menghadapi mereka dengan jumlah yang sebanding, bahkan lebih banyak. Penduduk Mesir dikomandani oleh Uqbah bin Amir, sementara jamaah (dari Anshar) dipimpin oleh Fudhalah bin Ubaid. Tiba-tiba salah seorang dari tentara kaum muslimin masuk menerobos barisan tentara Romawi, sampai berada di tengah-tengah mereka. Kaum muslimin yang lain berteriak seraya mengatakan, ‘Ia telah menjatuhkan dirinya ke dalam binasaan.’ Saat itulah Abu Ayyub Al-Anshari bangkit seraya berkata, ‘Wahai sekalian manusia, demikianlah kalian menta’wilkan ayat tadi. Sesungguhnya ayat itu turun kepada kami orang-orang Anshar di saat Allah memenangkan Al-Islam dan memperbanyak pengikutnya.’ Saat itu sebagian dari kami berbisik kepada sebagian yang lain tanpa sepengetahuan Rasul Allah, ‘Sesungguhnya harta-harta kita telah musnah dan Allah telah memenangkan Islam ini serta memperbanyak pengikutnya. Alangkah seandainya kita urus lagi harta-harta kita dan mengembalikan yang telah musnah.’ Maka Allah menurunkan ayat kepada Nabi-Nya untuk membantah uneg-uneg kami tersebut, ‘Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan…’ (Al-Baqarah: 195) Maka yang dimaksud kebinasaan adalah mengurus dan memperbaiki kondisi ekonomi, sementara meninggalkan jihad.” Demikianlah Abu Ayyub terus-menerus berjihad sampai akhirnya wafat dan dimakamkan di negeri Romawi.” (HR. Tirmidzi)
Lihatlah wahai saudaraku, ketika Abu Ayyub mengucapkan hal ini, beliau telah memasuki usia senja, telah melewati masa muda. Namun kendati demikian, ruh, dan keimanannya pantas dijadikan teladan bagi sebuah masa muda yang kuat dengan dukungan Allah dan kemuliaan Al-Islam.

31. Dari Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa mati (dalam keadaan) belum pernah berperang dan tidak terbesit dalam benaknya keinginan berperang, maka ia mati dalam keadaan munafik.” (HR. Muslim dan Abu Daud. Hadits-hadits yang se makna dengan hadits ini banyak jumlahnya)

Hadits-hadits tentang hal itu dan yang sejenisnya, dan juga hadits tentang keutamaan perang di laut daripada di darat, perang terhadap Ahli Kitab, demikian pula hadits-hadits tentang rincian hukum perang, sungguh jauh lebih banyak daripada hanya sekadar dituliskan dalam berjilid-jilid buku. Kami tunjukkan kepada Anda sebuah kitab, yakni Al ‘Ibrah fi ma Warada ‘anillahi wa Rasulihi fi Ghazwi wa; Jihad wal Hijrah, oleh As-Sayyid Hasan Shadiq Khan, sebuah buku yang memang khusus membahas masalah ini; juga kitab Masyari’ Al-Asywaq ilaa Mashari’ Al-Isyaq wa Mutsirul Gharam ila Darisallam. Dan juga di semua kitab hadits pada bab “Al-Jihad”, kita bisa melihat lebih banyak lagi.

Tuesday, March 30, 2010

Jihad Fisabilillah 1 - Ayat Al Quran

Selasa, 14 Rabiulakhir 1431H : - KEWAJIBAN JIHAD BAGI SETIAP MUSLIM . Allah telah mewajibkan jihad secara tegas kepada setiap muslim. Tidak ada alasan bagi orang Islam untuk meninggalkan kewajiban ini. Islam mendorong umatnya untuk berjihad dan melipatgandakan pahala orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya, apalagi yang mati syahid. Tidak ada yang menandingi dalam besarnya pahala, kecuali orang-orang yang mengikuti jejak mereka di medan jihad. Allah mengaruniakan mereka berbagai kelebihan ruhiyah dan amaliyah, baik di dunia maupun di akhirat, yang tidak diberikan kepada selain mereka . Allah menjadikan darah mereka yang suci sebagai harga bagi kemenangan dunia serta lambang kemuliaan bagi keuntungan dan kejayaan di hari akhirat.
Allah mengancam orang-orang yang tidak turut dalam jihad dengan ancaman siksa yang sangat pedih. Allah menghinakan mereka dengan berbagai gelar dan sebutan yang buruk, menganggap mereka pengecut, pemalas, lemah, dan tertinggal di belakang. Allah menjanjikan untuk mereka kehinaan di dunia. Kehinaan yang tidak dapat di hapuskan kecuali dengan berangkat ke medan jihad. Sedangkan di akhirat, Allah menyiapkan untuk mereka siksa yang pedih. Mereka tidak dapat melepaskan diri dari siksa itu meskipun menebusnya dengan emas sebesar gunung Uhud. Islam menganggap duduk-duduk, tidak mengikuti jihad, dan lari meninggalkan medan perang sebagai salah satu dosa besar, bahkan termasuk salah satu di antara tujuh hal yang membinasakan amal.
Anda tidak akan menemukan satu pun sistem nilai-baik yang kuno maupun yang baru, bersumber dari agama maupun pikiran manusia-yang lebih baik dari pada sistem Islam dalam membahas masalah jihad, militer, pengerahan massa, dimana mengumpulkannya dalam satu shaf (barisan) untuk mempertahankan kebenaran dengan segala kekuatannya.
Sangat banyak ayat Al-Qur’an dan sunah Rasul saw. yang membicarakan seputar urusan yang mulia ini. Dalil-dalil itu menyeru setiap muslim dengan metode dan tutur kata yang fasih kepada jihad, perang, militerisme, memperkuat sarana pertahanan, pertempuran dengan semua jenisnya: darat, laut, dan lain-lain, dalam semua situasi dan kondisi.
Kepada Anda saya akan sebutkan beberapa cuplikan seperti di atas semata-mata sebagai contoh, bukan untuk dijadikan batasan. Saya tidak akan memberikan penjelasan maupun komentar terhadap hadits tersebut secara panjang lebar. Meskipun kata-katanya singkat, namun mempunyai pengertian yang padat dan jelas, syarat dengan potensi ruhiyah. Semua ini akan sangat berguna bagi Anda, insya Allah.

BEBERAPA AYAT AL-QUR’AN TENTANG JIHAD
1. “Telah diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Dan bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal sesuatu itu baik bagimu. Dan bisa jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

“kutiba” artinya “furidha” (diwajibkan), sebagaimana tersebut dalam firman Allah pada saat yang sama dan menggunakan susunan kalimat yang sama pula.

2. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang, ‘kalau mereka tetap bersama kita, tentu mereka tidak akan mati dan tidak akan dibunuh.’ Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan. Dan sungguh kalau kamu gugur dijalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik bagimu dari harta rampasan yang mereka kumpulkan. Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah kamu semua dikumpulkan.” (Ali Imran: 156-157)

“Dharabu fil ardhi” artinya: keluar untuk berjihad. “Ghuzzan” artinya: bertempur.
Perhatikan keterkaitan antara ampunan dan rahmat Allah terhadap kematian di jalan Allah pada ayat 157. Ampunan dan rahmat itu tidak terdapat pada ayat berikutnya, sebab bukan berkaitan dengan gugur dan mati di jalan Allah.Pada ayat tersebut juga terkandung maksud bahwa kepengecutan adalah sifat orang kafir, bukan sifat orang beriman.

3. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan kepada mereka dan mereka bergembira hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang mereka yang belum menyusul, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati .” (Ali Imran: 169-170) .Selanjutnya bacalah pula sampai ayat 175.

4. “Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang dijalan Allah, lalu gugur dan memperoleh kemenangan, maka kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 78)

Selengkapnya Anda dapat membaca surat ini mulai ayat 71 sampai ayat 78.
Bacalah ayat-ayat tersebut agar Anda tahu betapa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk selalu waspada, berperang bersama tentara Allah, berkelompok atau sendiri-sendiri, sesuai dengan tuntutan situasi. Allah mencela orang-orang yang duduk-duduk dan tidak mau berperang, pengecut, terlambat, atau orang-orang yang hanya memanfaatkan situasi demi mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Allah mengetuk hati nurani orang-orang yang beriman untuk melindungi orang-orang yang lemah dan menolong orang-orang yang tertindas. Allah merangkai antara pedang dengan shalat dan shiyam, serta menerangkan bahwa perang tidak berbeda dengan keduanya dalam rukun Islam. Allah meyakinkan orang-orang yang masih ragu dan mendorong mereka untuk terjun ke dalam kancah peperangan dan arena maut dengan lapang dada dan keberanian yang menggelora dalam hati. Allah menjelaskan kepada mereka bahwa kematian akan terus mengintai mereka. Allah jelaskan kepada mereka bahwa jika mereka mati dalam keadaan berjihad di jalan-Nya, maka mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan Allah tidak akan menyia-nyiakan infak dan pengorbanan mereka.

5. Surat Al-Anfal secara keseluruhannya merupakan anjuran untuk berperang dan perintah untuk tabah menghadapinya. Demikian pula terhadap penjelasan tentang berbagai hukum yang berkaitan dengan peperangan. Oleh karena itu, orang-orang mukmin generasi awal menjadikan surat Al-Anfal menjadi senandung yang selalu dilantunkan di tengah berkecamuknya peperangan. Cukuplah bagi Anda firman Allah, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang. Dengan begitu, kamu menggetarkan musuh Allah dan musuh kamu.” (Al-Anfal: 60) Sampai pada firman-Nya, “Hai nabi, kobarkanlah semangat orang-orang mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu dari orang kafir, sebab orang-prang kafir itu tidak mengerti.” (Al-Anfal: 65)

6. Surat At-Taubah secara keseluruhannya merupakan anjuran perang dan penjelasan mengenai hukum-hukumnya. Cukuplah bagi Anda dengan firman yang menjelaskan tentang perang terhadap orang-orang musyrik yang berkhianat. “Perangilah mereka, niscaya Allah menyiksa mereka dengan tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.” (At-Taubah: 14-15)

Firman Allah tentang perang terhadap orang-orang ahli kitab, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar, yaitu orang yang telah diberi Al-kitab, sampai mereka mau membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At-Taubah: 29)

Selanjutnya Allah menyerukan serangan umum pada ayat-ayat berikutnya, “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (At-Taubah: 41)

Kemudian Allah menjelaskan buruknya sikap orang –orang pengecut yang tidak berjihad di jalan Allah serta tidak mendapatkan kemuliaan berjihad di jalannya untuk selama-lamanya. “Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan berkata, ‘Janganlah kamu berangkat berperang dalam panas terik ini’. Katakanlah, ‘Api neraka jahanam lebih panas’. kalau saja mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka sendiri tertawa dan banyak menangis, sebagai balasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. Maka jika Allah mengembalikanmu pada satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta ijin kepadamu untuk pergi berperang, maka katakanlah, ‘kamu tidak boleh keluar bersamaku selamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak berperang pada kala yang pertama karena itu, duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang”. (At-Taubah: 81-83)

Kemudian Allah menjelaskan sikap para mujahid di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. Dan penjelasan bahwa ini semua adalah tugas suci dan jalan para sahabatnya, melalui firman-Nya, “Akan tetapi, Rasulullah saw dan orang-orang mukmin yang berjihad bersama beliau dengan harta dan jiwa mereka kebaikan dan merekalah orang-orang yang beruntung. Allah menyediakan untuk mereka surga yang di bawahnya terdapat sungai-sungai yang mengalir, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 88-89)

Kemudian “jual beli” secara tuntas, yang tidak mentolerir lagi alasan dari orang-orang yang suka memberi alasan,“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 111)

7. Surat qital (peperangan), dan bayangkan bagaimana sebuah surat di dalam Al-Qur’an-seluruhnya-dinamakan surat qital. Sebagaimana mereka berkata bahwa pondasi jiwa ketentaraan adalah dua hal: peraturan dan ketaatan. Allah swt telah menghimpun pondasi ini dalam dua ayat, tentang “ketaatan” tertuang dalam ayat berikut.

Dan orang-orang yang beriman berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan suatu surat?’ Maka jika diturunkan surat-surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang-orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukai). Tetapi jika saja mereka benar (imannya) kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (Muhammad: 20-21)

Adapun tentang “peraturan”, Allah swt. Berfirman dalam surat Ash-Shaf, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaf: 4)

8. Surat Al-Fath (kemenangan), yang terdapat padanya kisah peperangan Rasulullah saw. Ayat ini juga menunjukkan salah satu sikap tegar dalam jihad di bawah pohon yang diberkati, pohon di mana baiat maut (ikrar kematian) diberikan oleh para sahabat. Dengan itulah lahir ketenangan sekaligus kemenangan. Yang demikian itu tersebut dalam ayat berikut, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya), serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (Al-Fath: 18-19)

Inilah wahai saudaraku, beberapa hal yang bisa dituturkan dalam kaitan dengan jihad; penjelasan tentang keutamaannya, ajakan kepadanya, dan kabar gembira bagi pelakunya dengan semacam itu, maka renungkanlah, niscaya engkau akan tercengang betapa orang-orang muslim saat ini begitu mengabaikan pahala agung yang dijanjikan Allah ini.

Monday, March 29, 2010

Sayangilah Solat

Isnin, 13 Rabiulakhir 1431H: - Solat membezakan antara Islam dan Kufur. Solat antara perkara yang menentukan seorang akan ke Syurga atau Neraka. Solat amat diberati dan ditekankan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Antara sabdanya mengenai Solat ialah :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ. فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ".

رواه الترمذي(1) وكذلك أبو داود والنسائي وابن ماجه وأحمد

Maksudnya:
Dari Abi Hurairah r.a. katanya: Telah bersabda Rasulullah saw: " Sesungguhnya perkara pertama yang yang akan dihitung dan dihisab dari seorang hamba tentang amalannya ialah solatnya. Jika baik maka berjaya dan cemerlanglah dia. Jika rosak maka gagal dan rugilah dia. Jika terkurang darinya apa yang telah difardhukan maka telah berfirman Allah mengenainya: “Lihatlah .. adakah masih ada hamba ku ini memiliki amalan sunat maka amalan tersebut akan menyempurnakan kekurangan pada fardhu nya. Setelah itu seluruh amalannya yang lain dinilai mengikut kaedah ini." (Hadith: Riwayat Tarmizi, Abu Daud, Nasaiy, Ibnu Majah Dan Ahmad)

Pengajaran:
  • Solat lima waktu adalah wajib bagi setiap individu yang mengakui dirinya Islam.
  • Solat adalah amalan yang pertama yang akan dihisab.
  • Jika berjaya solatnya akan barulah akan dihisab amalan yang lain-lain.
  • Siapa yang gagal dalam hisab solatnya maka rugilah ia dan akan menerima balasan daripada Allah SWT.
  • Siapa yang berjaya beruntunglah dia kerana dan memdapat ganjaran yang dijanjikan oleh Allah SWT.
  • Kekurangan di dalam solat fardu akan ditampung oleh solat sunat. Begitu juga amalan fardu yang lain akan ditampung oleh amalan sunat.
  • Jangan meringan-ringan amalan sunat.
  • Jagalah amalan fardu dan perbanyakkan amalan sunat.
  • Sayangilah solat supaya di alam kubur dan di hari qiyamat kita ada bekalan.
  • Sayangilah masjid dan makmurkanlah ia dengan solat lebih dari orang musyrik memakmurkan berhala mereka

Friday, March 26, 2010

Hadis : Kemanisan Iman

Jumaat, 10 Rabiulakhir 1431H : - Sabda RasululLah saw yang bermaksud: “Tiga perkara , siapa yang memilikinya maka ia akan mendapat kemanisan iman, hendaklah ia kasihkan Allah SWT dan Rasul-Nya saw lebih dari segala-galanya. Kasihnya kepada seseorang, hendaklah semata-mata kerana Allah SWT. Hendaklah ia benci kembali kepada kafir seperti mana ia benci dilontar ke dalam neraka. ( Riwayat Muslim dan Ibnu Majah. )

Pengajaran hadits:

  • Kesempurnaan iman akan diperolehi apabila kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT dan kita kasih Allah SWT lebih dari segala-galanya kerana Dia yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
  • Kesempurnaan iman akan dicapai apabila kita mengasihi Rasulullah SAW lebih dari kita mengasihi diri sendiri, keluarga dan semua mausia.
  • Kemanisan iman akan diberikan oleh Allah SWT kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya dan sepatutnya kita sebagai hamba-hamba-Nya berusaha untuk mendapatkannya dan jangan bersikap sombong dan takabbur untuk tunduk dan patuh kepada perintah-perintah-Nya SWT.
  • Kita hendaklah kasihkan anak-anak dan isteri/isteri-isteri lebih-lebih lagi ibu dan ayah kita dan sesiapa sahaja kerana Allah SWT.
  • Kesempurnaan iman akan hanya diperolehi dengan kepahitan dan akan disusuli selepasnya oleh kemanisan iman dan kebahagiaan sekiranya kita berkorban semata-mata kerana Allah SWT.
  • Kesempurnaan iman juga akan diperolehi dengan berpegang teguh dengan Islam.

Thursday, March 25, 2010

Hadis : Niat dan Balasan

Khamis, 9 Rabiulakhir 1431H :- Setiap perbuataan yang dilakukan oleh manusia bergantung kepada niat. Hadis daripada Abu Hurairah r.a, daripada Rasulullah SAW sebagaimana di difirmankan oleh Allah SWT :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ: فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً".
رواه البخاري ومسلم


"Sesungguhnya Allah menulis segala kebaikan dan kejahatan (yang dilakukan oleh setiap manusia) kemudian menerangkan: “Maka barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan tetapi kemudiannya dia tidak melakukan kebaikan tersebut, Allah akan menulis baginya satu kebaikan yang sempurna. Jikia sekiranya dia berniat berbuat kebaikan dan dia melakukan kebaikan tersebut, Allah akan menulis baginya ganjaran 10 kebaikan sehingga 700 kali ganda malah gandaan yang mungkin lebih banyak. Barang siapa yang berniat berbuat sesuatu kejahatan kemudian tidak jadi melakukannya maka Allah akan menulis baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika dia berniat berbuat kejahatan dan melakukan kejahatan tersebut maka Allah menulis baginya satu kejahatan”. (Hadith Riwawat Bukhari Dan Muslim)

PENGAJARAN HADITH
  1. Semua amalan dicatat dan dibalas.
  2. Penilaian sesuatu amalan meliputi niat dan lintasan dalaman .
  3. Lintasan dan keinginan melakukan kebaikan adalah satu kebaikan yang sempurna.
  4. Lintasan dan keinginan melakukan sesuatu kebaikan (walau pun merupakan satu kebaikan) berada dalam nibah 1:10 berbanding lintasan kebaikan yang kemudianya dirialisasikan sebagai amalan .
  5. Lintasan melakukan kebaikan yang diterjemahkan menjadi amalan adalah 10 kali ganda lebih baik dibandingkan dengan lintasan kebaikan yang tidak diterjemahkan menjadi amalan.
  6. Orang yang bermazhab “niat wa kafa” “niat dah cukup” masih kurang cukup.
  7. Niat dan lintasan kebaikan yang diberi satu ganjaran kebaikan adalah niat yang tulin untuk dilaksanakan.
  8. Berniat untuk tidak melaksanakan sesuatu kebaikan tidak dikira kebaikan.
  9. Berniat melakukan kejahatan tidak dikira kejahatan sehingga dilakukan.
  10. Tidak melaksanakan lintasan berbuat kejahatan adalah satu kebaikan.
  11. Orang yang merealisasikan niat kejahatan diberikan dosa satu kejahatan.
  12. Orang yang bertaubat dari sesuatu kejahatan maka segala kejahatanya bertukar menjadi kebaikan.
  13. Orang yang berniat untuk makan kemudian tidak makan selama-lamanya tidak sama dengan orang yang berniat untuk makan lalu dia makan.
  14. Sesungguhnya Allah SWT amat pengasih kepada hambanya yang berniat melakukan satu kebaikan akah diberi satu balasan kebaikan manakala melaksanakan niat kebaikan tersebut diberi balasan berganda.
  15. Kasih Allah SWT kepada hambanya juga yang berniat dan melakukan kejahatan diberi balasan satu kebaikan jika tidak dilaksanakannya dan jika melaksanakan niat kejahatannya dibalaskan satu dosa .

Wednesday, March 24, 2010

Kelebihan Solat Subuh

Rabu, 8 Rabiulakhir 1431H : - RASULULLAH SAW bersabda maksudnya: “Sesiapa yang menunaikan solat Subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah SWT. Kerana itu, janganlah kamu mencari jaminan Allah SWT dengan sesuatu (selain daripada solat), yang pada waktu kamu mendapatkannya, lebih-lebih lagi ditakuti kamu tergelincir ke dalam api neraka.” (Hadis riwayat Muslim).

Muhammad Abdur Rauf al-Munawi dalam kitabnya at-Ta'arif menegaskan, as-Subhu atau as-Sabah adalah permulaan siang hari, iaitu ketika ufuk berwarna merah jingga di langit tertutup oleh tabir matahari. Adapun solat Subuh ibadat yang dilaksanakan ketika fajar siddiq dan berakhir pada waktu matahari terbit. Solat Subuh memiliki banyak daya tarikan kerana kedudukannya dalam Islam dan nilainya yang tinggi dalam syariat. Banyak hadis mendorong untuk melaksanakan solat Subuh serta menyanjung mereka yang menjaga dan mengerjakannya.

Rasulullah SAW mengetahui waktu Subuh adalah waktu yang sangat sulit dan payah untuk bangun dari tidur. Seorang Muslim bila dibiarkan begitu saja (tertidur), akan memilih untuk merehatkan dirinya sampai terjaga hingga terbit matahari dan meninggalkan solat Subuh, atau ‘Subuh gajah’, iaitu dikerjakan solat Subuh tidak pada waktunya yang betul. Rasulullah SAW mengkhususkan solat subuh dengan beberapa keistimewaan tunggal dan sifat tertentu yang tidak ada pada solat lain.

Banyak keutamaan dan kelebihan yang didapati di waktu subuh. Salah satu keutamaannya adalah Rasulullah SAW mendoakan umatnya yang bergegas dalam melaksanakan solat Subuh, sebagaimana disebutkan dalam hadis: “Ya Allah, berkatilah umatku selama mereka suka bangun subuh (iaitu mengerjakannya).” (Hadis riwayat Termizi, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah) .Jika Rasulullah SAW yang berdoa, maka tidak ada hijab di antara Baginda dengan Allah SWT kerana Baginda sendiri adalah orang yang secara jasadiyah paling dekat dengan Allah SWT.

Waktu Subuh adalah waktu yang paling baik untuk mendapatkan rahmat dan keredaan Allah SWT. Allah SWT berfirman maksudnya: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keredaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling daripada mereka kerana mengharapkan perhiasan duniawi, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya sudah Kami lalaikan daripada mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melampaui batas.” (Surah al-Kahfi, ayat 28)

Keutamaan solat Subuh diberikan ganjaran pahala melebihi keindahan dunia dan seisinya, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam at-Termizi: “Dari Aisyah telah bersabda Rasulullah SAW, dua rakaat solat Fajar pahalanya lebih indah daripada dunia dan seisinya.”
Begitulah keistimewaan solat Subuh. Apakah yang menghalang kita untuk menyingkap selimut dan mengakhiri tidur untuk melakukan solat Subuh? Bukankah solat Subuh menjadi bahagian yang begitu besar kemuliaannya dibandingkan dunia dan seisinya?Diriwayatkan Muslim daripada Usman bin Affan berkata, Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya:“Barang siapa yang solat Isyak berjemaah maka seolah-olah dia telah solat setengah malam, barang siapa solat Subuh berjemaah, maka seolah-olah dia telah melaksanakan solat malam satu malam penuh." (Hadis riwayat Muslim).

Solat Subuh adalah sumber daripada segala cahaya di hari kiamat. Di hari itu, semua sumber cahaya di dunia akan padam. Matahari akan digulung, ibadat yang akan menerangi pelakunya.Diriwayatkan daripada Abu Musa al-Asyaari, dia berkata Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya: “Barang siapa yang solat dua waktu yang dingin, maka akan masuk syurga.” (Hadis riwayat Bukhari). Dua waktu yang dingin itu adalah solat Subuh dan Asar.
Mereka yang menjaga solat Subuh dan Asar dijanjikan kelak di syurga akan melihat Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, ketika melihat bulan purnama. Baginda berkata, “Sungguh kamu akan melihat Rabb (Allah), sebagaimana kamu melihat bulan yang tidak terhalang dalam memandangnya. Apabila kamu mampu, janganlah kamu menyerah dalam melakukan solat sebelum terbit matahari dan solat sebelum terbenam matahari. Maka lakukanlah.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW memberi janji, apabila solat Subuh dikerjakan, maka Allah akan melindungi siapa saja yang mengerjakannya seharian penuh. Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya: “Barang siapa yang menunaikan solat Subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah. Maka janganlah cuba-cuba membuat Allah membuktikan janji-Nya. Barang siapa yang membunuh orang yang menunaikan solat Subuh, Allah SWT akan menuntutnya, sehingga Allah SWT akan membenamkan mukanya ke dalam neraka.” (Hadis riwayat Muslim, at-Termizi dan Ibn Majah) Semoga kita tetap menjaga dan memelihara solat Subuh seperti dijanjikan Allah. Bergegas bangun tidur apabila terdengar laungan azan berkumandang untuk segera mengerjakan solat Subuh.

Tuesday, March 23, 2010

Istigfar Amalan Kekal Nikmat, Hindar Musibah & Hapus Dosa

Selasa, 7 Rabiulakhir 1431H :- Istighfar amalan kekal nikmat, hindar musibah, hapus dosa
SESUNGGUHNYA kehidupan paling bernilai bagi seorang insan bermula dari saat dilantunkan taubat, dijatuhkan butir air mata dan diperah segenap perasaan yang mengaku berdosa. Taubat bukan hanya hak milik sesetengah mereka yang berdosa, kotor dan jelik pada pandangan manusia. Taubat juga amalan nabi dan rasul, orang salih serta pejuang ilmu yang mengamalkan agamanya dengan segenap pengorbanan. Baginda SAW mengajar umatnya sentiasa berasa diri hina di hadapan Allah walaupun selepas berada pada kemuncak amal yang paling ikhlas. Sehingga tidaklah lahir pada jiwa orang yang beramal itu rasa suci dan hebat berbanding orang lain. Betapa ramainya orang terseleweng selepas melakukan amal salih, iaitu apabila menganggap diri sempurna dan memandang rendah pada orang lain.

Belitan iblis terlalu halus, ia datang tanpa disedari orang beramal. Untuk itu, Baginda SAW mendidik sahabat supaya membiasakan diri melafazkan istighfar selesai saja mengerjakan sembahyang dan amal salih yang mungkin dicemari riak. Istighfar yang memerlukan istighfar lainnya, begitulah hakikat apabila berada pada kemuncak ilmu dan amal. Semakin tinggi ilmu dan makrifah seorang hamba kepada Allah semakin jatuh hatinya rebah ke tanah, mengaku tidak mampu memikul amanah dan menyesal atas setiap detik berlalu dalam keadaan bermaksiat kepada Allah dan menganiaya manusia. Alangkah peliknya, hamba yang tidak mengambil berat mengenai istighfar. Mengapa? Apakah kerana amalnya sudah cukup untuk menghapus kejahatannya, atau hatinya sudah mencapai tahap keikhlasan yang murni?

Apakah ilmu yang dimiliki mampu mendekatkan dirinya kepada Allah? Apakah sudah lahir akhlak mulia di mata manusia sehingga kedudukannya bagaikan permata berkilauan di tengah-tengah mereka? Sedangkan Nabi SAW dan sahabat yang sudah berada pada tahap ketinggian dan kemuliaan di sisi Allah menyediakan masa, membuat pengakuan taubat pada penghujung malam pada waktu sahur. Tidakkah hamba lalai dan sedikit ilmu itu lebih memerlukan taubat untuk menghidupkan kembali jiwa mereka? Sesungguhnya Rasulullah SAW berdoa dalam sembahyang malam dengan lafaz yang bermaksud: “Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kebodohanku, sikapku yang malampaui batas dalam urusanku, dan semua dosaku yang Engkau lebih mengetahui mengenainya daripada diriku sendiri. Ya Allah, ampunilah kesungguhanku, kelalaianku, kesalahanku dan kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku.” (Hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim) Jika kekasih Allah masih menganggap dirinya berdosa, mengapa manusia biasa tidak sudi mengaku hina? Sesungguhnya tangisan taubat umpama air hujan yang menyuburkan tanah, menghasilkan rimbun daun dan lebatnya buah.

Ia menghidupkan jiwa insan yang hampir mati, menggetarkan hati beku oleh maksiat dan membuka jalan bagi mengenali Tuhan. Oleh itu, hanya yang pernah merasai kemanisan taubat memahami hakikat ini. Mereka tidak pernah jemu membuat pengakuan dalam hati dan lisan setiap kali melakukan suatu perbuatan, mengharap Allah mengampuni apa yang tersilap secara disedari atau tidak. Kemanisan taubat bukan hanya dapat dirasai dalam hati tetapi ia janji Allah bagi mereka yang menepati. Begitulah khabar daripada al-Quran dan sunnah mengenai keutamaan taubat.

Ada tiga kesenangan yang layak dimiliki pencinta taubat.

Pertama, dikurniakan kenikmatan berpanjangan. Kemudian terhindar daripada pelbagai musibah dan ketiga, menjadi penghapus dosa. Adapun dalilnya disebut dalam al-Quran dan hadis Rasulullah SAW yang menjadi cahaya bagi orang mencari jalan keselamatan. Nabi Hud menyeru umatnya untuk kembali kepada Allah melalui firman-Nya yang bermaksud: “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Nescaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (secara terus menerus) kepada kamu.” (Surah Hud, ayat 3) Begitu juga Nabi Nuh yang bersabar selama 950 tahun menasihati umat supaya bertaubat. Al-Quran merakamkan kenyataan Nabi Nuh dengan janji yang turun daripada Allah yang bermaksud: “Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan memperbanyakkan harta dan anak-anak kamu, mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untuk kamu.” (Surah Nuh ayat, ayat 10-12) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengulas mengenai nikmat dikurniakan Allah kepada orang yang bertaubat, bahawa kenikmatan itu mencakupi jasmani dan rohaninya. Kerana ramai orang yang nampak saja bahagia dengan harta benda tetapi menderita jiwa dan rohaninya. Sedangkan Allah tidak sesekali menurunkan kesusahan, kecemasan dan penderitaan kepada orang yang mencintai taubat dengan rezeki menggembirakan hati. Oleh itu, sesiapa merasai kesedihan dan suka merungut dengan pemberian Allah hendaklah memperbaharui taubatnya. Boleh jadi tiada keberkatan dalam rezekinya disebabkan dia meninggalkan taubat.

Yang kedua, taubat menjadi benteng melindungi seorang hamba daripada musibah. Firman Allah yang bermaksud: “Dan Allah tidak sesekali mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah pula Allah akan mengazab mereka sedang mereka meminta ampun.” (Surah Al-Anfal, ayat 33) Sesungguhnya ada dua jenis musibah dalam kehidupan manusia iaitu musibah yang memberi pengajaran semata-mata untuk mempertingkatkan keimanannya kepada Allah, berlaku kepada orang Islam dan musibah berupa azab yang menutup peluang serta merta kepada orang kafir yang dilaknat. Walau bagaimanapun, musibah tetap menjadi suatu kenyataan menakutkan bagi orang mukmin dan mereka disuruh berlindung kepada Allah daripada sebarang mudarat yang boleh membahayakan iman. Hakikatnya, musibah paling dahsyat bagi orang mukmin adalah terhalangnya diri daripada merasai kenikmatan bermunajat kepada Allah. Hal ini pernah diungkapkan melalui luahan jiwa seorang pendeta bani Israil seperti mana disebut dalam kitab Shaydul Khatir. Ibnul Qayyim mengungkapnya: “Pendeta bani Israil itu berkata: Wahai Tuhanku, betapa aku sering melakukan maksiat kepada-Mu, tetapi mengapa tak kunjung datang azab-Mu menimpa diriku? Didatangkan ilham kepadanya melalui ilmunya: Alangkah besarnya azab Allah kepadamu, tetapi engkau tidak mengetahui hakikatnya. Tidakkah engkau berasa dirimu dihalangi daripada merasai kemanisan beribadat kepada-Nya?” Untuk itu benteng bagi orang beriman adalah taubat kerana dengan istighfar sesukar apapun musibah yang ditelan ia tidak akan menjejaskan agamanya dan hatinya pun sentiasa diliputi kemanisan iman. Ia adalah janji dan pertolongan Allah kepada pencinta taubat.

Keutamaan taubat yang terakhir, ia menjadi penghapus dosa dan pembuka pintu syurga seperti firman Allah yang bermaksud: “Dan orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah lalu memohon ampun atas dosa mereka dan siapakah lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui. Balasan bagi mereka ialah ampunan Allah dan syurga yang mengalir di dalamnya sungai dan itulah sebaik-baik pahala bagi orang yang beramal.” (Surah Ali Imran, ayat 135-136) Sesungguhnya sesiapa yang mencari kasih sayang Allah, carilah ia dengan taubat, sesiapa yang menjual dunia untuk mendapatkan akhirat janganlah lupakan taubat, kerana walaupun amal soleh berjaya dikumpulkan tidak mustahil dicemari hasutan syaitan. Tangisilah dirimu, biarkan syaitan berputus asa. Hakikatnya, tangisanmu itu membuat syaitan menangis juga. Seperti mana dia menangis melihat seorang hamba bersujud kepada Allah, sedangkan dia dulu tidak mahu bersujud.
Penulis ialah Mufti Perlis

Monday, March 22, 2010

Mendidik Anak Dalam Islam

Isnin, 6 Rabiulakhir 1431H :- Rasulullah SAW dalam hadisnya yang bermaksud: “Setiap anak Adam itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, ibu bapanya yang menjadikan ia Yahudi, Majusi dan Nasrani.”Ibu bapa adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anak. Sebelum anak dihantar ke institusi pendidikan formal bermula dari tadika, sekolah dan peringkat lebih tinggi, anak mempelajari asas pembentukan pandangan hidup (akidah) dan sahsiah (keperibadian dan akhlak) daripada ibu bapa mereka.

Pendidikan awal penting dan Rasulullah SAW berpesan kepada ibu bapa supaya menyuruh anak mendirikan sembahyang pada usia tujuh tahun. Ia bermakna pada umur itu anak tadi sudah patut menerima dan mematuhi suruhan agama. Penegasan tentang kepentingan tanggungjawab ini amat jelas menerusi sabda Rasulullah s.a.w, “Suruhlah anak-anak kamu bersembahyang sejak umurnya tujuh tahun dan apabila berumur 10 tahun, pukullah mereka jika mereka tidak sembahyang.” (riwayat at-Tirmidzi)

Ia juga bermakna anak sudah terbiasa dengan suasana ibu bapa dan keluarga yang mendirikan dan mementingkan ibadat solat di rumah. Jika mereka tidak terbiasa melihat ibu bapa dan seisi keluarga mendirikan solat, bagaimana mungkin anak boleh meniru dan melakukan perbuatan sama.

Sebenarnya, ini juga satu isyarat bahawa pendidikan yang sebenar ialah dengan amal. Pendidikan hanya akan berlaku apabila pengajaran berlaku dalam bentuk amal, bukan dalam bentuk kata-kata. Ia juga menunjukkan hanya ibu bapa yang terdidik dengan kehidupan Islam mampu mendidik anak dalam acuan dikehendaki agama.Kemudian kita lihat Rasulullah SAW menyuruh ibu bapa memukul anak yang masih meninggalkan solat ketika berusia 10 tahun. Pengajarannya ialah apabila anak sudah berusia 10 tahun, nilai kehidupan sepatutnya sudah mewarnai jiwanya sehingga dia akan melakukan suruhan agama dan meninggalkan larangannya tanpa disuruh. Jika masih meninggalkan solat pada usia itu, ia satu petanda nilai belum terbina dengan baik sehingga hukuman perlu digunakan bagi memperbetulkan keadaan. Apabila anak memasuki umur baligh keadaan menjadi lebih sukar jika jiwa mereka tidak dipupuk dengan nilai yang berlandaskan syariat Islam.

Perlu juga anak-anak dididik dengan penuh hikmah untuk mengelakkan anak-anak mengalami tekanan perasaan jika orang tua bersikap terlalu menekan dan meletakkan harapan yang tinggi kepada anak melebihi kemampuan mereka. Harapan setiap ibu bapa adalah supaya anak menjadi genius, tinggi kemahiran dalam menyerap ilmu, sempurna akhlak dan kuat ibadat. Walaupun didikan yang diterapkan itu keras dan kejam, mereka tidak peduli, asalkan minda anak tumbuh dan berkembang dengan hebat hingga boleh dibanggakan di hadapan sanak saudara dan kawan-kawan. Bukankah membanggakan keturunan itu juga termasuk dalam kategori riak dan sum’ah? Lagi pula cara dan kaedah yang dilakukan dalam mentarbiah itu bertentangan dengan al-Quran dan sunnah Rasul-Nya.

Mereka mungkin terpelajar dan mencapai kejayaan cemerlang dalam akademik, tetapi itu bukan matlamat pendidikan. Pendidikan Islam bukan sekadar menguasai bidang teknikal dan akademik, tetapi lebih menjurus pemupukan nilai dan pembentukan akhlak. Beberapa kajian menunjukkan kesilapan mendidik anak pada peringkat awal (antara umur tiga hingga tujuh tahun) menyebabkan kecelaruan nilai dan keruntuhan akhlak pada peringkat umur 13 hingga 20 tahun

Jadi, bagaimanakah kaedah yang sesuai untuk membentuk keperibadian anak mengikut acuan Islam? Pendekatan yang paling sesuai untuk mengajarkan Islam kepada anak adalah dengan kaedah targhib wa tarhib (memberi khabar gembira dan ancaman). Di samping memberi khabar gembira mengenai syurga, harapan mendapat ganjaran pahala dan penjelasan secara mendalam mengenai rahmah dan sifat lemah lembut Allah. Seorang anak juga harus didedahkan khabar yang menakutkan dan ancaman kerasnya seksa Allah bagi menumbuhkan jati diri yang berdisiplin seiring dengan meningkatnya kematangan usia mereka.

Seorang anak yang tidak diperkenalkan dengan sifat Allah Yang Maha Tinggi dan rahmat-Nya tetapi terus diancam dengan seksaan kubur, azab neraka dan ajaran yang berunsur menakutkan, tidak akan berjaya membentuk bingkai pemikiran benar mengenai Islam? Belum mengenal kasih sayang Allah tetapi dipaksa mempercayai bahawa Allah suka menyeksa. Belum mengenal Allah Yang Maha Pengampun tetapi dipaksa meyakini siapa yang berdosa pasti masuk neraka. Akhirnya anak akan memahami Islam sebagai agama susah, kejam, paksaan dan mengongkong, padahal sistem tarbiah yang diterapkan Rasulullah SAW kepada anak sahabat amat menekankan mengenai sentuhan hati, pujukan dan kelembutan, sesuai dengan fitrah semula jadi kanak-kanak.

Alangkah eloknya kita menelusuri kehidupan anak generasi salaf yang menjadi ikutan dan teladan umat sepanjang zaman. Keagungan sejarah generasi pertama yang dididik oleh baginda ini hendaklah menjadi kamus hidup yang dihafal oleh ibu bapa zaman moden kini, supaya tidaklah dunia yang menyilaukan mata ini juga akan membutakan hati. Akhirnya meranapkan impian membina empayar Islam yang gemilang.
Sudahkah anda membaca kisah anak-anak kecil pada zaman turunnya wahyu? Bolehkah kita bandingkan keelokan budi pekerti mereka dengan anak kita? Bagaimana pula dengan keluasan ilmu dan kekuatan ibadah mereka? Apakah itu semua tidak menggetarkan hati seorang ibu dan bapa seperti kita? Bagaimana mungkin anak Umar al-Khattab, anak Abu Bakar al-Shiddiq, anak al-Zubair al-Awwam hendak disamakan dengan anak kita? Betapa terhirisnya hati apabila memikirkan hakikat kelalaian kita sebagai ibu bapa yang beriman. Inikan hendak mendidik anak, sedangkan diri sendiri masih memerlukan perubahan. Akhirnya, kita yang kurang iman, ilmu dan amal ini menjadi tidak sabar menghadapi kerenah anak sehingga menimbulkan kesilapan di dalam memahami kaedah tarbiah mengikut al-Quran dan sunnah.

Ibu bapa yang mendidik anak dengan cara mengancam, menakutkan, mencederakan emosi anak dengan menengking dan menjerit, memaksakan kehendak tanpa memberi pemahaman ketika menyuruh, bukanlah ibu bapa yang mengamalkan Islam sebagai asas tarbiah. Tak hairan anak hanya sembahyang jika disuruh dan melalaikannya jika ibu bapa tidak berada di depan mata. Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW mendidik Abdullah Umar yang masih kecil bagi melakukan sembahyang malam. Abdullah Umar berkata: “Ada seorang lelaki apabila bermimpi nescaya dia menceritakan mimpinya kepada Rasulullah SAW, maka aku pun berharap melihat suatu mimpi dan menceritakannya kepada Rasulullah SAW. Aku adalah seorang kanak-kanak yang masih kecil, aku pernah tidur di masjid kemudian dalam tidurku aku melihat dua malaikat memegang dan membawaku menuju api, tempat itu melingkari seperti sumur yang mempunyai dua tanduk. Di dalamnya terdapat orang yang aku kenal sehingga aku berkata: Aku berlindung kepada Allah daripada api neraka. Lalu datang kepadaku malaikat yang lain seraya berkata: Janganlah kamu takut. Kemudian aku menceritakan mimpi ini kepada saudaranya Hafsah, isteri Rasulullah SAW dan dia menceritakannya kepada Rasulullah SAW sehingga Baginda SAW bersabda: Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah, jika dia mengerjakan solat malam.” Maka sejak saat itu dia tidak tidur malam kecuali sedikit. - (Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW adalah seorang pendidik jiwa terulung. Baginda tidak pernah memaksakan suatu perintah agama tanpa bimbingan, pujukan dan janji serta khabar gembira mengenai ganjaran yang baik. Walaupun Ibnu Umar bermimpi melihat neraka tetapi dia tidak pernah diancam jika tinggal sembahyang malam boleh menyebabkan manusia lalai dan akhirnya masuk neraka. Bahkan Rasulullah SAW memuji dan memberi dorongan bahawa dia akan menjadi pemuda terbaik jika mengamalkan qiamullail. Rasulullah SAW tidak sama sekali menyebut mengenai neraka dalam sabda baginda itu. Yang ada hanya pujian kepada seorang remaja yang sememangnya hanya bersedia untuk dipuji dan dipujuk, bukan ditakuti dan diancam.

Mendidik dengan mendedahkan ilmu bukan sekadar mengancam.
Ibnu Abbas menjadi teladan yang baik sebagai seorang anak yang gemar mengikuti cara ibadat Rasulullah SAW sehingga beliau sengaja tidur di rumah ibu saudaranya, Maimunah, isteri Rasulullah SAW, supaya dapat bersama Rasulullah SAW melakukan qiamullail. Beliau berkata: “Nabi mengusap kepalaku dan mendoakanku agar diberi ilmu takwil (kefahaman dalam mentafsir al-Quran)”. - (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim) Ibnu Abbas berusia 13 tahun ketika Rasulullah SAW wafat. Maknanya beliau belajar daripada lisan Nabi SAW. Menghafal al-Quran dan hadis di bawah usia itu. Hafalan itu bukan bermatlamat untuk sekadar menghafal dan terkenal bijak tetapi terbukti hafalan itu boleh membentuk iman yang berakar kuat, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya yang tidak berbelah bagi dan kerinduan berdekatan dengan ilmu. Alangkah jauh berbeza dengan anak kita yang belajar al-Quran untuk khatam saja bukan difahamkan hingga menjunam ke hati. Ramai juga yang menghafal saja tanpa memahami maksud apatah lagi hendak mengamalkannya. Walaupun kita belum mampu mengajar dengan sempurna seperti Nabi SAW mengajar Ibnu Abbas, tetapi sekurang-kurangnya jelaskan maksud ayat Al-Quran itu dengan bahasa yang boleh difahami seorang anak kecil supaya dia mudah mengenal Allah dan Rasul serta bangga menjadi seorang Muslim. Tentu dengan pendedahan ilmu yang sederhana sesuai dengan kapasitinya sebagai hamba Allah yang kecil. Maka dia akan berasa seronok dan gembira mengamalkan Islam tanpa rasa tertekan dan terpaksa.

Menghormati anak dan mengiktiraf kredibilitinya.
Khalifah Umar Abdul Aziz pernah didatangi utusan dari kalangan ulama di seluruh negeri yang diperintahnya. Pada suatu hari orang Hijaz datang menghadap Khalifah, maka berdirilah seorang anak muda dari kalangan mereka. Khalifah berkata: “Hendaklah yang bercakap adalah orang yang lebih tua darimu.” Anak muda itu menjawab: Semoga Allah memberi kebaikan kepada Amirul Mukminin, sesungguhnya seseorang itu dinilai dengan dua perkara yang kecil iaitu hati dan lisannya. Apabila Allah menganugerahkan seseorang dengan lisan yang fasih dan hati yang bersih, maka dia berhak untuk berbicara sehingga orang yang mendengar mengetahui keutamaannya. Wahai Amirul Mukminin, kalaulah setiap urusan itu dinilai berdasarkan usia, nescaya pada umat ini ada orang yang lebih berhak duduk di kerusimu ini.” Khalifah berkata: “Engkau benar, berilah aku nasihat!” Anak muda itu berkata: “Semoga Allah menganugerahkan kebaikan kepada Amirul Mukminin, sesungguhnya seseorang di antara manusia terpedaya dengan kemurahan Allah yang diberikan kepadanya sehingga membuat kakinya tergelincir dan terjatuh ke dalam neraka, maka janganlah engkau terpedaya dengan kemurahan Allah yang diberikan kepadamu dan jangan pula terpedaya dengan panjangnya angan-anganmu serta banyaknya pujian manusia kepadamu sehingga kakimu tergelincir bersama dengan suatu kaum. Mudah-mudahan Allah mengumpulkan engkau dengan orang beriman dari umat ini.” Khalifah bertanya kepada orang-orang yang datang: “Berapakah umur anak ini? Seseorang mengatakan: Dia masih berumur sebelas tahun. Dia salah seorang anak al-Husain Radhiyallahu Anhum, kemudian Umar Abdul Aziz memuji dan mendoakannya”. - (Ibnu Abdul Bar; al-Tamhid 23/204, al-Sindi; Al-Hasyiyah 8/10 dan Syarah Al-Zarqani 4/257).

Lihatlah, seorang ketua negara mendengar nasihat anak kecil berumur sebelas tahun. Mengapa pula kita tidak mahu mendengar isi hati anak kita? Pendapat dan idea yang boleh dibincangkan bersama sebagai satu didikan kepada anak supaya mereka berasa dihargai, dihormati dan diperakui sebagai insan yang mempunyai hak untuk diperdengarkan pendapatnya, difahami isi hatinya dan diajak bermusyawarah dalam memilih keputusan. Alangkah ramai ibu bapa yang suka memaksa kehendak mereka yang akhirnya merosakkan masa depan anak. Melahirkan anak yang baik dan sempurna dalam setiap sisi keperibadiannya amatlah rumit dan mencabar, apatah lagi jika kita tidak cukup bersedia disebabkan kurangnya iman, ilmu dan ibadah. Anak bagai kertas putih. Kitalah yang bertanggungjawab mewarnakan mereka sama ada menjadi Yahudi, Majusi, Nasrani atau Muslim hakiki.

Rasullullah s.a.w dalam sabdanya yang bermaksud, “Apabila matinya anak Adam itu terputuslah baginya segala amalan kecuali tiga perkara iaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan doa dari anak yang soleh.” (Riwayat Muslim)

Thursday, March 18, 2010

Kisah Raja Thalut Dalam Surah Al Baqarah 246-252

Khamis, 2 Rabiulakhir 1431H :- Ringkasan kisah. Ayat-ayat Al Qur'an memberi gambaran kepada kita tentang kondisi Bani Israel dalam satu masa kehidupannya di tanah suci Palestina. Dimana saat itu mereka berada dalam masa-masa yang kelam; teraniaya dan menjadi tujuan penyerangan musuh-musuhnya. Sialnya, musuh-musuh mereka dapat mencuri "Tâbut"yang di dalamnya Allah telah memberikan perasaan tenang kepada mereka. Tabut itu merupakan satu-satunya peninggalan dari keluarga Musa dan keluarga Harun As.

Bani Israel sepenuhnya merasakan kehinaan dan penderitaan ini. Semua orang menderita, tak terkecuali para pemimpin mereka. Maka dalam diri mereka timbul niat untuk merubah keadaan ini, mereka memimpikan kemenangan. Mereka sudah bosan menjadi bangsa yang ditindas. Dalam pandangan mereka hanya ada satu jalan untuk meraih itu; perang sampai titik darah penghabisan.

Dari itu para pemimpin Bani Israel mendatangi Nabi mereka, mereka meminta dipilihkan seseorang diantara Bani Israel menjadi pemimpin perang, mampu memberikan kemenangan kepada mereka dan mengalahkan musuh-musuh Bani Israel.

Nabi mereka mengetahui ciri dari tabiat Bani Israel. Jika mereka diperintahkan untuk berperang, niscaya sebagian besar dari mereka tidak akan mau pergi ke medan perang. Nabi mereka menjawab: "mungkin saja jika kalian diwajibkan berperang, kalian tidak akan melakukannya?" perhatikan dialog yang dikatakan Nabi mereka, Al Qur'an mengisyaratkan pemahaman Nabi mereka kepada sifat-sifat dasar yang ada dalam diri Bani Israel.

Bani Israel menyanggah perkataan Nabi itu, lalu mereka berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak akan lari dari medan perang jika perintah untuk berperang datang. Dan mereka memberi alasan bahwa yang menjadikan Bani Israel enggan berperang selama ini karena tidak adanya orang yang memimpin mereka. Alasannya lainnya yang mereka sampaikan kepada Nabinya, bahwa mereka sudah tidak kuat lagi menerima kondisi tertekan dan kekalahan yang selama ini mereka alami. Oleh karena itu mereka tidak mungkin lari dari peperangan.

Ketika mendengar penjelasan dan alasan yang logis dari umatnya, Nabi mereka segera berdoa kepada Allah untuk mengabulkan permohonan mereka. Allah mengabulkan keinginan Bani Israel, Ia mewahyukan kepada Nabi itu bahwa pemimpin yang mereka inginkan itu adalah Thâlut. Dialah pemimpin yang Allah pilih untuk menuju kemenangan yang diimpikan Bani Israel.
Tetapi apa yang terjadi? Bani Israel menolak Thâlut sebagai pemimpin mereka. Mereka menginginkan seorang pemimpin dari kalangan bangsawan Bani Israel seperti tradisi yang ada selama ini. Bukan Thalut yang hanya seorang rakyat miskin, dan tidak memiliki harta benda yang setara dengan para bangsawan. "Bagaimana mungkin ia menjadi raja kami, sementara kami lebih berhak untuk menjadi raja. Ia tidak punya harta benda yang banyak!" begitulah ucapan yang keluar dari Bani Israel.

Nabi mereka cukup terkejut dengan pernyataan itu, padahal mereka tidak meminta raja dari keturunan bangsawan. Maka dengan sabar Nabi menjelaskan kepribadian yang ada dalam diri Thalut. Bahwa ia adalah seseorang yang berhak menjadi raja yang layak bagi mereka dalam timbangan Tuhan, itu memang dibutuhkan rasa keimanan untuk menerimanya. Allah memilihnya diantara Bani Israel disebabkan Thalut memilili kelebihan yang menonjol dari ilmu pengetahuan dan kekuatan fisik yang memadai untuk menjadi panglima perang. Lalu apa yang menjadikan kalian (Bani Israel) menolaknya? Sesungguhnya Allah memberikan kekuasan kepada siapa yang dikehendakinya. Dengan penjelasan ini, Nabi mereka ingin mengalahkan logika yang ada dalam jiwa Bani Israel. Oleh karena itu ia jelaskan kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri Thalut dan terpilihnya Thalut atas kehendak Allah semata. Kemudian untuk menguatkan kata-katanya, Nabi mereka berkata, "sesungguhnya tanda-tanda ia akan menjadi raja bagi kalian adalah kembalinya Tabut kepada kalian yang dibawa oleh seorang malaikat."

Tabut yang telah hilang dicuri oleh musuh Bani Israel akan kembali kepada mereka. Tanpa ada peperangan dengan musuh-musuh Bani Israel. Allah telah mengutus seorang malaikat untuk mengambil Tabut itu dan membawanya kepada mereka. Ini merupakan bukti dan petunjuk bahwa Allah dan para malaikat meridhai Thalut sebagai pemimpin mereka. Janji yang diucapkan Nabi mereka benar adanya, tak lama kemudian seorang malaikat datang kepada mereka. Akhirnya Thalut menjadi raja Bani Israel dan memerintahkan mereka untuk bersiap-siap berperang.

Di tengah perjalanan menuju medan perang, Thalut yang kini menjadi pemimpin mereka memberi pesan bahwa Allah akan menguji mereka dengan sebuah sungai. "Ketika melewati sungai itu, jangan ada yang meminum airnya. Barang siapa meminumnya berarti ia bukan seorang prajurit yang patuh dan ia bukan dari golonganku. Dan barang siapa taat atas perintah Allah, maka ia akan tetap bersamaku." Thalut hanya membolehkan meminumnya seteguk saja dan diambil dari tangan. Sekedar menghilangkan rasa haus dan membahasi bibir yang kering.
Tetapi ketika mereka sampai ke tepi sungai, kebanyakan dari mereka melanggar perintah Thalut. Kecuali sedikit saja yang tetap setia kepada Thalut. Thalut mengambil inisiatif untuk meninggalkan mereka yang melanggar perintahnya, dan mengajak pasukannya yang sedikit untuk bergegas ke medan perang.

Saat tiba di medan perang, tentaranya yang sedikit itu merasa ngeri dan takut untuk melawan musuh-musuh mereka yang berjumlah besar. Pasukan musuh yang berjumlah besar itu berada di bawah kepemimpinan Jalut (Goliat). Pasukan Bani Israel berkata kepada Thalut: "Hari ini kami tidak ada kekuatan untuk melawan Jalut dan pasukannya. Dan kami tidak berani untuk berperang melawan mereka!" lalu mereka pun pergi meninggalkan medan perang. Tinggallah di sana Thalut dan beberapa orang saja dari tentaranya. Mereka yang tetap itu adalah orang-orang yang meyakini akan bertemu Allah, mengharap surga dan segala kenikmatannya.

Melihat kondisi seperti itu, Thalut memberikan kata-kata yang memberi ketentraman kepada pasukannya: "Berapa banyak kelompok kecil sanggup mengalahkan kelompok yang lebih besar atas izin Allah! Dan Allah bersama orang-orang yang sabar." Saat memasuki peperangan Thalut berdoa kepada Allah dengan khusyu: "Wahai Tuhanku karuniakan kepada kami kesabaran, tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami dari orang-orang kafir." Allah pun berkenan memberikan pertolonganNya, Thalut dan pasukannya mendapat kemenangan.

Diantara "orang-orang sabar" yang tetap bersama Thalut adalah Nabi Daud As. Saat itu ia belum diangkat menjadi Nabi dan belum menjadi raja. Ia diangkat menjadi Nabi dan menjadi raja Bani Israel setelah peperangan ini. Dengan gagah berani ia maju kebarisan dimana Jalut berada dan kemudian membunuhnya. Dan setelah perang ini Daud diangkat menjadi raja Bani Israel dan dikaruniai ilmu yang banyak.

Pasukan Thalut kembali ke negeri Palestina dengan kemenangan. Tetapi kemengan ini tercoreng oleh ulah sebagian pasukan Bani Israel, yaitu melanggar perintah Thalut dan lari dari medan perang.

Beberapa catatan yang menjadi pelajaran dalam kisah ini.
  1. Sebuah kelompok atau masyarakat perlu ada seorang yang memimpin. Ini untuk memudahkan pengaturan. Nabi Saw memerintahkan kita untuk menunjuk salah seorang menjadi pemimpin jika bepergian, walau jumlah kita hanya tiga orang.
  2. Kecerdasan firasat seorang Nabi merupakan bukti bahwa ia sanggup memahami karakter umatnya. Kemampuan firasat seperti ini biasanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki hati bersih, selalu dekat kepada Allah dan ikhlas berbadah kepadanya. Jadi ini merupakan pemberian dari Allah atas segala ibadahnya. Nabi Saw mengatakan: "Takutlah kalian kepada firasat seorang mukmin, karena ia melihat dengan cahaya Allah."
  3. Nama panglima musuh dalam Al Qur'an adalah Jalut, sementara dalam riwayat Israiliyat adalah Goliat. Dalam menentukan mana yang benar ada baiknya kita lebih mengutamakan pendapat Al Qur'an.
  4. Kepemimpinan diwariskan bukan dengan kekerabatan, teman dan hubungan keluarga. Tetapi dengan ilmu dan kekuatan.
  5. Dalam ayat didahulukan kata kekuatan ilmu daripada kekuatan fisik. Itu dimaksudkan kata Imam Ar Razy seorang ahli tafsir, bahwa kekuatan dalam jiwa dan akal lebih utama daripada kekuatan fisik. Sebagian ahli tafsir mengatakan, yang dimaksud dengan Thalut memiliki kekuatan fisik yaitu Thalut memang memiliki fisik paling kuat, tubuh tinggi besar dan wajah yang paling tampan.
  6. Thalut melarang pasukannya meminum air sungai padahal minum adalah sesuatu yang dibolehkan dalam agama. Ini merupakan bentuk pelajaran dari kepemimpinan, bahwa seorang pemimpin boleh memberi pelajaran kepada rakyatnya untuk menguji kepatuhannya

Wednesday, March 17, 2010

Mengingati Kematian

Rabu, 1 Rabiulakhir 1431H :-ALLAH berfirman bermaksud: “(Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkara lagi Maha Pengampun.” (Surah al-Mulk ayat 2).


Allah memulakan ayat ini dengan menyebut perkataan ‘mati’ terlebih dulu sebelum menyebut perkataan ‘hidup’. Apabila seseorang itu sentiasa mengingati mati, maka dia akan lebih tenang menghadapi segala ujian Allah. Ujian itu hanya proses untuk mendapat kejayaan daripada Allah. Kematian adalah suatu perkara yang tidak dapat dihindari dengan apa cara sekalipun. Mati adalah perpisahan nyawa daripada jasad seseorang yang menjadikannya musnah dan hancur dimakan ulat dan tanah. Rasulullah saw bersabda " Kematian itu adalah satu yang pasti berlaku kepada setiap orang".


Kematian bukanlah suatu kesudahan daripada segala-galanya. Sebenarnya ia adalah proses perpindahan dari alam dunia ke alam barzakh (kubur) dan suatu kehidupan manusia dalam bentuk yang lain. Mengingati saat kematian akan menenangkan manusia dan mengingatkan kita bahawa setiap yang hidup akan kembali kepada Allah. Segala detik hidup yang sedang dilalui ini adalah bersifat sementara. Proses kehidupan ini amat singkat sebelum berpindah ke alam lain. Islam menganjurkan manusia supaya sentiasa mengingati mati dan mempelajari pula hakikat mati itu supaya kita dapat menempuh mati dengan penuh pengertian dan kesedaran.


Hakikatnya kematian memisahkan manusia daripada segala yang dikasihi dan dimiliki seperti anak-anak, harta benda dan kemewahan hidup. Rasulullah saw bersabda " Kematian adalah pemutus segala kenikmatan" .Bekalan yang dapat dibawa hanyalah amal salih yang dikerjakan ketika hidup di dunia ini. Sungguh rugi jika tidak melakukan amal ibadat ketika hidup di dunia ini. Ketahuilah Allah akan mengazabkan sesiapa saja yang lalai mengerjakan perintah-Nya. Allah berfirman bermaksud: “Tiap-tiap yang hidup akan merasai mati. Kami akan menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai cubaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu semua akan dikembalikan.” (Surah al-Anbia, ayat 35).

Tidak diragukan lagi seorang mukmin itu ketika mana beliau mengingati kematian, pasti akan menemui, menyedari bahawa beliau akan dipersoalkan setiap amalannya sedang beliau keseorangan. Sesungguhnya tempat persemadiannya itu samada taman dari taman-taman syurga ataupun jurang dari jurang-jurang neraka. Seseorang mukmin ketika mana menyedari serta mengingati kesemua ini, menginsafi serta menghayati di pemikirannya, pastilah hatinya akan merasai ketakutan kepada Allah. Lalu sentiasa memuraqabahkan dirinya kepada Allah di ketika terang dan tersembunyi. Bahkan dalam pada itu juga ia akan menjuruskan seluruh tindakannya ke arah amal saleh sebagai persediaan serta bekalan untuk hari yang dijanjikan ini.

Semoga ia akan berada di kalangan mereka yang Allah limpahkan nikmat ke atas mereka iaitu golongan para-para nabi, siddiqin, syuhada dan sebaik mereka yang dibuat teman.
Tidak ada yang lebih baik dan apa yang dikatakan oleh sesetengah mereka: 'Berbekallah untuk peristiwa yang pasti berlaku. Maka sesungguhnya maut itu ketentuan bagi seorang hamba. Relakah engkau untuk menjadi teman pengiring bagi suatu golongan yang bagi mereka penuh bekalan, sedangkan engkau tanpa bekalan.'

Lanjutan daripada ini Rasulullah s.a.w memerintahkan umat ini untuk memperbanyakkan mengingati kematian dan pemutus kelazatan. Di riwayatkan oleh Tirmizi dari Abu Hurairah r.a, sabda Nabi s.a.w: “Perbanyakanlah mengingati perkara yang menghilangkan kelazatan - iaitu kematian.” Seterusnya Baginda s.a.w. memerintahkan untuk menziarahi kubur dan menyatakan faedahnya. Muslim meriwayatkan dari Buraidah r.a berkata: Sabda Rasulullah s.a.w: “Adalah aku (sebelum ini) menegah kamu dari rnenziarahi kubur, maka (tetapi kini) ziarahilah.”

Dalam suatu riwayat yang lain: “Maka barangsiapa yang hendak menziarahi kubur maka ziarahilah! Maka sesungguhnya ia mengingatkan kepada akhirat.” Lantaran ini jugalah baginda ar-Rasul mendidik para sahabatnya untuk bersedia menghadapi maut supaya mereka tidak dilalaikan oleh angan-angan. Bukhari meriwayatkan dari Ibn Umar r.a berkata: Rasulullah memegang dua bahuku lalu bersabda. “Hendaklah engkau berada di dunia seperti mana engkau seorang pedagang ataupun perentas jalan (pengembara).”

Ibn Umar berkata: 'Apabila engkau berada di waktu petang janganlah menunggu sehingga waktu subuh, dan apabila engkau di waktu subuh janganlah menanti hingga waktu petang, gunakanlah masa sihatmu sebelum engkau sakit dan masa hidup engkau sebelum engkau mati.' Daripada ini jugalah baginda ar-Rasul s.a.w menyuruh seseorang muslim bersegera menulis surat wasiat sebagai persediaan untuk “Hari Perjalanan”. As- Syaikahan meriwayatkan dan Ibn Umar r.a bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: “Tidak ada yang paling penting bagi seseorang muslim baginya sesuatu yang diwasiatkan dan ia tidak akan tidur dua malam berturut-turut melainkan di sisinya wasiat yang ia tuliskan.” Berkata Ibn Umar: “Tidak aku lalui suatu malam pun semenjak aku mendengar Rasulullah s.a.w bersabda yang demikian melainkan di sisiku wasiatku.”

Seterusnya baginda mengibaratkan mereka yang sentiasa mengingati maut sebagai mereka yang paling berakal di kalangan manusia dan paling mulia di kalangan mereka. Diriwayatkan dan Abi Dunya dan At-Tabarani, Ibn Majah dan Baihaqi dan Ibn Umar bahawa seorang lelaki bertanyakan Nabi s.a.w, mukmin yang manakah paling cerdik?” Sabda Nabi: “Yang paling banyak mengingati mati dan paling baik persediaan mereka selepas mati. Mereka itulah yang paling cerdik.”

Pada salafus salih adalah merupakan mereka yang paling banyak mengingati kematian dan mengambil pengajaran darinya. Adalah Ibn Umar r.a apabila mengingati kematian dan keadaan-keadaannya, ia menjadi tidak tenang seperti burung yang sedang berkibas dan tiap-tiap malam beliau mengumpulkan fukaha’ lalu mereka saling ingat kematian dan hari Kiamat. Setelah itu mereka menangis seolah-olah mereka menangisi satu kematian.

Hamid al-Qusairi berkata: “Setiap kita meyakini kematian, tetapi kita tidak membuat sebarang persediaan terhadapnya. Setiap kita juga meyakini dengan syurga tetapi tidak kelihatan kita melakukan sebarang amalan. Dan setiap kita meyakini dengan neraka akan tetapi kita tidak kelihatan takut kepadanya. Apakah yang menyebabkan kamu bergembira? Tidakkah ingatan dan harapan kamu kepada kematian itu merupakan perkara yang pertama-tama sekali mengingatkan kamu kepada suruhan Allah sama ada dengan melaksanakan kebaikan atau menghindari kejahatan. Wahai saudaraku, berjalanlah kamu kepada tuhanmu dengan jalan yang sebaik-baiknya.”

Berkata Hassan al-Basri: Maut membongkarkan kecelaan dan keaiban dunia. Maka mereka yang berakal tidak akan tinggal di dalamnya dalam keadaan penuh kegembiraan. Dan tidaklah bagi seseorang hamba yang melazimkan (menetapkan) dirinya untuk mengingati kematian melainkan dia akan merasakan dunia ini begitu kecil dan segala yang ada di dalamnya adalah hina.


Diriwayatkan daripada Muzni, ia berkata: Aku menemui as-Syafie ketika ia sedang sakit yang membawa kematian kepadanya. Aku berkata kepadanya: “Bagaimanakah keadaan engkau?” Lalu ia menjawab: “Aku akan menjadi seorang pengembara yang akan keluar dari dalam dunia ini. Dan kepada saudaraku, aku akan menjadi seorang yang akan dipisahkan dan mereka.

Sementara segala amalan keburukan aku adalah penanggunganku (akibatnya) dan aku merupakan seorang yang amat mengharapkan untuk meminum gelas kerahmatan (Allah). Kepada Allahlah aku akan kembali. Tidak aku ketahui apakah rohku ini bergerak ke syurga lalu aku akan mengucapkan tahniah kepadanya, atau ke neraka yang aku tanggung (seksanya).”


Kemudian beliau bernasyid:

Bila jiwaku tidak bermaya lagi dan jalan hidupkan sudah menjadi buntu.
Maka aku menjadi harapan terhadap keampunanmu itu sebagai tangga.

Dosa memang telah menguasai diriku tetapi bila aku membandingkannya dengan keampunan-Mu,

maka ianya (keampunan-Mu) itu adalah lebih besar.Kamu (ya Allah) akan sentiasa memberi keampunan kepada yang berdosa.

Kamu bersifat pemurah dari segi pemberian, dan pengampun dari segi memberikan kemuliaan dan penghormatan.”

Adalah Abu Darda’ r.a. ketika ia sedang duduk di suatu kubur, maka ditanyakan kepadanya, apakah yang engkau buat di situ? Jawabnya: “Aku sedang duduk di hadapan suatu kaum yang mengingatkan aku kepada tempat kembaliku. Bila mana aku menghilangkan diri daripada mereka (berpindah dan pergi ke tempat lain) mereka tidak akan mengumpat dan mencaci aku.” Kata Maimun bin Mahran: Aku keluar her sama-sama dengan ‘Umar bin Abdul Aziz kepada suatu tanah perkuburan, maka apabila ia melihat kepada kubur itu lalu ia menangis. Kemudian ia datang kepadaku dan berkata: “Ini adalah kubur datuk nenek Bani Umaiyah, seolah-olah mereka itu tidak lagi bersama-sama menikmati kehidupan (kesenangan hidup dunia) dengan penduduk dunia. Apakah kamu tidak mendapati mereka yang telah mati itu telah ditimpakan kepada mereka azab-azab Allah, bencana-bencana serta telah berterusan mengongkongi hidup mereka, dan ditimpa pula kepada mereka penyakit-penyakit yang menyerang tubuh badan mereka?” Kemudian beliau menangis, seraya berkata: “Demi Allah, tiada yang aku ketahui seorang manusia pun yang mendapat kenikmatan yang banyak (lebih), kecuali daripada mereka yang sudah sampai ke kubur ini dan sudahpun terselamat daripada azab-azab Allah s.w.t.”

Lantaran itu, wahai dai kepada Allah ingatlah kamu kepada mati dan perkara-perkara yang selepasnya, berbekallah kamu daripada pelabuhan dunia ni dengan amalan yang saleh, dan sentiasa tingkatkanlah diri kamu di dalam tangga kerohanian, dan selamatlah kamu dengan sempurna, dan akhirnya kamu akan sampai kepadanya di bawah kelembutan keredaan Allah, dan bersedialah untuk hari yang akan kamu temui!
Abdullah Nasih Ulwan

Friday, March 12, 2010

Beberapa Penghalang Mustajabnya Doa.

Jumaat, 26 Rabiulawal 1431H ,Berdasarkan hadis-hadis terdapat beberapa penghalang mustajabnya doa antaranya seperti berikut :
  1. Makan, minum dan pakaian dari sumber yang haram. Sabda Nabi SAW : “Wahai manusia sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah telah memerintah orang-orang beriman sebagaimana Ia telah memerintah dengannya Rasul-rasul sebagaimana firmanNya : Wahai Rasul-rasul makanlah dari yang baik-baik dan kerjakan amalan yang soleh,sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu kerjakan ( Al-Mu`minun:51 ) dan firmanNya: Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu ( Al-Baqarah:72 ). Kemudian Nabi SAW menyebut mengenai seorang lelaki yang jauh permausafirannya, kusut masai rambutnya lagi berdebu mukanya menghulur ( mengangkat ) dua tangannya ke langit ( sambil berdoa ) : Wahai Tuhanku! Wahai Tuhanku! Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan mulutnya disuap dengan yang haram, maka bagaimana akan dimustajabkan ( doanya ) yang sebegitu”. ( Ahmad, Muslim, At-Tirmizi, Ad-Darimi)
  2. Gopoh / tergesa-gesa ( minta dimustajabkan doa) seterusnya meninggalkan berdoa. Sabda Nabi SAW : “Dimustajabkan doa salah seorang dari kamu selama ia tidak gopoh / tergesa-gesa, ia berkata: “Aku telah berdoa tetapi tidak pernah dimustajabkan doaku”. ( Al-Bukhari, Muslim)
  3. Isi kandung doa mengandungi permohonan dosa dan memutuskan silaturrahim. Sabda Nabi SAW: “ Mana-mana orang Islam yang berdoa dengan satu doa yang didalam doanya itu tiada perkara dosa dan memutuskan silaturrahim nescaya Allah akan memberikan dengan doanya itu salah satu dari tiga perkara : 1. Disergerakan baginya doa itu ( dimustajabkan) atau 2. Disimpan untuknya doa itu diakhirat atau 3. Dipalingkan darinya keburukan yang semisal ( sebanding ) dengan doanya. Lalu para sahabat berkata : “ Kalau begitu kami akan benyak berdoa. Sabda Nabi SAW : “Allah lebih banyak limpah kurniaNya.” ( Ahmad, Al-Hakim, Abu Ya`la, Al-Bazzar).
  4. Meninggalkan amar ma`ruf dan nahi mungkar. Didalam hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Demi jiwaku yang berada didalam TanganNYa, hendaklah kamu menyuruh kepada yang ma`ruf ( kebaikan ) dan mencegah yang mungkar atau ( sekiranya kamu tidak melakukan demikian ) telah hampir Allah akan menurunkan hukuman / siksaan ke atas kamu dariNya kemudian kamu berdoa kepadaNya maka tidak dimustajabkan bagi kamu. “( Ahmad, At-Tirmizi).
  5. Berdoa kepada Allah hanya ketika susah sahaja dengan lupa kepadaNya ketika senang. Sabda Nabi SAW : “ Kenallah kamu akan Allah semasa senang nescaya Allah akan kenal kamu ketika kamu susah.” ( Ahmad, At-Thabarani, Al-Hakim, Ibnu Abi`Asim).
  6. Suami yang mempunyai isteri yang buruk akhlak tetapi tidak menceraikannya, tidak mengadakan saksi ketika memberi hutang dan memberi/menyerahkan harta kepada orang yang belum sempurna akal. Rasulullah SAW bersabda : “ Tiga golongan manusia yang berdoa kepada Allah tetapi tidak dimustajab doa mereka : 1. Seorang lelaki (suami) yang dibawah penguasaannya seorang perempuan (isterinya ) yang buruk akhlak tetapi ia tidak menceraikanya. 2. Seorang yang baginya ada hak hartanya atas orang lain ( yakni ia membei hutang kepada orang ) tetapi ia tidak mengadakan saksi ke atas hutang itu. 3. Sesorang yang memberi / menyerahkan harta yang dibawah jagaanya kepada orang yang belum sempurna akalnya, lalu Nabi SAW membaca firman Allah dari Surah An-Nisa` ayat 5 yang bermaksud: Dan janganlah kamu berikan / serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya akan harta ( mereka yang ada dalam jagaan ) kamu. “ ( Al-Hakim, At-Thahawi, Abu Nu`aim, Ad-Dailami ). Termasuk dalam maksud “orang-orang yang belum sempurna akal” ialah kanak-kanak, anak yatim, pemboros, dungu, gila dan seumpana mere yang tidak berkelayakan menguruskan harta mereka sendiri.
  7. Berdoa dalam keadaan hati yang lalai lagi lupa kepada Allah. Sabda Nabi SAW : “ Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kamu yakin doa kamu akan dimustajabkan. Dan ketahuilah sesungguhnya Allah tidak memustajabkan doa dari hati yang lalai lagi lupa ( kepada Allah ). “ At-Tirmizi, Al-Hakim, At-Thabarani.
  8. Berdoa dengan meninggikan/ mengangkat suara ketika berdoa ( yakni jangan berdoa dengan cara suara yang kuat ) kepada ditegah oleh Allah dan RasulNya SAW. Allah berfirman : “ Berdoalah kepada Tuhan kamu dengan merendah diri dan bersuara perlahan,sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Surah Al a`raaf ayat 55 ). Allah memuji Nabi Zakaria yang berdoa kepadaNya dengan suara pelahan melalui firmanNYa :” (ingatkanlah peristiwa ) takala Zakaria berdoa kepada TuhanNya dengan suara yang perlahan.” ( Surah Maryam : ayat 3 ).

Thursday, March 11, 2010

RIAK

Khamis, 25 Rabiulawal 1431H: Riak jadikan amalan seperti debu berterbangan. Adakah rahsia yang tersimpan di antara diri kita dengan Allah Taala? Menyembunyikan amal kebaikan dari pengetahuan orang lain. Sungguh berat untuk dilakukan kerana lumrahnya manusia memang suka menunjuk-nunjuk dan suka kepada puji-pujian. Berbeza jika seseorang itu melakukan kejahatan, dia akan bersusah-payah menyembunyikan kejahatannya itu daripada pandangan manusia. Bersyukurlah kerana Allah SWT menghijab segala aib kita daripada mata manusia. Apakah rahsia yang anda sembunyikan itu? Jika ia suatu kejahatan, maka banyakkanlah istighfar, kalau rahsia itu adalah amal ibadat yang ikhlas, maka bersyukurlah kerana Allah SWT menunjukkan diri anda.

Al-Shaikh Muhammad Salih Al-Munajjid menukilkan dalam kitabnya Silsilah A’mal al-Qulub: “Imam al-Mawardi menghasilkan penulisan yang banyak dalam bidang tafsir al-Quran, fiqah dan cabang ilmu lainnya. Namun tiada satu pun karyanya yang diterbitkan semasa hidupnya, melainkan ketika saat akhir hayatnya. Beliau berkata kepada sahabatnya “Semua buku itu adalah hasil karyaku, aku berwasiat kepadamu jika aku sedang menghadapi nazak, letakkanlah telapak tanganmu pada telapak tanganku. Jika aku menggenggamnya ketahuilah bahawa tidak ada satu pun daripada hasil tulisanku itu diterima oleh Allah Taala. Bawalah buku-buku itu ke sungai Tigris dan campakkanlah ia semua ke dalamnya. Sebaliknya, jika aku membuka tanganku, maka ketahuilah bahawa semuanya diterima Allah Taala sebagaimana yang kudambakan dari-Nya." Ternyata Imam al-Mawardi membuka tangannya dan sesuai dengan wasiatnya buku beliau telah diterbitkan.

Cukuplah hanya Allah SWT yang tahu segala amal baik yang dilakukan. Ini bukan bermakna kita tidak boleh menghebahkan amal berkenaan. Ia tidak salah jika diniatkan untuk memberi teladan kepada orang lain dan supaya syiar Islam dapat dijadikan contoh manusia seluruhnya. Tetapi bagaimana dengan risiko sifat riak yang merosakkan amal? Jika kita tidak mahu terjebak oleh penyakit berbahaya ini, sebaiknya kembalilah mengulang kaji pelajaran ikhlas yang pernah membuat Saidina Abu Hurairah RA amat tertekan ketika menyebut tentang hadis Rasulullah SAW berikut iniDikatakan bahawa beliau kerap menangis kerana takut ketika membacakannya.

Sabda Rasululllah SAW yang bermaksud: “Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan hukumannya pada hari kiamat kelak ialah seorang lelaki yang mati syahid, dia akan dihadapkan kepada Allah SWT, kemudian Allah SWT mengingatkannya akan nikmat yang pernah dianugerahkan kepadanya sewaktu di dunia dulu, maka dia pun kembali mengingatinya, kemudian Allah Taala bertanya “Apa yang engkau lakukan dengan nikmat yang Aku anugerahkan kepadamu? Ia menjawab “Nikmat itu saya pergunakan untuk berperang kerana membela agamaMu sehingga aku mati syahid. Allah SWT berfirman “Engkau dusta! Engkau telah berperang dengan tujuan supaya disebut sebagai orang yang berani (pahlawan) dan perkara itu telahpun diperkatakan orang sebegitu ke atas mu.” Kemudian dia diheret di atas mukanya dan dicampakkan ke dalam neraka.Kemudian dihadapkan pula seorang yang alim, dia mengajar ramai manusia dan banyak membaca al-Quran. Allah SWT bertanya “Apakah yang engkau telah lakukan dengan nikmat-ku itu? Ia berkata “Aku belajar ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain dan banyak membaca al-Quran demi keredaan-Mu. Allah berfirman “Engkau dusta! Sebenarnya engkau belajar dan mengajarkan ilmu supaya disebut sebagai orang alim, dan engkau membaca Al-Quran supaya mendapat gelaran Qari’ dan semua itu telahpun disebut orang sebegitu kepadamu.” Orang itu kemudian diheret dan dihumban ke dalam neraka.Kemudian dihadapkan pula orang yang dermawan yang diluaskan rezekinya oleh Allah Taala dengan pelbagai macam harta benda. Kemudian Allah bertanya “Apa yang engkau telah lakukan ke atas nikmatKu? Ia menjawab “Tiada satu jalan pun yang Engkau suruh supaya diberikan derma kepadanya kecuali saya telah dermakan harta saya di sana. Allah SWT berfirman “Engkau dusta! Engkau menderma supaya disebut sebagai orang yang dermawan dan ia telahpun disebut orang begitu kepadamu. Kemudian ia diheret ke neraka.” Hadis riwayat Imam Muslim

Bolehkah kita terhindar daripada niat yang lain selain untuk Allah SWT? Betapa ruginya jika amal itu bagai debu yang berterbangan. Firman Allah Taala yang bermaksud ”Dan kami tunjukkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan.” (Surah Al-Furqan: Ayat 23).Hasutan syaitan ke atas orang yang beramal tidak akan berhenti. Adakalanya kita berasa malas melakukan ibadat kerana ada bisikan yang mengatakan “Untuk apa beramal jika hati tidak ikhlas, tentu tidak diterima oleh Allah.”

Wednesday, March 10, 2010

Keutamaan Azan

Rabu, 24 Rabiulawal 1431H : - Azan merupakan salah satu tanda kewujudan umat Islam di suatu tempat atau di sesebuah negara ialah dengan terbinanya masjid-masjid dan kedengarannya Muazzin melaungan azan memanggil dan mengingatkan umat Islam supaya mengerjakan sembahyang. Inilah yang menjadi syiar dan keagungan Islam yang mesti dijaga dan dihormati.

Imam Nawawi Rahimahullah pernah berkata bahawa azan itu mempunyai empat hikmah:

  1. Untuk menzahirkan tanda Islam dan kalimah tauhid.
  2. Untuk memberitahu tanda masuk waktu sembahyang.
  3. Untuk memberitahu akan tempat sembahyang.
  4. Untuk memanggil berjemaah.

Tugas sebagai muazzin adalah tugas yang sangat mulia dan banyak kelebihannya. Bayangkan mengenai kelebihan yang diterima oleh seorang muazzin itu sebagaimana yang diperolehi Bilal bin Rabah Radiallahu-Anhu, seorang muazzin yang paling terkenal dan termasyhur di zaman Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam di mana baginda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam telah mendengar bunyi tapak kaki Saiyidina Bilal bin Rabah di dalam syurga, sedangkan pada ketika itu Saiyidina Bilal bin Rabah masih hidup. Inilah tanda tingginya martabat sebagai muazzin di sisi Allah Subhanahu Wataala .

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda dalam sebuah hadith:-
Maksudnya:Dari Ibnu Amru bin Al-‘As Radiallahu-Anhu, bahawa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Tukang azan yang melaungkan azan secara sukarela adalah seperti seorang syahid yang berlumuran darah, jika dia meninggal dunia, matinya tidak berulat di dalam kubur. (Riwayat Al-Imam At-Thabrani)

Sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam lagi:-
Maksudnya:Barangsiapa azan tujuh tahun dengan ikhlas kerana Allah Subhanahu Wataala, nescaya wajib baginya lepas dari api neraka. (Riwayat Al-Imam At-Tarmizi)

Sebagai umat Islam kita sepatutnya mengambil berat terhadap seruan yang menyeru ke arah mencapai kemenangan dan mengingati Allah Subhanahu Wataala. Jangan dipermudah-mudahkan dan tidak diambil indah serta berpura-pura tidak mendengar dan langsung tidak menyahutnya, kerana perbuatan sedemikian adalah dicela oleh syara’. Islam telah mengajarkan kita supaya apabila azan dilaungkan oleh muazzin, maka orang yang mendengar hendaklah mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh muazzin itu kecuali pada “Hayya ‘Alas-Solah” dan “Hayya ‘Alal-Falah” maka katakanlah “Laa Haula Walaa Quwata Illa Billah” dan pada azan subuh apabila dikatakan “Assalatu Khairum-Mininan-Naum” maka katakanlah “Sadaqta Wabararta”.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:-
Maksudnya:Dari Abi Said Al-Khudri Radiallahu-Anhu, bahawa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Apabila kamu mendengar seruan azan, maka kamu ucapkan sepertimana orang yang azan itu ucapkan. (Riwayat Imam Al-Bukhari).

Di samping itu perlu juga diketahui bahawa azan juga boleh menjadi penawar dan obat kepada kerasukan, resah gelisah, menghindarkan daripada kejahatan jin, meredakan orang marah dan mengelokkan perangai buruk, orang yang hendak belayar dan ketika berlaku kebakaran. Azan juga sunat diperdengarkan kepada anak yang baru lahir.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:-
Maksudnya:Dari Abi Hurairah Radiallahu-Anhu, bahawa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Seandainya manusia mengetahui tentang apa kelebihan yang ada dalam azan dan saf pertama, kemudian mereka tidak akan mendapatkannya melainkan dengan mereka mengundi, nescaya mereka akan mengundi. (Riwayat Al-Imam Al-Bukhari).

Wahai kaum muslimin,Ingatlah bahawa kita ini adalah orang Islam yang sepatutnya tidak mengabaikan ajaran Islam dan hendaklah menyahut seruan-seruan ke arah kebaikan. Mudah-mudahan dengan berbuat demikian kita akan mendapat rahmat dan perlindungan daripada Allah Subhanahu Wataala.

Firman Allah Subhanahu Wataala dalam surah Al Jumu'ah, ayat 9:-
Tafsirnya:Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diserukan azan untuk mengerjakan sembahyang pada hari Jumaat, maka segeralah kamu pergi ke masjid untuk mengingati Allah dengan mengerjakan sembahyang Jumaat dan tinggalkanlah berjual beli pada saat itu. Yang demikian adalah lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui hakikat yang sebenarnya.

Kelebihan Azan Dan Iqamah
Melakukan azan dan iqamah adalah lebih afdhal daripada menjadi imam. Ini kerana azan dan iqamah itu adalah tanda atau alamat waktu sembahyang dan ianya juga lebih banyak manfaat daripada menjadi imam. Muazzin (tukang azan) itu juga merupakan pemegang amanah (amin). Manakala menjadi imam itu adalah penjamin (dhamin). Oleh yang demikian, amin itu lebih baik daripada dhamin. (I‘anah ath-Thalibin: 1/383) Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
Maksudnya: “Imam-imam itu dhumana (menjamin sembahyang makmumnya) dan orang-orang yang azan itu umana (amanah atas waktu sembahyang) maka Allah memberi petunjuk kepada imam-imam dan mengampunkan orang-orang yang azan.” (Hadis riwayat Ibnu Hibban)

Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahawa menjadi imam itu lebih afdhal daripada azan dan iqamah. Kerana dikhususkan bagi orang yang menjadi imam itu terdiri daripada orang yang berilmu tinggi. Demikian juga mendirikan sembahyang itu lebih afdhal daripada menyerukannya. (I‘anah ath-Thalibin: 1/384) Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam maksudnya : “Maka azanlah untuk kamu oleh salah seorang di kalangan kamu, kemudian hendaklah yang mengimamkan kamu itu orang yang akhbar (berilmu) di kalangan kamu.” (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Walau bagaimanapun menurut Ibnu Hajar dan Imam an-Nawawi, bahawa azan berserta iqamah itu lebih afdhal daripada menjadi imam. (I‘anah ath-Thalibin: 1/384)

Selain itu, banyak lagi disebutkan di dalam hadis mengenai kelebihan-kelebihan azan dan iqamah dan orang yang melaungkannya. Antaranya ialah:

  1. Sehingga Orang Sanggup Berundi Untuk Medapatkannya
    Hadis daripada Abu Hurairah katanya:
    Maksudnya: “Bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya manusia mengetahui tentang apa (kelebihan) dalam azan dan saf pertama, kemudian mereka tidak akan mendapatkannya melainkan dengan mereka berundi, nescaya mereka akan berundi. Seandainya mereka mengetahui apa (kelebihan) pada at-tahjir (sembahyang zohor di awal waktu) nescaya mereka akan berlomba-lomba mendapatkannya. Seandainya mereka mengetahui apa (kelebihan) pada al-‘atamah (sembahyang isya’) dan subuh nescaya mereka mendatanginya walaupun dengan merangkak-rangkak.” (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)
  2. Dipohonkan Ampun Dan Mendapat Pahala Sepertimana Pahala Orang Yang Bersembahyang Dengannya. Hadis daripada al-Bara’ bin ‘Azib katanya: Maksudnya: “Bahawasanya Nabi Allah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah dan MalaikatNya mengucapkan selawat kepada (makmum-makmum) di baris hadapan. Sementara orang yang azan akan dipohonkan ampun baginya sejauh suaranya dan akan dipersaksikan dia oleh sesiapa yang mendengarnya daripada tumbuhan yang hidup dan kering dan baginya pahala seperti pahala sesiapa yang bersembahyang bersamanya.”(Hadis riwayat Ahmad dan an-Nasa’ie)
  3. Mengusir Syaitan
    Hadis daripada Abu Hurairah katanya: Maksudnya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila dilaungkan azan untuk sembahyang, syaitan akan menjauhkan dirinya sambil terkentut-kentut (kerana lari sekuat-kuatnya) sehinggalah tidak terdengar lagi azan. Jika selesai azan itu, syaitan akan kembali lagi sehinggalah iqamah untuk sembahyang diserukan dia akan menjauhkan diri. Sehinggalah selesai iqamah itu baharulah dia kembali lagi sehingga dia melintasi antara seseorang itu dengan dirinya (mengwas-waskan). Dia akan berkata: “Ingatlah begini-begini, ingatlah begini-begini terhadap sesuatu yang tidak sewajarnya diingati, sehinggalah lelaki itu tidak mengetahui berapa rakaat dia bersembahyang.” (Hadis riwayat al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan an-Nasa’ie)
  4. Mendapat Pahala Yang Banyak
    Sebagaimana di dalam hadis daripada Mu‘awiyah katanya: Maksudnya: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Muazzin-muazzin itu ialah orang yang paling panjang lehernya di hari qiamat.”
    (Hadis riwayat Muslim)
    Adapun yang dimaksudkan dengan orang yang paling panjang lehernya di hari qiamat itu ialah disebabkan dia melihat pahalanya yang banyak. Menurut an-Nadhr bin Syumail, adapun kelebihannya ketika berada di padang mahsyar melepaskannya daripada kesusahan dan kesesakan disebabkan ramainya orang pada hari perhitungan itu. Menurut pendapat yang lain, bahawa orang itu banyak pengikutnya. Kata Ibnu al-A‘arabiy, maksudnya ialah orang yang banyak amalannya. Sementara menurut al-Qadhi ‘Iyadh dan yang lainnya ialah bermaksud orang yang cepat masuk ke dalam syurga. Dikatakan juga ianya bermaksud sebagai ketua. (Syarah Shahih Muslim: 2/77)
  5. Balasan Syurga
    Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: Maksudnya: “Barangsiapa azan selama dua belas tahun wajiblah baginya syurga dan ditulis untuknya dengan azannya itu pada setiap hari enam puluh kebajikan dan pada setiap iqamah pula tiga puluh kebajikan.”(Hadis riwayat Ibnu Majah)
  6. Jin Dan Manusia Serta Selainnya Menjadi Saksi Di Hari Qiamat
    Sebagaimana hadis daripada ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman katanya: Maksudnya: “Sesungguhnya Abu Sa‘id al-Khudriy Radhiallahu ‘anhu berkata kepadanya (‘Abdullah bin ‘Abdurrahman): “Sesungguhnya aku melihat engkau menyukai kambing dan sahara. Jika engkau berada di lingkungan kambing atau saharamu lalu engkau azan untuk sembahyang, maka tinggikanlah suaramu ketika melaungkannya. Kerana tidak didengar suara orang yang azan oleh jin dan manusia serta lain-lainnya melainkan menjadi saksi baginya di hari qiamat. Berkata Abu Sa‘id: “Aku mendengarnya daripada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.”(Hadis riwayat al-Bukhari dan an-Nasa’ie)
  7. Pintu Langit Dibuka Dan Saat Doa Mustajab
    Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: Maksudnya: “Jika dilaungkan iqamah untuk sembahyang, maka dibukakan pintu-pintu langit dan dimakbulkan doa.” (Hadis riwayat Ahmad)

    Sabda Baginda lagi:
    Maksudnya: “Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Ada dua waktu tidak ditolak doa orang yang berdoa, iaitu ketika iqamah sembahyang dan dalam barisan jihad pada jalan Allah.” (Hadis riwayat Ibnu Hibban)

Azan menurut syarak ialah seruan atau pemberitahuan, yang terdiri daripada rangkaian ayat tertentu yang disyariatkan, bertujuan memberitahu dan memanggil orang ramai untuk sembahyang lima waktu juga sembahyang Jumaat. Azan mengandungi kata-kata mengagung-agungkan Allah, kalimah syahadah diikuti dengan ajakan beribadah dan kejayaan yang diistilahkan sebagai hay'alah dan diakhiri dengan kata-kata mengagung-agungkan Allah.

Orang yang menyeru kalimah-kalimah azan dinamakan muazzin atau tukang azan. Azan adalah sesuatu yang disyariatkan berdasarkan keterangan al-Quran, sunah dan ijma ulama.
Dalam surah al-Jum'at: 9 dijelaskan: “Wahai orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumaat, maka segeralah kamu mengingati Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.”
Bermaksud bahawa apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan pada hari Jumaat, maka kaum muslimin wajib segera memenuhi panggilan muazzin dan meninggalkan semua urusan dunia yang sedang dilakukan.

Terlalu banyak fadilat azan, juga kelebihan orang yang melaungkan azan, antaranya ialah:

  1. Keampunan Allah yang banyak, di mana keampunan itu digambarkan sejauh laungan suara yang dilaungkan ketika azan dan baginya pahala sama seperti pahala orang yang sembahyang bersamanya, seperti yang dijelaskan dalam hadis daripada Barra bin Azib, yang menyatakan bahawa Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah dan malaikatnya berselawat ke atas mereka yang berada di saf hadapan, manakala muazzin diampuni dosanya sepanjang suaranya, ucapannya dibenarkan oleh mereka yang mendengarnya, yang terdiri daripada benda basah dan kering dan dia akan memperoleh pahala sebanyak pahala mereka yang sembahyang bersamanya.
  2. Iblis dan syaitan lari bertempiaran mendengar bacaan azan, berdasarkan hadis Abu Hurairah bahawa Rasulullah bersabda: “Apabila azan dilaungkan untuk sembahyang, syaitan lari terkentut-kentut lintang-pukang sehingga tidak mendengar suara azan dan apabila sempurna azan, dia datang hingga apabila dilaungkan iqamah untuk sembahyang dia lari lagi, sehinggalah sempurna iqamah dibaca, lalu dia datang, mengganggu dan menimbulkan rasa waswas dalam diri, membisikkan kepadanya: Ingatkan itu dan ini, sesuatu yang tidak terlintas sebelum itu, menyebabkan seseorang itu tidak sedar berapa rakaat dia sembahyang.”
    Kerana itu tidak seyogia seseorang itu keluar dari masjid ketika dilaungkan azan, supaya tabiat seseorang itu tidak menyerupai tabiat syaitan. Walaupun demikian tidak mengapa kerana uzur, kerana sesuatu hajat, tetapi seseorang itu hendaklah balik semula ke masjid.
    Hadis daripada Said bin Al-Mussayyab, beliau berkata, dikatakan bahawa Rasulullah ada bersabda: “Tidak seyogia seseorang itu keluar dari masjid, selepas an-nida,' kecuali dia hendak kembali semula ke masjid atau dia menjadi seorang munafik”.
  3. Dengan azan dosa-dosa diampuni Allah dan akhirnya seseorang itu dimasukkan ke syurga berdasarkan hadis Aqabah bin Amir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda: “Tuhan kamu kagum terhadap orang yang memelihara kambing di atas kelompok bukit yang berazan dan menunaikan sembahyang.” Allah berfirman:” Lihatlah hamba-Ku ini, dia azan dan mendirikan sembahyang kerana takutkan Aku. Maka sesungguhnya Aku telah ampuni hamba-Ku ini dan Aku masukkan dia dalam syurga.”

Azan selepas masuk waktu sembahyang adalah daripada amalan sunah. Azan disyariatkan untuk memberitahu waktu, kerana itu ia tidak disyariatkan untuk dilakukan sebelum masuk waktu, kecuali pada sembahyang subuh, iaitu azan awal untuk memberitahu orang yang sedang tidur.

Orang yang azan atau muazzin hendaklah Islam, baligh lagi berakal. Hanya dilakukan oleh kaum lelaki dan tidak mengurang atau menambah ayat-ayat azan yang telah disyariatkan. Azan adalah ibadah. Ibadah perlu dilakukan menurut apa yang telah disyariatkan. Untuk memperoleh kesempurnaan sembahyang, sunat-sunat azan hendaklah diikuti, iaitu azan hendaklah dilakukan dalam keadaan suci, bersih daripada hadas kecil dan besar dan dilakukan semata-mata kerana Allah. Berdasarkan keterangan ini, ibu yang baru bersalin tidak boleh membacakan azan, biarpun untuk anak yang baru dilahirkan, kerana ibu berkenaan adalah keadaan berjunub. Perempuan tidak ahli untuk berazan.

Azan sembahyang hendaklah dilakukan dalam keadaan berdiri dan menghadap kiblat. Sunat meletakkan tapak tangan kanan di telinga kanan dan tapak tangan kiri di telinga kiri atau memasukkan jari telunjuk dalam telinga kanan dan kiri menurut seperti yang dilakukan oleh Bilal. Bilal berkata: “Maka aku masukkan jariku dalam telinga lalu aku azan”- hadis riwayat Abu Daud dan Ibn Hibban. Azan sembahyang hendaklah dilaungkan oleh orang yang bersuara baik lagi lantang kerana Rasulullah pernah bersabda kepada Abdullah bin Zaid agar mengajar azan kepada bilal kerana suara Bilal lebih lantang daripada suaranya.

Kaum wanita yang hendak sembahyang berjemaah tidak disunatkan azan. Suara tinggi wanita boleh membawa fitnah. Hadis daripada Ibn Umar menjelaskan: “Kaum wanita tidak boleh azan juga iqamah”. Sunat berselawat ke atas Nabi sebaik-baik sahaja azan tamat dilaungkan. Allah akan berselawat kepada orang yang berbuat demikian sepuluh selawat bagi setiap selawat yang dilafazkan.

Bacaan iqamah sebaik-baik dibaca oleh orang yang azan. Demikianlah disebut dalam sebuah hadis daripada Ziad bin Harith as-Sadaiy, yang menyatakan bahawa dia pernah azan. Tidak lama selepas itu Bilal datang untuk iqamah. Baginda bersabda: “Bahawasanya saudara Sada' (Ziad bin Harith) telah azan, sesiapa yang azan, dialah yang iqamah” - Riwayat Abu Daud dan Tarmizi.

Rasulullah menyatakan bahawa doa yang dipohon antara azan dan iqamah tidak akan ditolak oleh Allah - Riwayat Abu Daud dan Tarmizi.

Sunat bagi makmum bangun untuk mendirikan sembahyang apabila muazzin membaca pada ayat qad qamati `s-salah. Demikianlah yang dijelaskan oleh Anas r.a, Ahmad Rahimu `Llah, juga oleh Abu Hanifah. Ibn Umar tidak berdiri kecuali setelah mendengar muazzin sempurna membaca kalimah-kalimah berkenaan. Menurut mazhab Asy-Syafie, seseorang itu tidak perlu bangun sehingga iqamah yang dibaca oleh muazzin sempurna dibaca.

Muazzin perlu mendapat izin atau persetujuan daripada imam sebelum iqamah, apatah lagi sekiranya iqamah itu dilakukan orang lain. Tidak seyogia seseorang itu masuk urusan iqamah sehinggalah dia mendapat izin daripada imam. Tidak menambah perkataan ``sayyidina'' contohnya ketika iqamah juga azan. Tidak terdapat bukti daripada ulama salaf daripada kitab-kitab hadis, juga daripada amalan sahabat, tabiin, juga daripada ulama fikah, pengikut-pengikutnya juga oleh khulafau `r-rasyidin. Menambah kalimah ini pada ibadah yang disyariatkan bukan merupakan amalan memuliakan Nabi. Setiap amalan mesti ada sandaran.

Dilarang seseorang itu keluar dari masjid ketika atau selepas azan. Hadis daripada Abu Hurairah menjelaskan bahawa dia telah melihat seorang lelaki keluar dari masjid selepas muazzin melaungkan azan. Baginda bersabda: Perbuatan ini sesungguhnya telah mengingkari Abu Al-Qasim s.a.w. - hadis ditakhrij oleh Muslim dalam sahihnya. Hukum iqamah sama seperti hukum azan. Terdapat beberapa perkara yang perlu dilakukan ketika iqamah, antaranya sunat mempercepat bacaan iqamah dengan menghimpunkan dua baris ayat iqamah dengan satu nafas, berdasarkan hadis Jabir yang menyatakan: Apabila azan, hendaklah engkau lambatkan dan apabila iqamah hendaklah engkau cepatkan. Jadikan jarak antara azan dan iqamah sekira-kira orang yang makan dapat menghabiskan makanannya.

Dalam hadis Abdullah bin Maghfal dijelaskan bahawa baginda bersabda: Tempoh antara dua azan ialah satu sembahyang. Menurut Abdul Aziz bin Abdullah Ibn Bazz r.a, iqamah tidak perlu cepat, sehinggalah imam memerintahkan supaya iqamah, di mana ia mengambil masa suku jam, satu per tiga jam atau seumpamanya mengikut keperluan. Sekiranya imam lambat datang, orang lain boleh menjadi imam sembahyang bersama orang lain. Berdasarkan keterangan ini, tukang azan tidak perlu iqamah cepat untuk mendirikan sembahyang kerana tempoh antara azan dan iqamah sebelum menunaikan sembahyang itu adalah jelas.

Menurut pendapat ulama Asy-Syafie, sunat dilakukan iqamah di tempat yang lain daripada tempat azan dengan suara yang lebih rendah, perlahan daripada suara azan. Iqamah tidak boleh dilakukan sehinggalah imam memberi keizinan berdasarkan kepada amalan Bilal yang meminta izin baginda sebelum iqamah: Aku berkata kepada Nabi Muhammad, aku hendak melakukan iqamah. Baginda menjawab: Tukang azan lebih berhak dengan azan dan imam lebih berkuasa terhadap iqamah - riwayat Ibn Adiy.

Di luar keperluan sembahyang, sunat azan di sebelah telinga kanan bayi yang baru dilahirkan dan diiqamahkan di telinga sebelah kiri. Azan juga perlu dilakukan ketika berlaku kebakaran, waktu perang, berlaku ribut taufan, juga ketika iblis dan syaitan menjelmakan diri. Begitu juga azan pada telinga orang yang sedih, orang yang jatuh, orang yang sedang marah dalam keadaan panas baran atau ketika seseorang itu tidak sedarkan diri, menjadi liar kelakuannya atau ketika dirasuk iblis dan syaitan. Iblis akan lari jauh hasil daripada azan yang dilaungkan. Tidak disunatkan azan ketika mayat dimasukkan dalam kubur menurut pendapat yang muktamad di kalangan ulama mazhab Asy-Syafie.