Wednesday, September 30, 2009

Dialog Rasulullah SAW Dengan Iblis

Rabu, 11 Syawal 1430H - Di riwayatkan oleh Muadz bin Jabal r.a. dari Ibn Abbas r.a., ia berkata : " Kami bersama Rasululah SAW berada di rumah seorang sahabat dari golongan Anshar dalam sebuah jamaah. Tiba-tiba, ada yang memanggil dari luar : " Wahai para penghuni rumah, apakah kalian mengizinkanku masuk, karena kalian membutuhkanku ". Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat :" Apakah kalian tahu siapa yang menyeru itu ?". Para sahabat menjawab , " Tentu Allah dan Rasul- Nya lebih mengetahui ". Rasulullah berkata : " Dia adalah Iblis yang terkutuk - semoga Allah sentiasa melaknatnya". Umar bin Khattab r.a. berkata :" Ya, Rasulullah, apakah engkau mengizinkanku untuk membunuhnya?". Nabi SAW berkata pelan :" Bersabarlah wahai Umar, apakah engkau tidak tahu bahwa dia termasuk mereka yang tertunda kematiannya sampai waktu yang ditentukan [hari Qiyamat]?. Sekarang silakan bukakan pintu untuknya, karena ia sedang diperintahkan Allah SWT. Fahamilah apa yang dia ucapkan dan dengarkan apa yang akan dia sampaikan kepada kalian ! ". Ibnu Abbas berkata : " Maka dibukalah pintu, kemudian Iblis masuk ke tengah- tengah kami. Ternyata dia adalah seorang yang sudah tua bangka dan buta sebelah mata. Dagunya berjanggut sebanyak tujuh helai rambut yang panjangnya seperti rambut kuda, kedua kelopak matanya [masyquqatani] memanjang [terbelah ke-atas, tidak kesamping], kepalanya seperti kepala gajah yang sangat besar, gigi taringnya memanjang keluar seperti taring babi, kedua bibirnya seperti bibir macan / kerbau [tsur]. Dia berkata, " Assalamu 'alaika ya Muhammad, assalamu 'alaikum ya jamaa'atal-muslimin [salam untuk kalian semua wahai golongan muslimin]". Nabi SAW menjawab :" Assamu lillah ya la'iin [Keselamatan hanya milik Allah SWT, wahai makhluq yang terlaknat. Aku telah mengetahui,engkau punya keperluan kepada kami. Apa keperluanmu wahai Iblis". Iblis berkata :" Wahai Muhammad, aku datang bukan karena keinginanku sendiri, tetapi aku datang karena terpaksa [diperintah]."
Nabi SAW berkata :" Apa yang membuatmu terpaksa harus datang ke sini, wahai terlaknat?". Iblis berkata," Aku didatangi oleh malaikat utusan Tuhan Yang Maha Agung, ia berkata kepada-ku 'Sesungguhnya Allah SWT menyuruhmu untuk datang kepada Muhammad SAW dalam keadaan hina dan bersahaja. Engkau harus memberitahu kepadanya bagaimana tipu muslihat, godaanmu dan rekayasamu terhadap Bani Adam, bagaimana engkau memujuk dan merayu mereka. Engkau harus menjawab dengan jujur apa saja yang ditanyakan kepadamu'. Allah SWT berfirman," Demi kemulia-an dan keagungan-Ku, jika engkau berbohong sekali saja dan tidak berkata benar, niscaya Aku jadikan kamu debu yang dihempas oleh angin dan Aku puaskan musuhmu karena bencana yang menimpamu". Wahai Muhammad, sekarang aku datang kepadamu sebagaimana aku diperintah. Tanyakanlah kepadaku apa yang kau inginkan. Jika aku tidak memuaskanmu tentang apa yang kamu tanyakan kepadaku, niscaya musuhku akan puas atas musibah yang terjadi padaku. Tiada beban yang lebih berat bagiku daripada leganya musuh-musuhku yang menimpa diriku". Rasulullah kemudian mulai bertanya :" Jika kamu jujur, beritahukanlah kepada- ku, siapakah orang yang paling kamu benci ?". Iblis menjawab :" Engkau, wahai Muhammad, engkau adalah makhluq Allah yang paling aku benci, dan kemudian orang-orang yang mengikuti agamamu". Rasulullah SAW :" Siapa lagi yang kamu benci?". Iblis :" Anak muda yang taqwa, yang menyerahkan jiwanya kepada Allah SWT". Rasulullah :" Lalu siapa lagi ?". Iblis :" Orang Alim dan Wara [menjaga diri dari syubhat] yang saya tahu, lagi penyabar". Rasulullah :" Lalu, siapa lagi ?". Iblis :" Orang yang terus menerus menjaga diri dalam keadaan suci dari kotoran". Rasulullah :" Lalu, siapa lagi ?". Iblis :" Orang miskin [fakir] yang sabar, yang tidak menceritakan kefakirannya kepada orang lain dan tidak mengadukan keluh-kesahnya ". Rasulullah :" Bagaimana kamu tahu bahwa ia itu penyabar ?". Iblis :" Wahai Muhammad, jika ia mengadukan keluh kesahnya kepada makhluq sesamanya selama tiga hari, Tuhan tidak memasukkan dirinya ke dalam golongan orang-orang yang sabar ". Rasulullah :" Lalu, siapa lagi ?". Iblis :" Orang kaya yang bersyukur ". Rasulullah bertanya :" Bagaimana kamu tahu bahwa ia bersyukur ?". Iblis :" Jika aku melihatnya mengambil dari dan meletakkannya pada tempat yang halal".
Rasulullah :"Bagaimana keadaanmu jika umatku mengerjakan shalat ?".Iblis :"Aku merasa panas dan gemetar". Rasulullah :"Kenapa, wahai terlaknat?". Iblis :" Sesungguhnya, jika seorang hamba bersujud kepada Allah sekali sujud saja, maka Allah mengangkat derajatnya satu tingkat". Rasulullah :"Jika mereka shaum ?". Iblis : " Saya terbelenggu sampai mereka berbuka puasa". Rasulullah :" Jika mereka menunaikan haji ?". Iblis :" Saya menjadi gila". Rasulullah :"Jika mereka membaca Al Qur'an ?'. Iblis :' Aku meleleh seperti timah meleleh di atas api". Rasulullah :" Jika mereka berzakat ?". Iblis :" Seakan-akan orang yang berzakat itu mengambil gergaji / kapak dan memotongku menjadi dua". Rasulullah :" Mengapa begitu, wahai Abu Murrah ?". Iblis :" Sesungguhnya ada empat manfaat dalam zakat itu. Pertama, Tuhan menurunkan berkah atas hartanya. Kedua, menjadikan orang yang bezakat disenangi makhluq-Nya yang lain. Ketiga, menjadikan zakatnya sebagai penghalang antara dirinya dengan api neraka. Ke-empat, dengan zakat, Tuhan mencegah bencana dan malapetaka agar tidak menimpanya". Rasulullah :"Apa pendapatmu tentang Abu Bakar?". Iblis :" Wahai Muhammad, pada zaman jahiliyah, dia tidak taat kepadaku, bagaimana mungkin dia akan mentaatiku pada masa Islam". Rasulullah :" Apa pendapatmu tentang Umar ?". Iblis :" Demi Tuhan, tiada aku ketemu dengannya kecuali aku lari darinya".
Rasulullah :"Apa pendapatmu tentang Utsman ?". Iblis :" Aku malu dengan orang yang para malaikat saja malu kepadanya". Rasulullah :"Apa pendapatmu tentang Ali bin Abi Thalib ?". Iblis :" Andai saja aku dapat selamat darinya dan tidak pernah bertemu dengannya [menukar darinya kepala dengan kepala], dan kemudian ia meninggalkanku dan aku meninggalkannya, tetapi dia sama sekali tidak pernah melakukan hal itu". Rasulullah :" Segala puji hanya bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu sampai hari kiamat". Iblis yang terlaknat berkata kepada Muhammad :" Hay-hata hay-hata [tidakmungkin- tidak mungkin]. Mana bisa umatmu bahagia sementara aku hidup dan tidak mati sampai hari kiamat. Bagaimana kamu senang dengan umatmu sementara aku masuk ke dalam diri mereka melalui aliran darah, daging, sedangkan mereka tidak melihatku. Demi Tuhan yang menciptakanku dan membuatku menunggu sampai hari mereka dibangkitkan. Akan aku sesatkan mereka semua, baik yang bodoh maupun yang pandai, yang buta-huruf dan yang melek-huruf. Yang kafir dan yang suka beribadah, kecuali hamba yang mukhlis [ikhlas]". Rasulullah :"Siapa yang mukhlis itu menurutmu ?". Iblis dengan panjang-lebar menjawab :" Apakah engkau tidak tahu, wahai Muhammad. Barangsiapa cinta dirham dan dinar, dia tidak termasuk orang ikhlas untuk Allah. Jika aku melihat orang tidak suka dirham dan dinar, tidak suka puji dan pujaan, aku tahu bahwa dia itu ikhlas karena Allah, maka aku tinggalkan ia. Sesungguhnya hamba yang mencintai harta, pujian dan hatinya tergantung pada nafsu [syahwat] dunia, dia lebih rakus dari orang yang saya jelaskan kepadamu. Tak tahukah engkau, bahwa cinta harta termasuk salah satu dosa besar. Wahai Muhammad, tak tahukan engkau bahwa cinta kedudukan [riyasah] termasuk dosa besar. Dan bahwa sombong, juga termasuk dosa besar. Wahai Muhammad, tidak tahukan engkau, bahwa aku punya tujuh puluh ribu anak. Setiap anak dari mereka, punya tujuh puluh ribu syaithan. Diantara mereka telah aku tugaskan untuk menggoda golongan ulama, dan sebagian lagi menggoda anak muda, sebagian lagi menggoda orang-orang tua, dan sebagian lagi menggoda orang-orang lemah. Adapun anak-anak muda, tidak ada perbedaan di antara kami dan mereka, sementara anak-anak kecilnya, mereka bermain apa saja yang mereka kehendaki bersamanya. Sebagian lagi telah aku tugaskan untuk menggoda orang-orang yang rajin beribadah, sebagian lagi untuk kaum yang menjauhi dunia [zuhud]. Setan masuk ke dalam dan keluar dari diri mereka, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain, dari satu pintu ke pintu yang lain, sampai mereka mempengaruhi manusia dengan satu sebab dari sebab-sebab yang banyak. Lalu syaithan mengambil keikhlasan dari mereka. Menjadikan mereka menyembah Allah tanpa rasa ikhlas,
tetapi mereka tidak merasa. Apakah engkau tidak tahu, tentang Barshisha,sang endeta yang beribadah secara ikhlas selama tujuh puluh tahun, hingga setiap orang yang sakit menjadi sehat berkat da'wahnya. Aku tidak meninggalkannya ampai dia dia berzina, membunuh, dan kafir [ingkar]. Dialah yang disebut oleh llah dalam Qur'an dengan firmannya [dalam Surah Al Hasyr] :" (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaitan ketika mereka berkata ada mnusia:"Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata:"Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya akutakut kepada Allah, Rabb semesta alam". (QS. 59:16). Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa kebohongan itu berasal dariku. Akulah orang yang pertama kali berbohong. Barangsiapa berbohong, dia adalah temanku, dan barangsiapa berbohong kepada Allah, dia adalah kekasihku. Apakah engkau tidak tahu, bahwa aku bersumpah kepada Adam dan Hawa, " Demi Allah ku adalah penasihat kamu berdua". Maka, sumpah palsu merupakan kesenangan hatiku, ghibah, membicarakan kejelekan orang lain, dan namimah, meng-adu domba adalah buah kesukaanku, melihat yang jelek-jelek adalah kesukaan dan kesenanganku. Barangsiapa thalaq, bersumpah untuk cerai, dia mendekati perbuatan dosa, meskipun hanya sekali, dan meskipun ia benar. Barangsiapa membiasakan lisannya dengan ucapan cerai, istrinya menjadi haram baginya. Jika mereka masih memiliki keturunan sampai hari kiyamat, maka anak mereka semuanya adalah anak-anak hasil zina. Mereka masuk neraka hanya karena satu kata saja.
Wahai Muhammad, sesungguhnya diantara umatmu ada yang meng-akhirkan shalat barang satu dua jam. Setiap kali mau shalat, aku temani dia dan aku goda dia. Kemudian aku katakan kepadanya:" Masih ada waktu, sementara engkau sibuk". Sehingga dia mengakhirkan shalatnya dan mengerjakannya tidak pada waktunya, maka Tuhan memukul wajahnya. Jika ia menang atasku, maka aku kirim satu syaithan yang membuatnya lupa waktu shalat. Jika ia menang atasku, aku tinggalkan dia sampai ketika mengerjakan shalat aku katakan kepadanya,' Lihatlah kiri-kanan', lalu ia menengok. Saat itu aku usap wajahnya dengantanganku dan aku cium antara kedua matanya dan aku katakan kepadanya,' Aku telah menyuruh apa yang tidak baik selamanya'. Dan engkau sendiri tahu wahai Muhammad, siapa yang sering menoleh dalam shalatnya, Allah akan memukul wajahnya. Jika ia menang atasku dalam hal shalat, ketika shalat sendirian, aku perintahkan dia untuk tergesa-gesa. Maka ia 'mencucuk' shalat seperti ayam mematuk biji-bijian dengan tergesa-gesa. Jika ia menang atasku, maka ketika shalat berjamaah aku cambuk dia dengan 'lijam' [cambuk] lalu aku angkat kepalanya sebelum imam mengangkat kepalanya. Aku letakkan ia hinggamendahului imam. Kamu tahu bahwa siapa yang melakukan itu, batal-lah shalatnya dan Allah akan mengganti kepalanya dengan kepala keledai pada hari kiyamat nanti. Jika ia masih menang atasku, aku perintahkan dia untuk mengacungkan jari- jarinya ketika shalat sehingga dia mensucikan aku ketika ia sholat. Jika ia masih menang, aku tiup hidungnya sampai dia menguap. Jika ia tidak menaruhtangan di mulutnya, syaithan masuk ke dalam perutnya dan dengan begitu ia bertambah rakus di dunia dan cinta dunia. Dia menjadi pendengar kami yang setia. Bagaimana umatmu bahagia sementara aku menyuruh orang miskin untuk meninggalkan shalat. Aku katakan kepadanya,' Shalat tidak wajib atasmu. Shalat hanya iwajibkan atas orang-orang yang mendapatkan ni'mat dari Allah'. Aku katakan
kepada orang yang sakit :" Tinggalkanlah shalat, sebab ia tidak wajib atasmu. Shalat hanya wajib atas orang yang sehat, karena Allah berkata :" Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, ......... Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. 24:61) Tidak ada dosa bagi orang yang sakit. Jika kamu sembuh, kamu harus shalat yang diwajibkan". Sampai dia mati dalam keadaan kafir. Jika dia mati dan meninggalkan shalat ketika sakit, dia bertemu Tuhan dan Tuhan marah kepadanya. Wahai Muhammad, jika aku bohong dan ngawur, maka mintalah kepada Tuhan untuk membuatku jadi pasir. Wahai Muhammad, bagaimana engkau bahagia melihat umatmu, sementara aku mengeluarkan seper-enam umatmu dari Islam.
Nabi berkata :" Wahai terlaknat, siapa teman dudukmu ?". Iblis :" Pemakan riba". Nabi :" Siapa teman kepercayaanmu [shadiq] ?".Iblis :" Pe-zina". Nabi :" Siapa teman tidurmu ?". Iblis :" Orang yang mabuk".
Nabi :" Siapa tamumu ?". Iblis :" Pencuri". Nabi:" Siapa utusanmu ?". Iblis :"Tukang Sihir". Nabi :" Apa kesukaanmu ?". Iblis :" Orang yang bersumpah cerai". Nabi :"Siapa kekasihmu ?". Iblis :"Orang yang meninggalkan shalat Jum'at". Nabi :"Wahai terlaknat, siapa yang memotong punggungmu ?". Iblis :"Ringkikan kuda untuk berperang di jalan Allah". Nabi :" Apa yang melelehkan badanmu ?". Iblis:"Tobatnya orang yang bertaubat". Nabi:"Apa yang menggosongkan [membuat panas] hatimu ?". Iblis:" Istighfar yang banyak kepada Allah siang-malam. Nabi:" Apa yang memuramkan wajahmu (membuat merasa malu dan hina)?". Iblis:" Zakat secara sembunyi-sembunyi". Nabi:" Apa yang membutakan matamu ?". Iblis :" Shalat diwaktu sahur [menjelang shubuh]". Nabi:" Apa yang memukul kepalamu ?". Iblis:" Memperbanyak shalat berjamaah". Nabi:" Siapa yang paling bisa membahagiakanmu ?". Iblis :" Orang yang sengaja meninggalkan shalat". Nabi:" siapa manusia yang paling sengsara [celaka] menurutmu?". Iblis:"Orang kikir / pelit".
Nabi:" Siapa yang paling menyita pekerjaanmu [menyibukkanmu] ?". Iblis:" Majlis-majlis ulama". Nabi:" Bagaimana kamu makan ?". Iblis:"Dengan tangan kiriku dan dengan jari-jariku". Nabi:"Dimana kamu lindungkan anak-anakmu ketika panas ?". Iblis:" Dibalik kuku-kuku manusia". Nabi:" Berapa keperluanmu yang kau mintakan kepada Allah ?". Iblis:" Sepuluh perkara". Nabi:" Apa itu wahai terlaknat ?".
Iblis :" Aku minta kepada-Nya untuk agar saya dapat berserikat dalam diri Bani Adam, dalam harta dan anak-anak mereka. Dia mengijinkanku berserikat dalam kelompok mereka. Itulah maksud firman Allah :
Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka. (QS. 17:64) Setiap harta yang tidak dikeluarkan zakatnya maka saya ikut memakannya. Saya juga ikut makan makanan yang bercampur riba dan haram serta segala harta yang tidak dimohonkan perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Setiap orang yang tidak memohon perlindungan kepada Allah dari syaithan ketika bersetubuih dengan istrinya maka syaithan akan ikut bersetubuh. Akhirnya melahirkan anak yang mendengar dan taat kepadaku. Begitu pula orang yangnaik kendaraan dengan maksud mencari penghasilan yang tidak dihalalkan, maka saya adalah temannya. Itulah maksud firman Allah :" ....... , dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki ...... (QS. 17:64) . Saya memohon kepada-Nya agar saya punya rumah, maka rumahku adalah kamar-mandi. Saya memohon agar saya punya masjid, akhirnya pasar menjadimasjidku. Aku memohon agar saya punya al-Qur'an, maka syair adalah l-Qur'anku. Saya memohon agar punya adzan, maka terompet adalah panggilan adzanku. Saya memohon agar saya punya tempat tidur, maka orang-orang mabuk adalah tempat tidurku. Saya memohon agar saya punya teman-teman yang menolongku, maka maka kelompok al-Qadariyyah menjadi teman-teman yang membantuku. Dan saya memohon agar saya memiliki teman-teman dekat, maka orang-orang yang menginfaq-kan harta kekayaannya untuk kemaksiyatan adalah teman dekat-ku. Ia kemudian membaca ayat : Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. (QS. 17:27) Rasulullah berkata :" Andaikata tidak setiap apa yang engkau ucapkan didukung oleh ayat-ayat dari Kitabullah tentu aku tidak akan membenarkanmu". Lalu Iblis meneruskan :" Wahai Muhammad, saya memohon kepada Allah agar saya bisa melihat anak-cucu Adam sementara mereka tidak dapat melihatku. Kemudian Allah menjadikan aku dapat mengalir melalui peredaran darah mereka. Diriku dapat berjalan kemanapun sesuai dengan kemauanku dan dengan cara bagaimanapun. Kalau saya mau, dalam sesaatpun bisa. Kemudian Allah berfirman kepadaku :" Engkau dapat melakukan apa saja yang kau minta". Akhirnya saya merasa senang dan bangga sampai hari kiamat. Sesungguhnya orang yang mengikutiku lebih banyak daripada yang mengikutimu. Sebagian besar anak-cucu Adam akan mengikutiku sampai hari kiamat. Saya memiliki anak yang saya beri nama Atamah. Ia akan kencing di telinga seorang hamba ketika ia tidur meninggalkan shalat Isya. Andaikata tidak karenanya tentu ia tidak akan tidur lebih dahulu sebelum menjalankan shalat. Saya juga punya anak yang saya beri nama Mutaqadhi. Apabila ada seorang hamba melakukan ketaatan ibadah dengan rahasia dan ingin menutupinya, maka anak saya tersebut senantiasa membatalkannya dan dipamer-kan ditengah-tengah manusia sehingga semua manusia tahu. Akhirnya Allah membatalkan sembilan puluh sembilan dari seratus pahala-Nya sehingga yang tersisa hanya satu pahala, sebab, setiap ketaatan yang dilakukan secara rahasia akan diberi seratus pahala. Saya punya anak lagi yang bernama Kuhyal. Ia bertugas mengusapi celak mata semua orang yang sedang ada di majlis pengajian dan ketika khatib sedang memberikan khutbah, sehingga, mereka terkantuk dan akhirnya tidur, tidak dapat mendengarkan apa yang dibicarakan para ulama. Bagi mereka yang tertidur tidak akan ditulis pahala sedikitpun untuk selamanya. Setiap kali ada perempuan keluar pasti ada syaithan yang duduk di pinggulnya, ada pula yang duduk di daging yang mengelilingi kukunya. Dimana mereka akan menghiasi kepada orang-orang yang melihatnya. Kedua syaithan itu kemudian berkata kepadanya,' keluarkan tanganmu'. Akhirnya ia mengeluarkan tangannya, kemudian kukunya tampak, lalu kelihatan nodanya. Wahai Muhammad, sebenarnya saya tidak dapat menyesatkan sedikitpun, akan tetapisaya hanya akan mengganggu dan menghiasi. Andaikata saya memiliki hak dan kemampuan untuk menyesatkan, tentu saya tidak akan membiarkan segelintir manusia-pun di muka bumi ini yang masih sempat mengucapkan " Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya", dan tidak akan ada lagi orang yang shalat dan berpuasa. Sebagaimana engkau wahai Muhammad, tidak berhak memberikan hidayat sedikitpun kepada siapa saja, akan tetapi engkau adalah seorang utusan dan penyampai amanah dari Tuhan. Andaikata engkau memiliki hak dan kemampuan untuk memberi hidayah, tentu engkau tidak akan membiarkan segelintir orang-pun kafir di muka bumi ini. Engkau hanyalah sebagai hujjah [argumentasi] Tuhan terhadap makhluq-Nya. Sementara saya adalah hanyalah menjadi sebab celakanya orang yang sebelumnya sudah dicap oleh Allah menjadi orang celaka. Orang yang bahagia dan beruntung adalah orang yang dijadikan bahagia oleh Allah sejak dalam perut ibunya, sedangkan orang yang celakaadalah orang yang dijadikan celaka oleh Allah sejak dalam perut ibunya. Kemudian Rasulullah SAW membacakan firman dalam QS Hud : Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, (QS. 11:118) kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Rabbmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan; sesungguh-nya Aku akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (QS. 11:119) dilanjutkan dengan : Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang
telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (QS. 33:38)". Kemudian Rasulullah berkata lagi kepada Iblis : " Wahai Abu Murrah [Iblis], apakah engkau masih mungkin bertaubat dan kembali kepada Allah, sementara saya akan menjamin-mu masuk surga".
Ia iblis menjawab :" Wahai Rasulullah, ketentuan telah memutuskan dan Qalam-pun telah kering dengan apa yang terjadi seperti ini hingga hari kiamat nanti. Maka Maha Suci Tuhan, yang telah menjadikanmu sebagai tuan para Nabi dan Khatib para penduduk surga. Dia, telah memilih dan meng-khususkan dirimu. Sementara Dia telah menjadikan saya sebagai tuan orang-orang yang celaka dan khatib parapenduduk neraka. Saya adalah makhluq celaka lagi terusir. Ini adalah akhir dari apa yang saya beritahukan kepadamu dan saya mengatakan yang sejujurnya". Segala puji hanya milik Allah SWT , Tuhan Semesta Alam, awal dan akhir, dzahir dan bathin. Semoga shalawat dan salam sejahtera tetap selalu diberikan kepada seorang Nabi yang Ummi dan kepada para keluarga dan sahabatnya serta para Utusan dan Para Nabi.

Tuesday, September 29, 2009

Iblis Yang DiLaknat Allah

Selasa, 10 Syawal 1430H - IBLIS juga makhluk, cuma ia dicipta daripada api, lebih awal daripada manusia. Disebabkan dengkinya dan berasa diri lebih mulia, ia tidak mahu mematuhi perintah Tuhan supaya memberikan penghormatan kepada Nabi Adam. Disebabkan sikapnya yang begitu bongkak sehingga mengingkari perintah Tuhan, ia menjadi hamba yang kafir dan disediakan kepadanya neraka yang tidak terperi azabnya. Sifat takabur inilah yang merupakan keingkaran pertama makluk kepada Allah dan sifat takabur ini naklah dijauhkan oleh mereka yang beriman kepada Allah SWT.
“ Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat. “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudnya mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. “ (Al Baqarah 2:34 )
Ia menerima ketentuan itu walaupun mengetahui akan dimasukkan ke dalam neraka. Justeru, ia mencari teman daripada keturunan Adam iaitu manusia dengan meminta dua perkara daripada Allah: agar diberikan usia yang panjang iaitu tidak mati sehingga Hari Kiamat dan dibolehkan menggoda semua manusia sepanjang masa.Perkara ini ada diceritakan dalam al-Quran.
“Setelah selesai kejadian Adam, maka sujudlah sekalian malaikat, semuanya sekali. Melainkan Iblis. Ia enggan turut bersama mereka yang sujud. Allah berfirman: “Hai Iblis, apa sebabnya engkau tidak turut bersama mereka yang sujud itu?” Iblis menjawab: “Aku tidak patut sujud kepada manusia yang Engkau jadikan dia dari tanah liat yang kering, berasal dari tanah lumpur yang berbentuk.” Allah berfirman: “Kalau demikian, keluarkanlah engkau daripadanya kerana sesungguhnya engkau dari sekarang ke masa depan adalah terkutuk.“Dan sesungguhnya engkau ditimpa laknat terus-menerus hingga ke hari kiamat.” Iblis berkata: “Wahai Tuhanku! Jika demikian, berilah tempoh kepadaku hingga hari mereka dibangkitkan.”Allah berfirman: “Maka sesungguhnya engkau daripada golongan yang diberi tempoh. Hingga ke hari masa yang termaklum.” Iblis berkata: “Wahai Tuhanku! Kerana Engkau telah me nyesatkan aku, maka sungguh aku akan perhiaskan kejahatan kepada manusia di dunia ini dan aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-Mu yang yang ikhlas di antara mereka.”Allah berfirman: “Inilah satu jalan yang lurus, yang tetap Aku memeliharanya. Sesungguhnya hamba-Ku, tidaklah ada bagimu kuasa untuk menyesatkan mereka, kecuali sesiapa yang menurutmu dari orang yang sesat.” (al-Hijr:30-42)
Iblis pandai memujuk rayu untuk menyesatkan manusia, datang pada setiap waktu dari pelbagai penjuru, malah dapat memasuki badan manusia, sehingga berjalan di dalamnya seperti mengalirnya darah, bersembunyi dalam hati dan tinggal dalam akal manusia.
Nabi Muhammad s.a.w bersabda maksudnya: “Sesungguhnya syaitan (iblis) berjalan pada manusia di pembuluh darah (semua yang boleh dilalui darah).” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Apabila ia di hati, manusia akan menjadi was-was dan khuatir tidak menentu dalam perkara kebaikan, malah mem benci kebaikan dan gemar kepada yang salah. Jika ia bersarang di akal, manusia asyik memikirkan ke untungan peribadi sahaja, tanpa mempedulikan hak dan kebajikan orang lain. Demikian juga jika ia bertempat dalam badan atau anggota badan manusia, membuatkan manusia lebih suka kepada kemungkaran, benci kepada ketaatan, gemar kepada perkara yang bertentangan dengan kebenaran.
Semua manusia termasuk rasul, nabi, ilmuan dan cendekiawan didatangi iblis, dirayu dan mahu disesatkan seboleh-bolehnya. Nabi Adam dapat dirayu oleh iblis hingga membuatkannya terkeluar dari taman keindahan.Iblis juga memujuk rayu putera Nabi Adam, Qabil sehingga beliau membunuh saudaranya Habil. Hati Zulaikha juga dimasuki iblis hingga merayu Nabi Yusuf. Qarun yang kaya-raya juga tewas dengan pujuk rayu iblis hingga membuatkan beliau berasa sombong, tidak mahu mentaati perintah Allah sehingga beliau dan kekayaannya ditelan bumi. Sehingga hari ini apabila terjumpa harta benda di perut bumi, manusia menggelarkannya harta karun sempena nama Qarun. Sesungguhnya Qarun adalah manusia yang dikutuk dan dihina oleh Allah seperti yang diceritankan dalam Al Quran. Oleh itu kita tak sepatutnya menggunakan nama Qarun seperti mengadakan aktiviti mencari harta Qarun yang dihina oleh Allah.
Tujuan iblis ialah supaya manusia mengikuti jejaknya, tidak mentaati Allah dan melanggar segala perintah-Nya sehingga sama-sama memasuki neraka. “Dan sesungguhnya neraka jahanam itu, tempat yang dijanjikan bagi sekalian mereka yang menurutmu.” (al-Hijr:43)
Kelicikan iblis dapat mengaburi manusia jika imannya pudar, luntur dan tidak dibajai dengan mengingati Allah. Tetapi mereka yang terpedaya dengan iblis semestinya menyesal kemudian hari walaupun pada peringkat awal dibuai keseronokan.
Dalam menghadapi orang beribadat misalnya, iblis berusaha menampakkan perbuatan yang baik, malah berpura-pura turut bersolat. Ia turut sama melakukan rukun dan perkara sunat dalam solat, tetapi lama-kelamaan ia cuba bertenggek di hati orang terbabit.Tindakan iblis itu menyebabkan orang terbabit berasa was-was terhadap ibadat yang dilakukan, malah disebabkan terpengaruh dengannya sama ada sedar atau tidak, setiap pergerakan rukun dipandang remeh sehingga kadangkala tidak begitu sempurna.
Bagi suami yang rajin beribadat juga iblis tidak lupa membisikkan tipu dayanya supaya hanya beribadat tanpa melakukan pekerjaan untuk menyara kehidupan keluarga, anak dan isteri. Begitu juga si isteri, dibisikkan supaya sentiasa berasa tidak cukup dengan pemberian suami.
Si miskin ditanamkan iblis rasa kebencian dan iri hati kepada orang berharta sehingga berasa tidak yakin dengan keadilan Allah.
Mereka yang hartawan juga dipengaruhi kononnya semua harta terbabit adalah diri sendiri yang punya, jadi tidak perlu diagihkan kepada fakir miskin.Pendek kata semua manusia tidak terlepas daripada godaan, pujuk rayu dan pengaruh iblis. Cuma bezanya ialah sesetengah mereka yang kuat iman dapat melepasi godaan itu, manakala yang lemah iman terjerumus ke dalam perangkapnya.
Ikuti salah satu kisahnya berikut ini. Saat terjadi banjir besar, Allah memerintahkan pada Nabi Nuh untuk naik ke kapal yang telah dibuatnya beserta para pengikut setia dan hewan-hewan yang berpasangan. Tiba-tiba ia melihat seorang lelaki tua yang tidak dikenal. “Untuk apa kamu naik kapal ini?”, tanya Nuh.
Aku berada disini untuk memengaruhi para pengikutmu agar hati mereka bersamaku, sementara tubuhnya bersamamu. Nuh berkata, “keluarlah kamu dari kapal ini, kamu adalah makhluk terlaknat!”
Iblis pun berkata, “baiklah Nuh, aku akan turun, tapi aku ingin berkata sesuatu padamu wahai Nuh. Ada lima hal yang perlu kau ketahui, namun aku akan memberitahukanmu tiga saja, dan yang dua aku rahasiakan.” Lalu Allah mewahyukan pada Nuh untuk meminta yang dua yang dirahasiakan tersebut. “Apa yang dua itu hai Iblis?” Dua hal yang membinasakan manusia adalah keinginan yang berlebihan (nafsu berlebihan) dan kedengkian-nya. Karena keinginan yang berlebihan tersebutlah Adam dan Hawa diusir dari surga dan karena kedengkian-lah Aku terusir pula dari surga (HR. Abu Daud).

Monday, September 28, 2009

Berkerja Itu Ibadah

Isnin, 9 Syawal 1430H - Kerja merupakan” kesungguhan yang dilaksanakan oleh manusia bagi mendapatkan upah atau ganjaran”.Manakala ibadah bermaksud” kepatuhan dari ketaatan kita kepada ketinggian dan kekuasaan Allah yang diiringi kesanggupan menyerah diri kepadanya”. Apabila digabungkan ,ia bolehlah diertikan sebagai tugas atau tanggungjawab untuk meraih pendapatan dan keredhaan Allah.
Allah Taala berfirman dalam surah AtTaubah ayat 105 yang bermaksud: “Katakanlah(Wahai Muhammad):”Beramallah kamu(akan segala yang diperintahkan), maka Allah dan RasulNya serta orang yang beriman akan melihat apa yang kamu kerjakan; dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui perkara-perkara yang ghaib dan yang nyata, kemudian dia memberitahu kepada kamu apa yang kamu telah kerjakan”
Allah Taala berfirman dalam surah Al Jumaah ayat 10 yang bermaksud: “Kemudian setelah selesai solat,maka bertebaranlah kamu di mukabumi (untuk menjalankan urusan masing-masing), dan carilah limpah kurniaan Allah, serta ingatlah Allah sebanyak-banykanya(dalam setiap keadaan), supaya kamu berjaya(di dunia dan akhirat)."
Bekerja bukan hanya keperluan hidup, tapi juga kewajiban. Berpahala jika dilakukan, berdosa kalau ditinggalkan. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa seorang lelaki dari kaum Anshar datang menghadap Rasulullah saw dan meminta sesuatu kepada beliau. Rasulullah saw bertanya, “Adakah sesuatu di rumahmu?”“Ada, ya Rasulullah!” jawabnya, “Saya mempunyai sehelai kain tebal, yang sebagian kami gunakan untuk selimut dan sebagian kami jadikan alas tidur. Selain itu saya juga mempunyai sebuah mangkuk besar yang kami pakai untuk minum.”
“Bawalah kemari kedua barang itu,” sambung Rasulullah saw. Lelaki itu membawa barang miliknya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Setelah barang diterima, Rasulullah saw segera melelongnya kepada para sahabat yang hadir pada saat itu, beliau menawarkan pada siapa yang mahu membeli. Salah seorang sahabat menawar kedua barang itu dengan harga satu dirham. Tetapi Rasulullah menawarkan lagi, barangkali ada yang sanggup membeli lebih dari satu dirham, “Dua atau tiga dirham?” tanya Rasulullah kepada para hadirin sampai dua kali. Inilah lelongan pertama kali yang dilakukan Rasulullah.
Tiba-tiba salah seorang sahabat menyahut, “Saya beli keduanya dengan harga dua dirham.” Rasulullah menyerahkan kedua barang itu kepada si pembeli dan menerima wangnya. Wang itu lalu diserahkan kepada lelaki Anshar tersebut, seraya berkata, “Belikan satu dirham untuk keperluanmu dan satu dirham lagi belikan sebuah kapak dan engkau kembali lagi ke sini.”
Tak lama kemudian orang tersebut kembali menemui Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah saw melengkapi kapak itu dengan membuatkan gagangnya terlebih dahulu, lantas berkata, “Pergilah mencari kayu bakar, lalu hasilnya kamu jual di pasar, dan jangan menemui aku sampai dua pekan.”

Lelaki itu taat melaksanakan perintah Rasulullah. Setelah dua pekan berlalu ia menemui Rasulullah melaporkan hasil kerjanya. Lelaki itu menuturkan bahwa selama dua pekan ia berhasil mengumpulkan wang sepuluh dirham setelah sebagian dibelikan makanan dan pakaian. Mendengar penuturan lelaki Anshar itu, Rasulullah bersabda, “Pekerjaanmu ini lebih baik bagimu daripada kamu datang sebagai pengemis, yang akan membuat cacat di wajahmu kelak pada hari kiamat.”
Rasulullah saw memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi keperluan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Bekerja dalam Islam menempati posisi yang teramat mulia. Islam sangat menghargai orang yang bekerja dengan tangannya sendiri. Rasulullah saw pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik,” (HR Ahmad dan Baihaqi).
Sedemikian tingginya penghargaan itu sehingga orang yang bersungguh-sungguh bekerja disejajarkan dengan mujahid fi sabilillah. Kerja tak hanya menghasilkan nafkah materi, tapi juga pahala, bahkan maghfirah dari Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda, “Jika ada seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu pun di jalan Allah. Tetapi jika ia bekerja untuk berpamer atau bermegah-megahan, maka itulah ‘di jalan setan’ atau karena mengikuti jalan setan,” (HR Thabrani).
Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya. Sebaliknya, orang yang tidak bekerja alias menganggur, selain kehilangan martabat dan harga diri di hadapan dirinya sendiri, juga di hadapan orang lain. Jatuhnya harkat dan harga diri akan menjerumuskan manusia pada perbuatan hina. Tindakan mengemis, merupakan kehinaan, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah SWT. Orang yang meminta-minta kepada sesama manusia tidak saja hina di dunia, tapi juga akan dihinakan Allah kelak di akhirat.
Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi keperluannmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain,” (HR Bukhari dan Muslim).
Bekerja juga berkait dengan kesucian jiwa. Orang yang sibuk bekerja tidak akan ada waktu untuk bersantai-santai dan melakukan ghibah serta membincangkan orang lain. Ia akan menggunakan waktunya untuk meningkatkan produktiviti dan kualiti kerja. Setiap Muslim yang berkemampuan wajib hukumnya bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.Abu Hanifah adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati. Ilmunya luas dan muridnya banyak. Di tengah kesibukannya belajar dan mengajar, ia masih menyempatkan diri untuk bekerja sehingga tidak jelas apakah ia seorang pedagang yang ulama atau ulama yang pedagang. Baginya, berusaha itu suatu keharusan. Sedangkan berjuang, belajar dan mengajarkan ilmu itu juga kewajiban.Tentang nilai usaha ini, Islam tidak hanya bicara dalam tataran teori, tapi juga memberikan contohnya. Rasulullah saw adalah seorang pekerja. Para sahabat yang mengelilingi beliau juga adalah para pekerja. Delapan sahabat Rasulullah saw yang dijamin masuk surga adalah para saudagar yang kaya.Kenapa orang yang bekerja itu mendapatkan pahala di sisi Allah SWT? Jawabannya sederhana, karena bekerja dalam konsep Islam merupakan kewajiban atau fardhu. Dalam kaedah fiqh, orang yang menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala, sedangkan mereka yang meninggalkannya akan berdosa.
Tentang kewajiban bekerja, Rasulullah bersabda, “Mencari rezeki yang halal itu wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan sebagainya),” (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi)
Karena bekerja merupakan kewajiban, maka tak heran jika Umar bin Khaththab pernah menghalau orang yang berada di masjid agar keluar untuk mencari nafkah. Umar r.a tak suka melihat orang yang pada siang hari tetap asyik duduk di masjid, sementara siang mentari sudah terpancar bersinar.
Sesuatu kerja itu dikategorikan sebagai ibadah apabila ia bekerja untuk:
1. Bekerja untuk keperluan diri. Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Jika pergi sesorang di antara kamu pada tengahari untuk mengambil kayu bakar dibelakangnya, sehingga dia dapat bersedekah darinya dan mencegah daripada meminta-minta maka yang demikian adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang lain sama ada diberi atau tidak kerana tangan yang di atas adalah lebih baik daripada tangan yang dibawah, mulailah daripada yang terdekat.”
2. Bekerja untuk keperluan keluarga. Rasulullah S.A.W bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat cintakan kepada orang mu’min yang bekerja (Hadiht)”.
3. Bekerja untuk keperluan masyarakatUmum mengetahui tidak semua manusia mempunyia kepakaran dalam semua bidang. Untuk itu kemahiran individu dapat menyumbang kepada kesejahteraan masyarakat yang diklasifikasikan sebagai tuntutan fardhu kifayah sebagai menepati firman Allah yang bermaksud: “Bertanyalah pada orang yang lebih tahu jika kamu tidak mengetahui.”
4. Bekerja untuk memakmurkan bumi AllahPekerjaan yang kita lakukan mempunyai hubungan kait yang rapat dengan unsur kehidupan manusia didunia selain memelihara segala nikmat Allah yang dikurniakan dimuka bumi ini.

Manakala cirri-ciri kerja itu, dianggap sebagai ibadah apabila memenuhi perkara berikut:-
a) Niat kerana Allah
b) Berteraskan Iman dan taqwa
c) Tidak meninggalkan yang wajib
d) Mendapat ganjaran dunia dan akhirat
Namum sesuatu kerja itu dianggap sebagai ibadah apabila :-
a) Pekerjaan itu mestilah perbuatan yang harus atau boleh dikerjakan menurut syara’
b) Pekerjaan yang disertakan dengan niat dan diredhai Allah
c) Pekerjaan yang dilaksanakan dengan tekun, cekap dan bersungguh-sungguh
d) Pekerjaan berasaskan prinsip syariah seperti amanah, adil dan bertanggungjawab
e) Menghasilkan kerja yang berkualiti

Thursday, September 17, 2009

Kesempurnaan Ramadhan Al-Mubarak

Khamis, 27 Ramadhan 1430H - Ibn Abbas ra. berkata bahawa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda : “ Sesungguhnya Jannah diberikan keharuman dengan bau-bauan yang tersangat harum pada bulan Ramadhan. Sejak permulaan tahun hinggalah keakhirnya dihiasi dengan terang benderang bagi menyambut kedatangan bulan yang diberkati ini. Dan apabila munculnya malam pertama Ramadhan, satu tiupan angin datang daripada bawah Arasy. Ia dikenali sebagai “Muthirah” dan menyebabkan dedaunan pohon-pohon Jannah bergeseran dan gagang pintu bergetar lalu menghasilkan suatu bunyian yang lunak merdu yang belum pernah didengar sebelumnya.

Maka muncullah “hurul ain”( bidadari syurga bermata jeli) ke tengah-tengah anjung Jannah sambil menyeru: “Adakah sesiapa yang berdoa kepada Allah agar kami dikahwinkan dengannya?” Kemudian bidadari ini pun berkata: “Wahai Ridhwan, penjaga Jannah, malam apakah ini ?” Beliau pun menjawab dengan talbiyah “Labbaik”. Sesungguhnya inilah malam pertama Ramadhan, dimana pintu-pintu Jannah dibukakan kepada orang-orang berpuasa daripada umat Nabi Muhammad SAW.”

Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda: “ Allah berfirman, wahai Ridhwan bukalah pintu-pintu Jannah. Wahai Malik, penjaga jahannam tutuplah pintu-pintu jahannam kepada mereka yang berpuasa daripada umat Nabi Muhammad SAW. Wahai Jibril, turunlah ke bumi dan ikatlah semua syaitan yang durjana, rantailah mereka serta campakkan ke lautan agar mereka tidak membuat kacau ke atas umat kekasihKu Muhammad SAW yang sedang berpuasa. Allah memerintah seorang penyeru daripada langit supaya menyeru tiga kali dalam setiap malam Ramadhan: “Adakah sesiapa yang memohon kepadaKu agar aku memandangnya dengan rahmatKu? Adakah sesiapa yang memohon keampunan kepadaKu agar Aku ampunkannya ? Siapakah yang mahu memberi pinjaman kepadaNya yang kekayaanNya tidak sedikit pun berkurangan dan Dia yang akan membayar kembali tanpa sedikit pun haknya dizalimi.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda selanjutnya : “Setiap hari pada masa iftar (berbuka), Allah akan membebaskan seribu jiwa daripada api neraka jahannam yang wajib sebelumnya menerima azab neraka. Pada malam terakhir bulan Ramadhan Allah memerdekakan sebanyak-banyaknya sebagaimana Dia telah bebaskan sejak dari awal hingga akhirnya ( sepanjang Ramadhan ).

Pada malam Qadar ( Lailatul Qadar ) Allah Azzawajalla menerintahkan Jibril alaihi salam turun ke bumi bersama-sema dengan sekumpulan besar malaikat. Mereka turun dengan membawa bendera hijau yang dipacakkan dipuncak Kaabah. Jibril yang mempunyai enam ratus sayap, pada malam ini hanya mengembangkan dua buah sayap sahaja. Dua sayapnya ini dikembangkan sehingga mencakup daripada Timur ke Barat. Kemudian Jibril as. mengerahkan para malaikat ke segala arah untuk memberi salam kepada seorang yang sedang berdiri, duduk dalam keadaan solat dan zikirullah.

Mereka berjabat tangan dan mengaminkan segala doa mereka sehinggalah munculnya fajar. ( Apabila menjelang fajar ) Jibirl as. pun menyeru: “Berpisahlah malaikat berpisahlah.” Para malaikat pun bertanya: Wahai, Jibirl apakah yang akan Allah lakukan terhadap keperluan orang-orang yang taat di kalangan umat Muhammad SAW?” Jibril as menjawab: “Allah memandang mereka dengan rahmat serta mengampuni mereka kecuali tiga jenis manusia.

Maka kami ( para sahabat ) pun bertanya kepada Rasulullah SAW: “Siapakah mereka, ya Rasulullah ? “ Rasulullah SAW menjawab: “Mereka yang mabuk arak, mereka yang tidak taat kepada kedua ibubapa, mereka yang memutuskan tali silaturrahim dengan saudara terdekat, dan mereka yang mendendami ( musyaahin) saudara mereka.” Kami pun bertanya siapakah “musyaahin? “ Musyaahin ialah “musorin” ( yang memutuskan perhubungan dengan mereka ).” Dan Kemudian tibalah malam Aidil Fitri, malam yang dikenal sebagai “Lailatul Jaa izah “ ( Malam pengurniaan hadiah)

Pada pagi Aidil Fitri Allah menghantar para malaikat ke bumi dan mereka pergi ke setiap tempat setiap lorong dan jalan menyeru dengan suara yang hanya didengari oleh semua makhluk kecuali manusia dan jin: “ Wahai umat Muhammad SAW keluarlah menuju kepada “Rabbin Karim” ( Roh yang Maha Mulia) yang akan mengurniakan sebanyak-banyaknya dan mengampunkan dosa-dosamu yang besar. Apabila mereka pergi menunju ke tempat solat mereka, Allah pun berfirman kepada malaikatNya : “ Apakah ganjaran bagi seorang yang telah menyempurnakan khidmatnya.?” Para Malaikat pun menjawab: “Tuhan kami bahawa ganjarannya adalah upah yang sepenuhnya. Kemudian Allah berfirman :”Maka Aku bersaksi kepada kamu, wahai malaikatKu kerana mereka telah berpuasa pada bulan Ramadhan dan mendirikan malam dengan solat dan ibadah yang lain, maka Aku mengurniakan mereka dengan keredhaanKu dan keampunanKu. Wahai hamba-hambaKu, pohonlah sekarang, bahawa demi kemuliaan dan kebesaranKu pasti Aku berikan hajat-hajatmu di perjumpaan ini mengenai hajat-hajat akhiratmu.

Mengenai hajat duniamu akan Ku perhatikan dengan sewajarnya. Demi kemuliaanKu, Aku bersumpah selagi kamu mentaati perintah-perintahKu, Aku akan menutupi kesalahan-kesalahanmu. Demi kemuliaan dan kebesaraanKu, Aku bersumpah bahawa tidak akan Aku hinakan kamu didepan orang yang melanggar batasan dan kafir. Bertebaranlah sekarang daripada sini,dengan keadaan kamu diampunkan. Sesungguhnya kamu telah meredhakan Aku dan Aku pun telah redha kepadamu.”
Apabila melihat ganjaran dan kurniaan yang besar diberikan ke atas umat Muhammad SAW pada hari Aidil Fitri, para malaikat pun sangat gembira dan sukacita. ( Ya Allah, jadilah kami juga dikalangan mereka yang dirahmati itu. Amin )

Petikan daripada buku Hikmah & Fadhilat Ramadhan oleh M.Muhammad Zakariyya.

Wednesday, September 16, 2009

Puasa 6 Bulan Syawal

Rabu, 26 Ramadhan 1430H - Selepas menyambut Hari Raya Idulftri kita disarankan berpuasa 6 hari pada bulan Syawal setelah puasa wajib di bulan Ramadhan yang merupakan puasa Sunnah Mustahabbah, bukan wajib. Namun puasa ini sangat digalakkan kepada umat Muslim, kerana kebaikan yang banyak yang ada padanya dan pahalanya yang amat besar. Barangsiapa berpuasa 6 hari pada bulan Syawal (setelah berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan) akan dicatat baginya pahala seperti dia telah berpuasa selama satu tahun penuh, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sahih.
Abu Ayyuub (semoga Allah meridhoinya) meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan kemudian meneruskannya dengan 6 hari pada bulan Syawwal, maka seolah-olah dia berpuasa sepanjang hidupnya." (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nisaa'i dan Ibn Maajah). Nabi SAW menjelaskan hal ini kemudian beliau bersabda: "Barangsiapa berpuasa selama 6 hari setelah hari Raya Idhul Fitri bererti telah memenuhi tahun itu: (barangsiapa berbuat kebaikan [hasanah] akan mendapatkan 10 hasanah yang serupa dengannya)." Kalau seseorang itu melakukan 30 hari puasa Ramadan, setiap hari diganjari dengan 10 pahala, ia bermakna seseorang itu telah berpuasa 300 hari, ditambah dengan enam hari di bulan Syawal, ia akan menjadikan 360 hari bagaikan satu tahun pahala berpuasa.
Berdasarkan riwayat yang lain: "Allah telah membuat untuk setiap kebaikan (hasanah) 10 kebaikan (hasanah) yang serupa, maka satu bulan berpuasa adalah sama dengan sepuluh bulan berpuasa, dan dilanjutkan dengan berpuasa 6 hari bererti telah memenuhi sepanjang tahun." (al-Nisaa'i dan Ibnu Maajah. Lihat juga Sahih al-Targhib wa'l-Tarhib, 1/421). Hal ini juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzayman dengan kata-kata: "Berpuasa sebulan dalam bulan Ramadhan mendapatkan balasan 10 kali yang serupa, dan berpuasa selama 6 hari mendapatkan pahala bagaikan berpuasa selama 2 bulan, dan hal ini berarti berpuasa selama satu tahun penuh."
Madzab Hambali dan Syafi'i menjelaskan bahwa puasa 6 hari pada bulan Syawal setelah berpuasa Ramadhan membuatnya seolah-olah seseorang telah berpuasa selama satu tahun penuh, karena pelipatganda-an pahala berlaku pula terhadap puasa-puasa sunnah, karena setiap kebaikan (hasanah) di hitung sebagai 10 hasanah.
Hal lain yang menunjukkan pentingnya puasa 6 hari pada bulan Syawal adalah bahwa puasa sunnah ini akan menutup kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi dalam puasa di bulan Ramadhan, karena tidak seorangpun yang terbebas dari kelemahan-kelemahan yang boleh jadi berpengaruh pada puasanya. Pada hari berbangkit, amalan-amalan sunnah akan diperhitungkan untuk mengejar kelemahan-kelemahan dalam amalan-amalan wajib, sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Yang pertama kali akan dihisab pada hari berbangkit adalah Shalat. Robb kita, Yang Maha Mulia dan Maha Agung, akan berkata kepada malaikat-malaikat-Nya - meskipun Dia Maha Tahu - 'Periksalah sholat hamba-Ku, apakah sempurna ataukah tidak.' Apabila sempurna, akan dicatat sebagai sempurna, dan apabila ada kekurangannya, Dia akan berfirman, 'Periksa dan lihatlah apakah hamba-Ku telah melakukan sholat-sholat sunnah.' Jika dia telah melakukan sholat-sholat sunnah, (Allah) akan berfirman, Sempurnakan amalan wajib hamba-Ku dengan amalan-amalan sunnahnya.' Kemudian semua amalannya akan dihitung dengan cara yang sama." (diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Sabda Rasulullah SAW, yang bermaksud, " Sesiapa yang berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, keluar (dihapus) dosanya seolah-olah dia baru dilahirkan oleh ibunya.”
Bagi sesiapa yang mengqada'kan puasa fardhu dalam bulan Syawal akan mendapat puasa enam hari dalam bulan Syawal sekalipun dengan niat qada' sahaja. Sekiranya dia berniat qada' berasingan dengan niat puasa enam hari bulan Syawal itu adalah Afdhal.
Perlu diingat adalah haram berpuasa pada awal Syawal ( 1 Syawal ). Sehubungan dengan itu, hendaklah kita mengambil peluang pada awal syawal untuk memenuhi undangan dan berziarah. Puasa sunat enam hari bulan Syawal boleh dilakukan selepas 1 Syawal dan boleh dilakukan secara berturut-turut atau berasingan dalam bulan Syawal. Bagi seorang isteri perlu ia mendapatkan keizinan daripada suaminya terlebih dahulu atau sama-sama berbincang untuk melakukan puasa enam bersama-sama. Sekiranya dia didatangi tetamu hendaklah dia meraikan tetamunya. Sunat dia berbuka puasa sunat tersebut. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, yang bermaksud, “Sesiapa beriman dengan Allah dan Hari Qiamat maka muliakanlah tetamunya.” Ini kerana tetamu yang datang membawa rezeki kepada tuan rumah. Sabda Rasulullah SAW lagi, yang bermaksud, “Wahai manusia! Janganlah kamu membenci kehadiran tetamu. Sesungguhnya mereka datang membawa rezeki dan apabila keluar (pulang) membawa dosa ahli rumah tersebut keluar.”

Tuesday, September 15, 2009

Adab Besafar / Berpergian Jauh

Selasa, 25 Ramadhan 1430H - 1. Doa-doa ketika bersafar .Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah senantiasa membiasakan berdoa dan berdzikir. Musafir mengucapkannya dimulai sejak meletakkan kakinya di kendaraannya sampai ia kembali ke tempat semula. Di antara doa-doanya adalah:
Doa ketika naik kendaraan .“Aku menyaksikan Ali -Radhiallahu ‘anhu-saat didatangkan unta kepadanya sampai ia menaikinya. Ketika ia meletakkan kakinya di ontanya ia berdoa: “ Dengan menyebut nama Allah.” Kemudian membaca doa: “Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnyalah kepada Rabb kami, kami akan kembali ” (Az-Zukhruf: 13-14).
Kemudian beliau mengucapkan: “Segala puji hanya bagi Allah “.Sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mengucapkan: “Allah Maha Besar.” Sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mengucapkan: “Maha Suci Engkau Ya Allah, sesungguhnya aku telah berbuat zhalim terhadap diriku, maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang akan mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau”.
Kemudian beliau tertawa, maka ditanyakan kepada beliau: “Wahai Amirul Mukminin, apa yang menyebabkan anda tertawa?
Ali berkata: “Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berbuat demikian sebagaimana aku lakukan, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa”. Lalu saya bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan anda tertawa? “
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Rabbmu takjub dengan hamba-Nya jika ia berdoa memohon ampun kepada-Ku dari dosa-dosanya, sementara ia mengetahui bahwa tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosanya selain diri-Ku’.”
Doa ketika berangkat dan pulang dari safar .Ibnu Umar -Radhiallahu ‘anhuma- meriwayatkan , bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika telah di atas onta beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi safar, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir sebanyak tiga kali. kemudian berdoa: “Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnyalah kepada Rabb kami, kami akan kembali ” ( QS. Az-Zukhruf: 13-14)
Ya Allah, sungguh kami memohon kepada Engkau dalam safar ini kebaikan dan ketaqwaan, dan amalan-amalan yang Engkau ridhai. Ya Allah, berilah kemudahan bagi kami dalam safar kami ini, dekatkanlah jaraknya bagi kami sesudahnya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan dalam safarku dan pemandangan yang menyedihkan, dan dari kembalian yang buruk pada harta dan keluargaku
Dan apabila beliau kembali dari safar beliau mengucapkan kembali doa tersebut dan menambahkannya dengan ucapan: “ Sebagai orang-orang yang kembali, bertaubat dan beribadah, lalu kepada Rabb kami, kami memuji”. Juga diriwayatkan dari Ibnu Umar -radhiallahu ‘anhuma- beliau berkata: “ Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan kafilah untuk pergi berperang, atau berhaji atau umrah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir sebanyak tiga kali pada setiap melewati jalan yang menaik, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:
“Tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selalin Allah. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah yang memiliki kekuasaan dan bagi-Nyalah, segala pujian hanya bagi-Nya dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Aku bertaubat dengan sepenuh taubat, aku termasuk orang-orang yang beribadah dan sujud kepada-Nya dan hanya kepada Rabb kami mereka memuji. Maha benar Allah dengan segala janjinya, yang senantiasa menolong hamba-hamba-Nya dan Dia-lah satu-satunya yang akan mengalahkan musuh-musuhnya.”
Dzikir ketika berada di atas bukit, lereng dan lembah
Dalam hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma yang telah lewat- bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada akhir haditsnya: “Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama tentara-tentara beliau berada di atas bukit mereka bertakbir dan jika mereka sedang menuruni lereng mereka bertasbih. Maka akupun mengucapkan doa seperti itu.”
Doa ketika mendekati suatu daerah atau selainnya
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah-: “ Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekati suatu daerah dan beliau ingin memasukinya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:
Ya Allah Rabb tujuh lapis langit dan setiap yang dinaunginya, Rabb tujuh lapis bumi dan setiap yang memnghuninya, Rabb Syaithan-syaithan dan setiap yang tersesat karena
godaannya dan Rabb angin dan semua yang ditaburkan olehnya. Aku memohon kepada Engkau kebaikan dari desa ini dan kebaikan penduduknya dan aku berlindung kepada Engkau
dari kejelekan dan kejelekan penduduknya dan seluruh kejelekan yang muncul darinya.”

Dzikir-dzikir yang disunnahkan bagi musafir yang berangkatnya pada waktu shubuh.
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bepergian pada waktu shubuh beliau berdoa: “ Sesungguhnya setiap yang mendengar telah
mendengar pujian Allah dan cobaan yang baik yang diberikan kepada kami. Wahai Rabb kami, sertailah kami dan berilah keutamaan bagi kami. Kami berlindung kepada Allah dari api
neraka “
Faedah: Sepantasnya bagi musafir untuk memanfaatkan setiap safarnya dan berdoa untuk dirinya, bapaknya serta keluarganya dan bagi orang yang dicintainya. Dan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa. Dan untuk memilih mana doa yang mencakup semuanya, disertai dengan suara lirih berharap serta menundukkan hati disaat berdoa. Dikarenakan doa seorang musafir adalah doa yang akan terkabulkan, maka tidak sepantasnya meremehkan doa tersebut. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallampernah bersabda: “Tiga jenis doa yang yang mustajab (dikabulkan) tanpa diragukan lagi, yaitu: doa orang tua kepada anaknya, doa seorang musafir, dan doa orang yang sedang dizhalimi.”

Shalat sunnah dalam safar
Termasuk sunnah yang telah banyak ditinggalkan adalah shalat sunnah bagi musafir di atas kendaraannya. Sangat sedikit orang yang dapat anda lihat mengerjakan shalat sunnah atau shalat witir di atas pesawat atau sarana safar lainnya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melakukan hal itu pada setiap safar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa harus sesuai memperhatikan arah kiblat dalam melaksanakan shalat sunnah bagi musafir jika memang ia merasa kesulitan menentukan arah kiblatnya, yang utama adalah menghadap kiblat adalah ketika ia sedang berihram.
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan, beliau berkata: “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat diatas tunggangan beliau ketika dalam safar dimana beliau mengarahkan tunggangannya kearah kiblat dan shalat dengan memberi isyarat. Beliau mengerjakannya hanya pada shalat al-lail tidak pada shalat fardhu dan beliau mengerjakan shalat witir di atas kendaraan beliau.”
Berdasarkan hadits inilah, disunnahkan bagi musafir untuk shalat sunnah dan witir di atas kendaraannya dalam safarnya sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Masalah: Apakah boleh bagi musafir untuk shalat fardhu di atas pesawat terbang, mobil atau kereta api apabila dalam keadaan darurat ? Ataukah mengakhirkannya hingga dia sampai di tempat yang memungkinkan baginya untuk mengerjakan? Dan haruskah ia menghadap kiblat?
Jawab: Pertanyaan serupa telah dijawab oleh Lajnah Da`imah dengan jawaban sebagai berikut:
“ Jika pengendara mobil, kereta api, pesawat terbang atau ia menaiki binatang kaki empat, dia merasa khawatir pada dirinyasekiranya dia turun dan mengerjakan shalat fardhu sementara dia mengetahui jikalau dia mengakhirkannya pada tempat yang memungkinkan dia mengerjakan shalat maka dia akan terlewatkan waktu shalat. Maka dia seharusnya mengerjakan shalat sesuai dengan kemampuannya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta`ala:
“Tidaklah Allah akan membebani seorang hamba kecuali sebatas kemampuannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)
Dan Firman Allah Subhanahu wa Ta`ala:
Dan bertaqwalah kalian sesuai dengan kemampuan kalian.” ( QS. At-Taghabun: 16)
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta`ala:
Dan tidaklah Allah menjadikan kesusahan bagi kalian dalam – mengerjakan – agama ( QS. Al-Hajj: 78)
Adapun shalatnya dia menghadap kearah mana kendaran-kendaraant ersebut mengarah ataukah seharusnya menghadap kearah kiblat selalu dan seterusnya ataukah diawal mula saja, hal ini kembali kepada yang memungkinkan baginya. Apabila dia memungkinkan untuk menghadap kearah kiblat diselurh pengerjaan shalatnya maka dia wajib untuk melakukan hal itu. Dikarenakan menghadap kearah kiblat adalah syarat shahihnya shalat wajib baik dalam keadaan safar atau mukim. Dan apabila tidak memungkinkan baginya menghadap kearah kiblat pada seluruh pengerjaan shalatnya, maka hendaknya dia takut kepada Allah semampu dia, sesuadi dengan dalil-dalil yang telah dikemukakan sebelumnya.
Doa ketika singgah di suatu tempat
Seorang musafir akan membutuhkan untuk turun singgah di suatu tempat ketika hendak tidur, istirahat, makan atau menunaikan hajat, sedangkan di tempat tersebut mungkin saja terdapat hewan-hewan berbisa, hewan buas dan para syaithan yang hanya Allah subhanahu wa ta`ala yang mengetahui. Maka termasuk nikmat Allah Subhanahu wa Ta`ala atas kita pensyariatan Allah bagi kita melalui lisan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa doa-doa yang apabila kita ucapkan niscaya Allah akan menjaga kita –dengan izin Allah Subhanahu wa Ta`ala- dari setiap kejelekan makhluk yang ada.
Dari Khaulah binti Hakim As-Sulamiyyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang singgah di suatu tempat kemudian dia berdoa: “ Aku berlindung kepada dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan makhluk yang Engkau ciptakan. Tidak akan ada sesuatupun yang dapat memudharatkan sampai ia berlalu dari tempat tersebut.”
Dari hadits di atas dapat diambil beberapa faedah, di antaranya:
Doa di atas diucapkan ketika ia melintasi semua tempat ataukah singgah dan turun ditempat tersebut. Hadits diatas tidak berlaku khusus di saat seorang musafir turun dari kendaraannya saja.
Bahwa dari kalam Allah tabaaraka ismuhu, adalah salah satu dari sekian sifat-sifat Allah dan bukanlah makhluk.Karena mustahil beliau meminta perlindungan kepada makhluk. Ini merupakan salah satu prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr –Rahimahullah- Bahwa seorang yang berdoa dengan doa ini ketika ia singgah di suatu tempat ia akan dijaga dengan penjagaan dari Allah subhanahu wa ta`ala dan tidak akan ada sesuatupun yang akan dapat mendatangkan mudharat kepadanya sampai ia meninggalkan tempat tersebut. Berkata Al-Qurthubi –rahimahullah-: “ Hadits ini adalah merupakan hadits yang shahih dan merupakan perkataan yang benar, yang telah kita ketahui benarnya secara dalil maupun secara pengalaman. Sungguh sejak aku pertama kali mendengar hadits ini dan aku amalkan maka benar-benar tidak ada sesuatu pun yang mendatangkan kemudharatan kepadaku. Hingga suatu saat aku tidak mengamalkannya doa tersebut. Maka pada suatu malam aku disengat kalajengking diwilayah Al-Mahdiyah. Lalu aku berpikir dalam hatiku apa yang telah aku lupakan, yang ternyata aku dapati aku lupa berlindung kepada Allah subhanahu wa ta`ala dengan membaca doa di atas.
Disunnahkan untuk tinggal sementara dan makan secara bersama di satu tempat.
Allah subhanahu wa ta`ala menjadikan kekuatan, kemuliaan, kekokohan dan barakah didalam persatuan. Dan Allah ta`ala menjadikan di dalam perpecahan ketakutan, kelemahan, dikuasai oleh musuh dan tercabutnya barakah Allah .Apabila suatu kaum melakukan perjalanan bersama-sama disunnahkan bagi mereka berkumpul pada tempat di mana mereka tiba dan bermalam. Demikian juga mereka bersama-sama makan agar mereka mendapatkan berkah. Adapun berkumpul ditempat mereka singgah, hal tersebut telah diriwayatkan oleh Abu Tsa`labah Al-Khusyani -radhiallahu ‘anhu-, beliau berkata:
“Ketika para sahabat singgah di suatu tempat, para sahabat tersebut berpencar di lembah dan wadi , maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jika kalian berpencar seperti ini ada yang di bukit aada yang di lembah, sungguh yang demikian ini adalah termasuk dari godaan syaithan. Setelah itu apabila mereka tun dfan singgah disuatu tempat mereka tidak lagi berpencar melainkan mereka saling berkumpul sebagian dengan sebagian lainnya hingga apabila dihamparkan sebuah pakaian kepada mereka niscaya akan mencakup mereka semua”
Berkumpul bersama dalam makan, akan mendatangkan berkah dan juga dan akan ditambahkan rezeki bagi mereka. Dari Husyai bin Harb dari Bapaknya dari Kakeknya, beliau berkata: Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Wahai Rasulullah, kami telah makan namun kami tidak bisa kenyang.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mungkin karena kalian makan dengan terpisah-pisah?” Para sahabat menjawab: “Benar.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambesabda: “Berkumpullah kalian dalam makan di satu tempat dan sebutlah nama Allah, niscaya Allah akan memberikan barakah pada makanan tersebut bagi kalian.”
Faedah: Disunnahkan at-tanahud ketika berada dalam sebuah perjalanan. An-nahdu adalah perbuatan dimana masing-masing teman mengeluarkan sesuatu berupa iuran sedekah yang mereka kumpulkan kepada salah seorang yang orang tersebut lalu membelanjakan makanan bagi mereka kemudia mereka bersama-sama makan.
Seseorang bertanya kepada Imam Ahmad -rahimahullah-: Apa yang lebih engkau cintai, seseorang sendirian makan atau orang tersebut makan dengan temannya? Imam Ahmad -rahimahullah- mengatakan : Dia makan dengan ditemani dan ini akan menjadikan mereka lebih akrab ketika saling tolong menolong. Dan apabila kalian sendiri dan juga yang lainnya tidak memungkinkan untuk memasak makanan, maka tidak mengapa untuk mengumpulkan iuran. Para ulama yang shalih telah mengumpulkan iuran satu dengan lainya. Apabila Al-Hasan melakukan suatu perjalanan beliau mengumpulkan iuran brsama mereka, dan beliau juga menambahkan dari iuran yang telah terkumpul, yaitu dengan diam-diam.
Tidur dalam safar
Seorang musafir terkadang pada perjalanan darat dengan terpaksa mesti beristirahat tidur setelah melewati perjalanan yang meletihkan. Dan syariat yang suci ini yang telah mengarahkan kaum manusia kepada semua yang akan memberi kemashlahatan bagi mereka baik yang disegerakan atau yang diakhirkan, termasuk diantara kemashlahatan itu, adalah arahan bagi seorang musafir untuk memilih tempatnya tidur beristirahat. Agar suapaya dia tidak terganggu dengan hewan-hewan berbisa maupun hewan-hewan lainnya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Jika kalian safar ke negeri yang subur maka biarkan ontamu kenyang memakannya. Dan jika kalian safar ke daerah yang gersang maka bergegaslah untuk berlalu dari tempat tersebut. Apabila kalian berjalan disiang hari menjauhlah dari jalur lintas hewan dan hindarilah sarang hewan-hewan berbisa”.
An-Nawawi -rahimahullah- mengatakan: Ini merupakan adab dari adab-adab ketika dalam perjalanan dan ketika singgah di suatu tempat sesuai dengan bimbingan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Disebabkan serangga-serangga serta hewan-hewan melata diatas tanah termasuk hewan-hewan yang berbisa dan juga hewan buas melintas pada waktu malam hari diatas jalan, karena mudah untuk dilalui. Dan juga disebabkan hewan-hewan tersebut akan memungut makan ataukah selainnya yang terjatuh. Hewan-hewan itu memungut potongan tulang dan selainnya. Apabila seseorang melakukan perjalanan disiang hari melalui jalan tersebut, terkadang dia akan mendapati hewan yang akan mengganggunya, maka sepatutnyalah dia menjauh dari jalan tersebut.
Kemudian sepantasnya bagi seorang musafir apabila dia hendak tidur, semamyang akan membantunya untuk bangun mengerjakan shalat shubuh. Dan pada zaman kita ini sarana-sarana seperti itu – walillahil hamdu – suatu yang sudah sangat dimudahkan dengan harga yang sangat murah. Rasul kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memberi perhatian akan hal itu Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:
Bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan kafilah/balatentara untuk Perang Khaibar, beliau melakukan perjalanan pada malam hari,dan apabila beliau merasa mengantuk {atau tidur} berjaga-jaga, dan beliau berkata kepada Bilal radhiallahu ‘anhu:” Jagalah aku di malam ini’.”
Dalam riwayat An-Nasa`i dan Ahmad dari riwayat Jubair bin Muth`im radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal Radhiallahu ‘anhu dalam suatu safar: Siapa yang berjaga pada malam tadi sehingga kami tidak tertidur pada saat shalat shubuh? Berkata Bilal: saya…al-hadits.”
Qatadah -radhiallahu ‘anhu- meriwayatkan: “Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam suatu safar dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak istirahat tidur pada malam harinya, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur terlentang menghadap kearah kanan, dan jika telah mendekati waktu shubuh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat lengannya dan meletakkan kepala beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas kedua telapak tangannya.”
Disunnahkan bagi musafir untuk segera kembali ke keluarganya setelah selesai urusannya dan tanpa menunda-nunda
Disunnahkan bagi seorang musafir apabila dia elah mencapai maksud dari perjalanannya tersebut agar segera kembali kepada keluarga. Tidak berdiam melebihi kebutuhannya. Rasulullah telah membimbing kita kepada adab ini dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Safar itu adalah bagian dari adzab, karena dengan safar ia terhalang untuk makan, minum, dan tidur. Maka jika telah selesai keperluannya maka hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya.”
Ibnu Hajar -rahimahullah- mengatakan: Hadits ini menunjukkan makruhnya berpisah dari keluarganya lebih dari keperluannya. Dan disunnahkan untuk segera kembali kepada keluarganya apalagi ditakutkan kalau-kalau isterinya terabaikan disaat kepergiannya. Diaman berkumpul bersama keluarga akan memberikan kesejukan yang dapat membantu perbaikan baik agama atau duniawiyah. Dan pula berkumpul bersama keluarga akan mendatangkan rasa kebersamaan dan kekuatandalam pelaksaan ibadah.
Makruh bagi seorang musafir pulang menjumpai kepada keluarganya di malam hari
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang untuk mengetuk pintu rumah istrinya pada malam hari.”
Pada riwayat Muslim: “Jika salah seorang dari kalian datang dari suatu perjalanan, janganlah mengetuk pintu rumah isterinya hingga isterinya tersebut telah merapikan dan menyisir rambutnya.”
Dalam riwayat Muslim lainnya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki untuk mengetuk pintu rumah keluarganya pada malam hari, yang akan menyulitkan merek atau mencari-cari kesalahan mereka”
Jadi sepantasnya bagi seorang musafir apabila dia kembali menjumpai isterinya untuk tidak mendatanginya di malam hari, sehingga ia tidak melihat apa yang dia benci dari penampilan istrinya yang tidak rapi.
Berkata An-Nawawi -rahimahullah-: “…bahwa dibenci bagi orang yang bepergian dalam waktu lama lalu menemui istrinya pada malam hari dengan tiba-tiba. Adapun jika jarak safarnya dekat dimana istrinya akan memprediksi kedatangannya diwaktu malam, maka ini tidaklah mengapa sebagaimana disebutkan oleh beliau – Imam Asy-Syafi’i – didalam salah satu riwayat beliau: Apabila seseorang pergi dalam waktu yang lama. Apabila dia bersama dengan kelompok yang besar atau bala tentara dan semislanya dan telah terkenal kedatangan dan waktu tiba mereka dan pula istri dna keluarganya telah mengetahui bahwa suaminya tersebut datang bersama dengan mereka, dan mereka sekarang telah masuk kedalam kota. Maka tidaklah mengapa dia datang kapan saja dikehendakinya, karena alasan yang terkandung dalam larangan telah tertiadakan karena pengetahuan tersebut. Karena maksud dari hal tersebut agar keluarganya mempersiapkan diri dan hal tersebut telah tercapai. Dan diapun sudah datang dengan tiba-tiba .
Saya berkata: Semisalnya apabila mereka mengetahui kedatangannya melalui penyampaian telepon dan semisalnya.
Disunnahkan shalat dua rakaat bagi musafir ketika kembali ke negerinya
Diantara petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dari suatu perjalanan maka yang pertama kali segera beliau lakukanshalat dimasjid dua raka’at.
Ka’ab bin Malik radhiallahu ‘anhu mengatakan: Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , apabila beliau tiba dari suatu perjalanan pada waktu dhuha,beliau mendatangi masjid lalu mengerjakan shalat dua raka’at sebelum beliau duduk “
Ini meruapkan diantara sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah terabaikan. Sangat jarang sekali ada yang mempraktekkannya. Kami memohon kepada Allah untuk senantiasa mengikuti sunnah Nbai Engkau Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik secara zhahir maupun batin. Wabillahi taufiq.
Faedah: Perkataan Ka’ab radhiallahu ‘anhu : “ Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila beliau tiba dari suatu perjalanan pada waktu dhuha … "Mensyariatkan bahwa kedatangan seorang musafir pada waktu yang terlarang tidak disyariatkan baginya untuk mengerjakan dua raka’at, akan tetapi perkara ini tidaklah seperti itu.
Ibnu Hajar mengatakan: “ An-Nawawi berkata: Shalat tersebut adalah shalat yang diperuntukkan – baca diniatkan, penj – apabila telah tiba dari suatu perjalanan dengan meniatkan shalat al-qudum. Bukan shalat tahiyyah al-masjid yang diperintahkan bagi seseorang yang masuk kedalam masjid sebelum duduk. Akan tetapi shalat al-qudum ini juga sudah memenuhi shalat tahiyyat al-masjid. Dan sebagian ulama yang menolak pembolehan shalat pada waktu-watu yang terlarang walau itu shalat dengan alasan tertentu, dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ waktu dhuha “. Namun sbada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut tidak dapat dijadikan argumentasi, karena merupakan waqi’ah al-‘ain – kejadian yang berlaku khusus, penj – “
Terjemahan dari kitab : “Kitab Al-Adab”, karya : Fu`ad bin Abdul Azis Asy-Syalhuub.

Monday, September 14, 2009

Idulfitri

Isnin, 24 Ramadhan 1430H - Dalam beberapa hari lagi Ramadhan yang mulia akan melabuhkan tirainya yang menandakan berakhirnya kemuliaan bulan ini dan disusuli pula dengan kedatangan Hari Raya Aidilfitri, atau menurut bahasa Arabnya ialah Idul Fitri yang bermaksud kembali kepada fitrah.
Ianya sebagai hadiah kemenangan orang-orang Islam dalam perjuangan mengengkang hawa nafsu di bulan Ramadhan. Allah SWT membalasnya dengan satu hari yang dinamakan ‘Idulfitri atau Hari Raya Fitrah, di mana Allah SWT menghalalkan mereka berbuka puasa dan mengharamkan berpuasa pada hari tersebut ( 1 Syawal ). Dalam keghairahan menyambut Hari Raya yang mulia adalah wajar ianya disambut mengikut lunas- lunas yang digariskan oleh Syara‘ dan tidak dicampurbaurkan dengan perkara-perkara yang dilarang atau yang diharamkan. Hari Raya memang tidak boleh disamakan dengan sambutan perayaan- perayaan yang lain, kerana ianya merupakan kurniaan Allah SWT khusus kepada hamba- hamba yang beribadat dan berjuang melawan hawa nafsu sepanjang bulan Ramadhan.
Banyak fadilat atau kelebihan yang terdapat pada malam Hari Raya. Oleh sebab itu, di antara adab-adab dan perkara-perkara sunat yang telah digariskan oleh Syara‘ untuk kita melakukannya ialah menghidupkan malam Hari Raya itu dengan melakukan amal-amal ibadat seperti mendirikan sembahyang fardhu secara berjemaah, melakukan sembahyang sunat, bertakbir, memanjatkan doa ke hadrat Ilahi dan melakukan apa- apa jua bentuk perkara yang berkebajikan. Dan bukannya melihat rancangan hiburan di TV atau berhibur ditempat-tempat yang dilarang oleh Syara.’
Rasulullah SAW bersabda diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. maksudnya: “Hiasilah Hari Raya kamu dengan Takbir dan Tahmid.” Di dalam hadis yang lain Rasulullah SAW bersabda daripada Anas r.a. maksudnya: “Hiasilah kedua-dua Hari Raya kamu iaitu Hari Raya Puasa dan juga Hari Raya Korban dengan Takbir, Tahmid dan Taqdis.”
Al-Imam Al-Syafie Rahimahullahu Ta‘ala telah menegaskan bahawa malam Hari Raya itu adalah di antara malam-malam yang mudah diperkenankan doa, sebagaimana beliau berkata di dalam kitabnya Al-Umm: "Telah sampai kepada kami bahawasanya pernah dikatakan, sesungguhnya doa itu sungguh mustajab pada lima malam; malam Jumaat, malam Hari Raya Adha, malam Hari Raya Fitrah, awal malam Rajab dan malam Nisfu Sya‘ban.”
Perlu diingat juga, kelebihan menghidupkan malam Hari Raya itu tidak akan diperolehi melainkan dengan mengisi dan menghidupkan sebahagian besar malam tersebut, sebagaimana mengikut pendapat yang shahih. Kemeriahan Hari Raya lebih dirasai apabila laungan takbir bergema. Namun begitu, tidak bermakna takbir itu semata-mata untuk memeriahkan suasana tetapi lebih dari itu, ianya lebih bersifat untuk melahirkan rasa kesyukuran dan mengagungkan Allah SWT. Allah memerintahkan kepada kita mengakui akan kebesaran dan keagunganNya dengan mengucapkan takbir.
Ucapan takbir pada malam Hari Raya itu merupakan ibadah yang kita lakukan untuk melepaskan Ramadhan dan untuk menyambut kedatangan ‘Idulfitri. Oleh sebab itu, disunatkan kepada kita mengucapkan takbir dengan mengangkat suara, bermula waktunya dari terbenam matahari malam Hari Raya sehingga imam mengangkat takbiratul ihram sembahyang Hari Raya. Firman Allah Ta‘ala: Maksudnya: "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Surah Al-Baqarah : 185)
Di pagi Hari Raya pula disunatkan mandi kerana Hari Raya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas ra dan Al-Fakih bin Sa‘d ra bahawa Rasulullah SAW melakukan mandi pada Hari Raya Fitrah dan Hari Raya Adha. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
Di samping itu disunatkan juga memakai pakaian yang sebagus-bagusnya, memakai harum-haruman dan menghilangkan segala bau-bau yang tidak elok. Tidak kira sama ada orang itu hendak keluar pergi ke masjid untuk menunaikan sembahyang Hari Raya ataupun duduk sahaja di rumah, kerana hari tersebut merupakan hari untuk berhias-hias dan berelok-elok. Diriwayatkan daripada Ja‘far bin Muhammad daripada bapanya daripada datuknya: Maksudnya: "Bahawasanya Rasulullah SAW memakai kain yang bergaris-garis (untuk diperselimutkan pada badan) pada setiap kali Hari Raya."(Hadits riwayat Al-Syafi‘e dan Al-Baghawi)
Sebelum keluar pergi ke masjid untuk menunaikan sembahyang sunat Hari Raya Fitrah disunatkan makan dan minum terlebih dahulu kerana mengikut apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagaimana yang diriwayatkan daripada Anas ra, beliau berkata: Maksudnya: "Nabi SAW tidak keluar pada waktu pagi Hari Raya Fitrah sehingga Baginda makan (terlebih dahulu) beberapa biji tamar dan Baginda memakannya dalam bilangan ganjil."(Hadits riwayat Al-Bukhari dan Ahmad)
Selain itu, Hari Raya merupakan hari kemenangan dan kegembiraan, maka sebab itu disunatkan bagi sesama muslim saling mengucapkan tahniah antara satu sama lain dengan mengucapkan: Ertinya: "Semoga Allah menerima daripada kita dan menerimaNya daripada awak." Daripada Jubair bin Nufair, di mana beliau merupakan salah seorang Tabi‘en (orang-orang yang datang setelah Sahabat Nabi SAW ) telah berkata (maksudnya): "Sahabat- sahabat Rasulullah SAW apabila mereka berjumpa di Hari Raya, setengahnya mengucapkan kepada setengah yang lain: Ertinya: "Semoga Allah menerima daripada kami dan menerimaNya daripada awak."
Menurut pandangan jumhur ulama bahawa mengucapkan tahniah di Hari Raya merupakan sesuatu perkara yang disyari‘atkan di dalam Islam. Al-Imam Al-Qalyubi menaqalkan daripada Al-Imam Ibnu Hajar bahawa memberi atau mengucapkan tahniah pada hari-hari raya, bulan-bulan dan tahun- tahun (kerana ketibaannya) merupakan perkara yang disunatkan. Al-Imam Al-Baijuri mengatakan: Inilah yang yang dii‘timadkan.(Al-Mausu‘ah Al-Fiqhiyyah, Juz 14, m.s. 100)
Manakala itu pula, amalan saling ziarah menziarahi rumah terutama sekali saudara mara terdekat dan sahabat handai merupakan suatu tradisi yang sentiasa diamalkan ketika menyambut Hari Raya. Amalan ini juga sebenarnya termasuk di dalam perkara yang digemari dan disyariatkan di dalam Islam. Dalil yang menunjukkan pensyariatannya sebagaimana yang diriwayatkan daripada Aisyah rha, beliau berkata: Maksudnya: "Rasulullah SAW masuk kepadaku, dan di sisiku ada dua orang anak perempuan yang menyanyi dengan nyanyian Bu‘ats. Lalu Baginda baring di atas hamparan dan memalingkan mukanya, dan kemudian Abu Bakar masuk, lalu mengherdikku dengan berkata: "Seruling syaitan di sisi (di tempat) Nabi SAW!" Rasulullah SAW menghadap kepada Abu Bakar lalu berkata: "Biarkan mereka berdua itu." Melalui riwayat Hisyam Baginda menambah: "Wahai Abu Bakar, masing-masing kaum ada hari rayanya, dan hari ini adalah Hari Raya kita."(Hadits riwayat Al-Bukhari).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menerangkan di dalam kitabnya Fath Al-Baari bahawa kedatangan atau masuknya Abu Bakar ra ke dalam rumah Rasulullah SAW menunjukkan seolah-olah Abu Bakar ra datang sebagai pengunjung atau penziarah selepas masuknya Rasulullah SAW ke dalam rumah Baginda. (Al-Fath Al-Baari, Juz 3, m.s. 116 & Al-Mausu‘ah Al-Fiqhiyyah, Juz 31, m.s. 117)
Sehubungan dengan perkara ziarah menziarahi ini, adalah ditekankan kepada orang yang pergi berziarah supaya sentiasa komited terhadap etika ziarah yang ditetapkan oleh Islam. Umpamanya hendaklah meminta izin atau memberi salam sebelum masuk, tidak menghadapkan muka langsung ke arah pintu, menjaga adab kesopanan ketika berada di dalam rumah orang yang diziarahi, memilih waktu yang sesuai untuk berziarah dan sebagainya.
Dalam keghairahan menyambut Hari Raya, perlu diingat jangan sekali-kali sampai lupa kewajipan kita kepada Allah Ta‘ala iaitu mendirikan sembahyang fardhu, dan kerana terlalu seronok jangan pula adanya berlaku perlanggaran batasan-batasan agama. Apa yang di harapkan daripada sambutan Hari Raya sebenarnya bukannya semata-mata kegembiraan atau keseronokan tetapi yang lebih penting dan lebih utama lagi ialah mendapatkan keberkatan dan keredhaan Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Semoga kita semuanya mendapat keberkatan dan keredhaan Allah Subhanahu wa Ta‘ala kerana menghidupkan, membesarkan dan mengagungkan Hari Raya Idulfiri.

Friday, September 11, 2009

Lidah Merosakkan Puasa

Jumaat, 21 Ramadhan 1430H - Ketahuilah bahwa bahaya lisan (lidah) itu besar sekali, dan manusia tidak akan selamat dari bahaya ini, melainkan dengan bertutur kata yang baik saja.

Nabi s.a.w. telah bersabda: “Tidak akan lurus keimanan seorang hamba, sehingga lurus pula hatinya, dan tidak akan lurus hatinya, sehingga lurus pula lidahnya. Dan seorang hamba tidak akan memasuki syurga, selagi tetangganya belum aman dari kejahatannya.”

Berkata Mu’az bin Jabal kepada Rasulullah s.a.w.: “Apakah kita akan dihisab juga atas apa yang kita katakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Wahai Mu’az! Tidakkah engkau ketahui bahwa manusia itu akan ditelengkupkan menerusi hidung-hidung mereka disebabkan hasil tuaian lidah-lidah mereka.”

Ibu Mas’ud (Abdullah bin Mas’ud) r.a. pernah berkata: “Wahai lidah! Sebutkanlah yang baik-baik, niscaya engkau akan dapat faedah. Dan berdiamlah dari berkata buruk, niscaya engkau terselamat sebelum engkau menyesal.”

Sabda Rasulullah s.a.w.: “Barangsiapa yang memelihara lidahnya, Allah akan menutup kecelaannya. Barangsiapa yang menahan kemarahannya, Allah akan melindunginya dari siksaNya. Dan barangsiapa yang menyatakan keuzurannya kepada Allah, Allah akan menerima uzurnya”.

Rasulullah s.a.w. juga bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka berkatalah yang baik ataupun berdiam saja”

Sabdanya lagi: “Jagalah lidahmu kecuali bila berkata yang baik. Dengan berlaku demikian engkau akan mengalahkan syaitan.”

Mengumpat orang (ghibah)

Allah s.w.t. telah menaskan celaan mengumpat ini di dalam kitabNya yang mulia, dan telah menyamakan orang yang suka mengumpat itu, dengan orang yang memakan daging saudaranya yang telah mati. Allah telah berfirman: “Dan janganlah setengah kamu mengumpat setengah yang lain, Adakah seseorang kamu suka memakan daging saudarnya yang telah mati, tentulah kamu sekalian benci memakannya.”(al-Hujurat: 12)

Rasulullah s.a.w. pula bersabda: “Setiap orang Muslim atas Muslim yang lain haram darahnya (tidak boleh membunuhnya tanpa hak), haram hartanya (tidak boleh merampasnya) dan haram kehormatannya (tidak boleh mengumpatnya).

Ghibah atau mengumpat itu melanggar kehormatan orang, seperti yang dijelaskan oleh sabda Rasulullah s.a.w, “Wahai golongan orang-orang yang telah beriman lidahnya, tetapi belum beriman pula hatinya! Janganlah kamu mengumpat kaum Muslimin dan jangan pula mengintip-intip keaiban-keaibannya. Sebab barangsiapa yang mengintip keaiban saudaranya, niscaya Allah akan mengintip keaibannya, dan siapa yang Allah mengintip keaibannya, nescaya Dia akan mendedahkannya, meskipun ia berada di tengah-tengah rumahnya.”

Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa dia telah mengulas tentang maksud ayat berikut: “Celakalah untuk setiap pengumpat, penista.”(al-humazah: 1)

Erti pengumpat di sini, ialah menikam peribadi seseorang dengan kata-kata yang memburukkan dan melukai hati. Dan penista pula diumpamakan seperti memakan daging saudara yang telah mati melalui mengumpat.

Didapati bahwa kebanyakan para Salaf Saleh berpendapat, bahwa ibadat itu bukanlah hanya setakat puasa atau bersembahyang saja, tetapi terkira dalam ibadat juga menahan diri dari mengumpat orang lain.

Ibnu Abbas berkata: Andaikata anda ingin menyebut-nyebut keaiban sahabatmu, terlebih dulu sebutkanlah keaiban diri sendiri.

Pengertian mengumpat dan batasnya

Ketahuilah bahwa batas mengumpat itu, ialah apabila anda menyebut sesuatu yang boleh menimbulkan kebencian atau kemarahan saudaramu, bila ia mendengarnya, sama ada yang disebutkan oleh anda sebagai kekurangan-kekurangan pada anggota badannya, atau keturunannya, atau bentuk kejadiannya, atau perbuatannya, atau perkataannya, atau agamanya, atau dunianya ataupun pada pakaiannya, rumahnya dan binatang kenderaannya sekalipun.

Yang dikatakan kekurangan-kekurangan dalam anggota badan, ialah seperti anda mengatakan dia itu rabun juling, botak, pendek, panjang, hitam, kuning dan lain-lain sifat yang boleh menjadikan ia merasa benci dan marah jika mendengarnya.

Mengenai kekurangan-kekurangan dalam nasab keturunan pula, ialah seperti anda mengatakan, bahwa bapanya seorang fasik, jahat dan rendah kelakuannya, ataupun bapanya tukang pikul air, atau sebagainya yang boleh menyebabkan ia marah dan benci.

Mengenai kekurangan-kekurangan dalam bentuk dan rupa, ialah seperti anda mengatakan, bahwa ia itu buruk atau hodoh bentuk kejadiannya, kikir, sombong, bongkak, suka bermegah diri, pemanas, pengecut, degil atau seumpamanya.

Adapun tentang kekurangan-kekurangan dalam perbuatannya mengenai urusan keduniaan ialah seperti anda mengatakan, bahwa iaitu seorang pencuri, penipu, pembohong, taik arak, pengkhianat, zalim suka cuaikan sembahyang, tidak keluarkan zakat, tidak mengambil berat tentang perkara-perkara najis, menderhaka kepada ibu bapa atau seumpamanya.

Manakala perbuatannya yang mengenai urusan keagamaan pula, seperti anda mengatakan, iaitu kurang ajar orangnya, tidak mengendahkan orang, banyak mulut, besar temboloknya, suka tidur banyak, tak tahu meletakkan diri pada tempatnya.

Yang mengenai pakaian pula ialah seperti anda mengatakan bahwa lengan bajunya terlalu panjang, seluarnya terlalu labuh ke bawah, bajunya kotor dan seumpamanya.

Walhasil kata yang menyeluruh dalam pengertian ghibah atau mengumpat, iaitu seperti yang terkandung di dalam Hadis Rasulullah s.a.w, “Ghibah (mengumpat) itu adalah anda menyebut perihal saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya.”

Yang dilarang pula, ialah menyebut perihal saudaramu dengan lidah, sebab dengan sebutan itu anda dapat menyampaikan kekurangan-kekurangan saudaramu dan mendedahkan perkara-perkara yang dibencinya kepada orang lain. Oleh yang demikian, maka membuat sindiran itu samalah seperti berkata terang-terangan, perbuatan samalah seperti perkataan, mengisyarat samalah seperti mengangguk, berkelip mata samalah seperti menunjuk gerak laku. Pendek kata apa saja yang dilakukan olehmu boleh menunjukkan kepada maksud ghibah atau mengumpat, maka ia adalah dilarang dan dihukumkan haram.

Jadi orang yang mengisyaratkan dengan tangannya perihal pendek atau panjangnya seseorang, ataupun ia meniru-niru tentang gaya perjalanan orang itu, maka itu juga adalah ghibah yang dilarang. Menulis mengenai keaiban diri seseorang adalah ghibah juga, sebab qalam atau pena itu ganti lisan.

Termasuk ghibah juga, jika anda menunjukkan sesuatu ucapan kepada seseorang tanpa menyebut namanya, misalnya anda berkata: Si anu yang baru sampai dari pelayaran ataupun setengah-setengah orang yang berjalan di hadapan kita hari ini, bila orang yang ditujukan ucapan itu faham, bahwa ia yang dimaksudkan, maka itu juga ghibah.

Demikian juga, jika seseorang itu tersinggung sebab keaibannya disebutkan dalam sighah (bentuk) berdoa, seperti orang yang berdoa: Alhamdulillah, Tuhan tidak mengenakan aku bala’ itu, atau penyakit itu (disebutkan hadapan orang yang kena bala’ atau penyakit itu).

Termasuk ghibah juga, jika orang mula memuji-muji seseorang yang ingin dikejinya. Misalnya ia berkata: Alangkah baik sekali hal-ehwal orang itu, tetapi malangnya dia juga sama seperti kita sekalian begini dan begitu. Disebut diri orang itu dengan dibandingkan dengan dirinya, dan tujuannya tidak lain melainkan mencaci orang itu.

Di antaranya juga, jika ia menyebut keaiban seseorang di hadapan orang ramai, tetapi mereka tidak dapat mengagak siapa orang yang ditujukan celaan itu, lalu ia menyebut pula: Subhanallah. Hairan betul si fulan itu dengan kelakuannya! Hingga apabila di dengar lagi oleh orang-orang itu, mereka pun faham siapa orang ditujukan celaan tadi. Ini adalah suatu dosa yang besar, sebab si pengumpat itu telah menggunakan nama Allah Ta’ala, iaitu nama Tuhan dijadikan perantaraan untuk merealisasikan cita-citanya yang jahat itu.

Di antaranya juga, kata-kata orang begini: Sungguh sedih aku, apa yang telah berlaku di atas sahabat kita, kerana kecuaian dan perilakunya yang tak baik. Maka orang yang berkata begitu, adalah pembohong orangnya, sebab andaikata ia benar-benar merasa sedih dan dukacita, tentulah ia tidak begitu senang melahirkan kepada orang ramai sesuatu yang akan dibenci oleh sahabatnya.

Di antaranya juga, jika ia berkata: Kasihan si miskin itu, ia telah dicubai dengan suatu bala’ yang besar, mudah-mudahan Allah mengampuni dosa kita dan dosanya. Nyatalah pada lahirnya, ia pura-pura melahirkan doa, tetapi Allah lebih mengetahui tentang isi perutnya dan niat busuknya. Dan oleh kerana kejahilannya, ia tidak sedar bahwa ia telah melibatkan dirinya dalam suatu kutukan besar dari Allah Ta’ala.

Di antaranya, ialah jika ia mendengar ghibah atau umpat dengan penuh takjub dan cenderung dengan maksud agar si pengumpat it akan bertambah semangat dan terdorong terus untuk mengumpat secara berlebih-lebihan. Ia akan menggalakkan si pengumpat itu supaya meneruskan pengumpatannya dengan berkata: Ajaib, aku tak tahu yang dia itu begini. Ataupun dengan berkata: Memang aku tidak menyangka sama sekali bahwa dia boleh berkelakuan semacam itu. Ataupun: Mudah-mudahan Allah selamatkan aku dari bala’ seperti ini. Semua ucapan-ucapan serupa itu adalah sama seperti membenarkan kata-kata si pengumpat itu, manakala membenarkan kata-kata orang yang mengumpat samalah seperti mengumpat juga. Sedangkan orang yang mendiamkan diri saja, tanpa membuat apa-apa bantahan, tutur bersyarikat dengan orang yang mengumpat itu. Dia tetap menerima dosanya juga, kecuali jika ia mengingkarinya dengan lidah, ataupun sekurang-kurangnya dalam hati, kalau ia takut kepada orang itu.

Dalam sebuah Hadis: “Bilamana seorang Mu’min dihinakan di hadapan Mu’min yang lain, dan tidak menolongnya padahal ia berkuasa menolong, niscaya Allah akan menghinakannya di Hari Kiamat di hadapan khalayak ramai.

Dalam suatu riwayat yang lain: “Barangsiapa yang mempertahankan kehormatan saudaranya secara rahsia, niscaya menjadi wajib atas Allah untuk mempertahankan kehormatannya kelak di Hari Kiamat.”

Sebab-sebab ghibah

Ada beberapa perkara yang menarik orang kepada suka mengumpat, di antaranya:

1. Untuk memuaskan hati, iaitu apabila berlaku sesuatu sebab yang menaikkan kemarahannya, kerana manusia tatkala sedang meluap-luap kemarahannya, hatinya akan merasa puas bila ia dapat menyebut-nyebut keburukan-keburukan orang yang dimarahinya itu. Maka tanpa disedari lidahnya akan menyebut segala yang bukan-bukan ini sekiranya jiwa orang itu tidak dapat dikendalikan oleh jiwa agama. Adakalanya pula seseorang itu dapat mengontrol dirinya ketika dalam kemarahan, akan tetapi dipendamkan kemarahan itu dalam hatinya, sehingga lama-kelamaan menjadi dengki dan dendam khusumat dan akhirnya ia akan tertarik juga kepada sifat mengumpat dengan menyebut-nyebut keburukan orang yang dimarahinya itu.

Pendek kata kedengkian yang menyebabkan dendam khusumat dan kemarahan itu adalah pendorong yang utama kepada sifat ghibah atau pengumpatan.

2. Menurutkan kemahuan rakan handai dan membantu mereka dalam memperkatakan perihal orang lain. Seringkali berlaku ketika berlucu dan bersenda gurau itu, diperbualkanlah tentang hal-ehwal dan urusan orang lain, maka ia akan menjadi serba salah, andaikata ia mengingkarkan kelakuan itu ataupun ia meninggalkan majlis mereka, tentulah rakan handainya akan merasa kurang senang terhadapnya dan mereka akan menyingkirkannya sama sekali. Oleh itu diturutkanlah kemahuan mereka itu, malah ia juga turut campur sekaki dalam celaan dan pengumpatan. Pada anggapannya, sikap itu adalah untuk menjaga perhubungan baik dengan kawan-kawan, tetapi tanpa disedarinya, ia telah tercebur ke dalam bahaya dosa kerana mengumpat. Terkadang-kadang ia terpaksa melahirkan kemarahannya terhadap orang yang dicela itu, ketika kawan-kawan sekalian menampakkan kemarahan terhadapnya, untuk membuktikan simpatinya kepada kawan-kawan dalam suka dan duka.

Nyatalah orang ini telah terlibat dalam sifat mengumpat orang lain, dengan menyebut keaiban-keaiban dan keburukan-keburukannya, disebabkan percampurgaulan yang tidak sihat.

3. Menunjuk-nunjuk kelebihan peribadinya dengan kemegahan dan keistimewaan, iaitu mengangkat dirinya sebagai lebih mulia dan lebih tinggi kedudukannya dari si fulan atau si fulan.

4. Hasad dan irihati, iaitu menyimpan perasaan tidak enak, bila mendengar orang lain dipuji-puji atau disanjung oleh orang ramai, ataupun kerana sesuatu sebab atau yang lain, maka orang itu dihormati dan dimuliakan, sehingga menyebabkan ia merasa bosan terhadapnya. Oleh itu maka timbullah perasaan dengki dan hasad di dalam hatinya, dicubalah berbagai-bagai cara untuk melenyapkan kenikmatan yang dimiliki oleh orang itu, maka tiadalah didapatinya melainkan dengan jalan mencela atau mengumpatnya, sehingga orang ramai berhenti dari memuji-muji orang itu atau menghormatinya, sebab jiwanya tidak tertanggung lagi untuk mendengar segala kepujian dan penghormatan orang ramai terhadap orang itu.

5. Menghadirkan diri dalam majlis-majlis pencengkeramaan atau senda gurauan serta menghabiskan masa dengan bergelak ketawa, di mana di dalam majlis-majlis serupa itu, biasanya di sebut berbagai-bagai keburukan dan keaiban orang lain yang boleh menimbulkan gelak ketawa. Ini boleh berlaku dengan jalan menceritakan perihal orang dengan melahirkan rasa takjub terhadap perilaku orang itu.

6. Menista dan mengejek-ejek orang dengan tujuan untuk meghinanya. Puncanya ialah sifat takabbur dan bongkak dalam diri sendiri, serta memandang orang lain semuanya rendah, hina, bodoh atau jahil.

Selain yang tersebut di atas tadi, ada banyak lagi sebab-sebab yang boleh menarik manusia kepada tercebur dalam bahaya ghibah, atau pengumpatan itu, dan pokok pangkalnya ialah desas-desus syaitan dan hasutannya. Misalnya ia menyebut nama seorang ketika dalam keadaan takjub dengan berkata: Aku hairan si fulan itu. Bagaimana ia boleh duduk seiringan dengan si alim, padahal ia jahil dan bodoh! Takjub semacam ini meskipun benar, tetapi terkira suatu kemungkaran juga.

Misal yang lain, jika ia berkata kerana belas kasihan: Kasihan si fulan itu. Aku merasa sedih mengenangkan halnya, dan melihat bahaya yang menimpanya. Padahal ia mengucapkan yang demikian itu benar-benar dari tulus-ikhlas hatinya. Itu juga terkira suatu ghibah.

Seterusnya ghibah juga boleh berlaku dalam keadaan marah. Misalnya ia merasa sangat marah, bila melihat seorang melakukan sesuatu kemungkaran di hadapannya, lalu dilahirkannya sikap marahnya itu, dan disebut-sebutkan pula nama pelakunya kepada semua orang. Padahal yang wajib dalam perkara semacam ini, ia merahsiakan nama orang itu dan tidak dijajakan namanya kepada orang lain. Dan sememangnya, tidak ada alasan baginya, mengapa ia mesti memberitahukan nama orang itu kepada orang lain.

Penawar yang dapat mengekang lidah dari mengumpat

Ketahuilah bahwasanya segala keburukan-keburukan akhlak, dan kelakuan yang terkeji dapat dipulihkan semula dengan pati dan inti ilmu pengetahuan dan amalan.

Adapun penawar untuk mengekang lidah dari mengumpat orang secara ringkas, maka hendaklah seseorang itu mengetahui, bahwa suka mengumpat itu akan mendedahkan dirinya kepada kemurkaan Allah Ta’ala. Tegasnya, bila ia mengumpat orang samalah seperti ia melanggar perintah atau larangan Allah Ta’ala. Maka apabila seseorang itu penuh percaya dengan khabar-khabar (hadis) dan berita-berita yang menegahnya dari ghibah atau mengumpat, hendaklah ia memelihara lidahnya dari mengumpat, kerana takut terjatuh ke dalam dosa. Suatu cara lain yang berguna baginya ialah dengan meneliti diri sendiri terlebih dulu, apakah dalam dirinya itu ada atau tiada keaiban atau keburukan-keburukan. Jika ada, tentulah lebih utama ia membetulkan diri sendiri daripada mengumpat orang lain.

Rasulullah s.a.w. telah bersabda: “Bertuahlah orang yang sentiasa bekerja kuat untuk membetulkan diri sendiri, daripada menyebut-nyebut keaiban orang lain.”

Apabila terdapat pada diri seseorang sesuatu keburukan, maka sepatutnya ia merasa malu kerana lalai untuk membetulkan diri sendiri sebaliknya mencuba pula untuk membetulkan orang lain. Seterusnya hendaklah ia faham, bahwa jika ia mendapati orang lain itu bersikap lemah, atau tidak berdaya untuk membetulkan dirinya sendiri. Ini jika keaiban-keaiban atau keburukan itu dilakukan oleh orang itu dengan sengaja dan dengan pilihan sendiri bukan terpaksa. Tetapi jika keaiban atau keburukannya itu memang dari asala semula jadinya, maka mencelanya samalah seperti mencela Tuhan yang menjadikannya. Sebab siapa yang mencela sesuatu ciptaan, maka ia telah mencela penciptanya.

Apabila seseorang hamba mendapati dirinya sepi dari keaiban atau keburukan, maka sayugialah hendaknya ia mensyukuri Allah Ta’la yang telah memeliharaya dari segala sifat-sifat yang tidak baik itu. Dan jangan pula ia cuba mengotori peribadinya dengan keburukan-keburukan yang amat tercela kelak. Sebab mencela atau mengumpat orang lain itu diumpamakan seperti memakan daging orang mati, dan ia adalah terkira antara sebesar-besar keaiban.

Bahkan jika ia menginsafi dirinya dan bertenang sejenak, niscaya ia akan dapati, bahwa sangkaannya yang dirinya itu suci dari segala keaiban dan keburukan itu adalah salah. Ini membuktikan juga, bahwa ia masih belum kenal betul-betul dengan diri sendiri. Orang yang menganggap dirinya tidak pernah bersalah adalah berdosa besar.

Cara yang lain untuk menjaga diri dari ghibah, ialah dengan memahami, bahwa orang yang dicelanya itu akan merasakan pedihnya celaan itu, sama seperti dirinya sendiri bila dicela oleh orang lain. Jika sekiranya ia tidak meredhai orang lain mencelanya, maka sewajarnyalah ia juga tidak meredhai orang lain mencelanya, maka sewajarnyalah ia juga tidak meredhai sesuatu bagi orang lain, sebagaimana ridak diredhainya sesuatu itu bagi dirinya sendiri.

Kesimpulannya: Sesiapa yang memang kuat keimanannya tentulah lidahnya akan terpelihara dari ghibah atau mengumpat orang lain.

Menyangka buruk adalah mengumpat di dalam hati.

Ketahuilah bahwa menyangka buruk terhadap orang lain adalah haram, dan samalah seperti haramnya melemparkan kata-kata keji terhadapnya. Sebagaimana haram anda mengucapkan perihal keburukan-keburukan orang dengan lidahmu, maka begitu jugalah dilarang anda mengucapkan keburukan-keburukan di dalam hari, ataupun menyangka buruk terhadapnya. Apa yang dimaksudkan dengan sangkaan buruk itu, ialah sesuatu yang disimpulkan oleh hati, kemudian dilemparkan ke atas orang lain menerusi sangkaan yang buruk.

Adapun segala yang terlintas di dalam hati, ataupun yang dibicarakan di dalam diri, maka yang demikian itu adalah dimaafkan. Tetapi yang dilarang dengan keras, ialah menyangka yang bukan-bukan. Dan sangkaan itu diumpamakan dengan sesuatu yang dirasa tenang oleh jiwa dan dicenderungi oleh hati.

Allah s.w.t. telah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah sebahagian besar dari sangkaan-sangkaan, kerana setengah dari sangkaan itu ada megandungi dosa.” (al-Hujurat: 12)

Sebabnya sangkaan itu diharamkan, bahwa segala rahsia-rahsia hati tiada siapa yang mengetahuinya, melainkan Allah Yang Maha Mengetahui segala perkara-perkara yang ghaib. Oleh kerana itu, tidak wajarlah bagimu untuk mempercayai adanya suatu keburukan di dalam hati seseorang, melainkan setelah ternyata kepadamu keburukannya, yang mana anda menyaksikan sendiri dengan mata kepala tanpa perantaraan orang lain. Apabila perkara itu belum tersingkap lagi, sepertimana yang anda mempercayainya, maka yakinlah bahwa yang menarik anda kepada sangkaan itu adalah syaitan dan hasutannya. Jadi hendaklah anda membohongi sangkaan buruk itu, dan tidak segera terpengaruh dengan ajakan syaitan, kerana syaitan itu adalah sefasik-fasik kaum yang fasik. Allah Ta’ala telah berfirman lagi;

Wahai orang-orang yang beriman, jika sekiranya ada seorang fasik membawa suatu berita kepada kamu, maka hendaklah kamu menyelidikinya terlebih dulu, agar kamu tiada mencela sesuatu kaum tanpa usul periksa.”

Dalam sebuah Hadis pula disebutkan sabdanya: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan darah seorang Muslim serta harta bendanya dan menyangka terhadap dirinya dengan sangkaan buruk.”

Kalau begitu apabila terlintas saja di dalam hatimu bisikan atau hasutan syaitan, supaya menyangka buruk terhadap seseorang, maka hendaklah anda menolaknya. Kemudian, cubalah yakinkan kepada dirimu pula, bahwasanya hal dan keadaan orang itu masih belum tersingkap lagi, dan tiada dapat diketahui perkara yang sebenarnya. Anggaplah segala apa yang anda saksikan daripadanya itu, boleh mengandungi kebaikan dan keburukan.

Bagaimana dapat dikatakan bahwasanya sangkaan yang disimpulkan di dalam hati itu telah menjadi bulat, sedangkan syak dan keraguan masih bergelora dan jiwa sering pula mengatakan tanpa usul periksa?

Untuk menjawabnya, kita katakan bahawasanya tanda-tanda bulatnya sangkaan di dalam hati, ialah apabila sifat hati itu telah berubah dari kebiasaannya terhadap orang yang dilemparkan sangkaan itu. Ia tidak pandang lagi orang itu, sama seperti sebelum ia menyangka buruk terhadapnya. Ia akan menjauhkan diri daripada orang itu, merasa berat untuk berkawan dengannya, tiada mengambil berat terhadap hal-ehwalnya, tiada pernah mencari atau menghormatinya, atau merasas sedih oleh sesuatu yang menimpanya.

Jalan keluar untuk menghindarkan diri dari perilaku ini, hendaklah ia tidak mengikut sangat kehendak hati, yakni tidak merealisasikan sikap serupa itu, sama ada dengan ucapan mahupun perbuatan, baik menerusi hati ataupun anggota. Mungkin sekali ketika itu syaitan akan menghasut bahwa sikap itu timbulnya dari kecerdasan otakmu dan ingatan serta kecerdikanmu yang spontan. Bukankah telah dikatakan bahwasanya orang Mu’min itu dapat melihat sesuatu dengan cahaya dari Allah Ta’ala? Maka ketahuilah, yang sebenarnya itu adalah bisikan dan waswas syaitan semata-mata yang telah menjadikan anda melihat dengan tipu dayanya dan kegelapan petunjuknya.

Walau bagaimanapun, apabila telah ternyata kepadamu kekhilafan atau keterlanjuran seorang Mu’min dengan bukti dan hujah, maka sebaik-baiknya ialah anda menasihatkannya secara rahsia. Dalam pada itu, jagalah dirimu, agar tidak tertipu oleh syaitan, sehingga ia akan menarik kepada mengumpat orang Mu’min itu.

Di antara buahnya (natijahnya) sangkaan buruk itu, ialah mengintip hal-ehwal orang. Sebab biasanya hati itu tidak memadai dengan menyangka buruk saja, malah ia akan berusaha untuk mendapatkan kenyataan atau hakikatnya, maka dilakukan olehnya pengintinpan, dan ini juga dilarang keras oleh Islam.

Allah telah berfirman: “Dan janganlah kamu mengintip-intip.” (al-Hujurat: 12)

Nyatalah sudah, bahwasanya mengumpat, menyangka buruk dan mengintip it disebutkan larangannya di dalam sebuah ayat.

Erti dan maksud mengintip ialah bila seseorang itu, tiada membiarkan hamba-hamba Allah terlindung di bawah naunganNya, maka ia merasa kurang senang selagi tiada mengetahui isi perutnya, dan cuba membuka tutup naungan Allah daripada orang itu, sehingga terbongkar segala rahsianya. Padahal jika dibiarkan tertutup, lebih baik dan lebih selamat bagi hatinya dan agamanya.

Sebelum telah kita terangkan hukum, mengintip dan hakikiatnya di dalam kitab amar mar’uf nahi mungkar, sila rujuk kepadanya lagi.

Sebab-sebab yang membolehkan mengumpat

Ketahuilah bahawasanya jika tiada jalan lain untuk mencapai sesutau tujuan yang betul menurut yang dibenarkan oleh syariat Islam, melainkan dengan menyebut-nyebut keburukan-keburukan orang lain, maka dalam hal yang seumpama ini dibenarkan mengumpat, dan hukumnya tidak berdosa sama sekali.

Mengumpat dibenarkan dalam beberapa perkara saja, iaitu:

1. Bila berlaku penganiayaan, seperti seorang yang terzalim mengadukan kezaliman seseorang kepada hakim, agar hakim dapat mengembalikan haknya daripada orang yang menzaliminya. Dalam hal serupa ini, tidak mungkin jelas perkaranya, melainkan dengan menyebut dan menerangkan keburukan-keburukan si zalim itu untuk membuktikan kezalimannya
Rasulullah s.a.w. telah bersabda:“Sesungguhnya orang yang mempunyai hak itu, boleh mengucapkan alasan.”
Sabdanya lagi: “Menahan hak orang adalah suatu penganiayaan bagi orang kaya.”
2. Meminta bantuan orang lain untuk mengubah sesuatu kemungkaran dari seseorang atau mengembalikan seorang ashi (derhaka) ke jalan kebaikan.

3. Ketika meminta fatwa atau penerangan sesuatu hukum dalam agama. Misalnya ia berkata kepada Tuan Mufti: Ayah saya telah menganiaya saya, ataupun isteri saya atau saudara saya telah menzalimi saya. Dikatakan begitu setelah terlebih dulu mengatakan secara sindiran atau dengan membuat alasan-alasan, tetapi Tuan Mufti masih belum faham. Ketika itu barulah dikatakan dengan terang-terangan.
Hal ini berdasarkan kepada suatu riwayat dari Hindun binti Utbah, bahwasanya ia telah mengadu kepada Rasulullah s.a.w.: Bahawasanya Abu Sufyan itu (suaminya) adalah seorang yang amat pelokek. Ia tiada memberiku untuk keperluanku dan keperluan anakku dengan secukup-cukupnya. Maka sabda Rasulullah s.a.w.: Ambillah apa yang cukup untuk keperluanmu dan keperluan anakmu secara adil.
Dalam peristiwa di atas, Hindun telah menyatakan kepada Rasulullah s.a.w. tentang kekikiran suaminya dan ketidak-adilannya terhadapa dirinya dan anaknya dalam persoalan nafkah. Nabi tidak melarangnya dari berkata begitu, sebab maksud Hindun ialah bertanyakan hukum.

4. Mengingatkan seseorang Muslim kepada sesuatu kejahatan. Misalnya: Jika anda mengetahui sesorang itu jahat, lalu anda mengingatkan orang lain supaya menjauhkan diri dari orang itu. Ataupun orang yang cuba membuktikan dirinya benar di hadapan pun orang yang diminta fikirannya dalam perkahwinan, lalu ia menyebut keburukan orang yang meminang. Ataupun menyatakan keaiban seseorang, agar amanat tiada diserahkan kepadanya atau seumpamanya dengan menyatakan apa-apa yang diketahuinya dengan benar atas tujuan menasihat, bukan kerana memburuk-burukkan atau menjatuhkan namanya di hadapan orang lain.

5. Bila seseorang itu terkenal dengan sesuatu gelaran atau panggilan yang memang menunjukkan sesuatu kekurangan pada dirinya, seperti mengatakan si fulan yang tempang atau yang buta. Maka dalam hal serupa ini, tiadalah dilarang menyebutkannya, kerana itu mustahak disebutkan supaya orang mengenalinya. Begitu juga sebab panggilan itu sudah menjadi kebiasaan, orang yang berkenaan tidak mungkin marah lagi, kerana ia telah termasyhur dengan gelaran itu. Walau bagaimanapun, sekiranya dapat diubah dengan gelaran lain, atau panggilan yang lebih baik, dan senang pula disebarkan kepada orang ramai, maka itulah yang lebih dan senang pula disebarkan kepada orang ramai, maka itulah yang lebih baik dan utama. Oleh kerana itu pernah orang buta dipanggil dan digelar dengan si celik untuk menghindarkannya dari sifat kekurangan itu.
6. Bila seseorang itu memang sengaja terang-terang membuat kefasikan dan bermegah-megah dengan perbuatan itu, maka terhadap orang ini tidaklah terlarang lagi melemparkan ghibah atau pengumpatan, disebabkan kelakuannya yang menentang itu.

Kaffarah (denda) ghibah

Ketahuilah bahwasanya menjadi wajib atas seseorang pengumpat agar menyatakan sesalan atas kelakuannya yang salah itu, kemudian segera bertaubat dan merasa sedih dan dukacita atas perbuatannya, supaya ia terselamat dari balasan Allah Ta’ala. Sesudah itu hendaklah ia meminta maaf dari orang yang diumpatnya, serta menghalalkan perbuatannya itu, supaya ia terlepas dari dosa ghibahnya. Ini jika ia mampu melakukannya dan tidak takut berlaku sesuatu bahaya.

Al-Hasan berkata: Cukuplah si pengumpat itu beristighfar atau meminta ampun kepada Allah Ta’ala dan tak payah lagi minta dihalalkan perbuatannya dari orang yang diumpatnya itu.

Dalam sebuah Hadis Rasulullah s.a.w. bersabda: “Adakah kamu sekalian tidak mampu berbuat seperti yang dibuat oleh Abu Dhamdham. Selalu bila ia keluar dari rumah, ia berdoa: Ya Allah! Ya Tuhanku! Saksikanlah bahwasanya aku telah mensedekahkan kehormatanku kepada orang ramai.”

Maksudnya, ia tidak akan menuntut balasan atas sesiapa yang melakukan penganiayaan ke atas dirinya di hari Kiamat, dan tidak akan membuat pengaduan lagi ke sana. Dan bukanlah tujuan dari kata-kata Abu Dhandham ini membolehkan seseorang mengumpat orang lain dengan sesuka hati, tetapi maksudnya ialah ia telah memaafkan dosa orang yang mengumpatnya.

Allah telah berfirman: “Berikanlah pengampunan dan suruhlah dengan kebaikan serta hindarkanlah dirimu dari orang yang bodoh itu.” (al-A’raf: 199)

Dalam sebuah hadis pula, disebutkan bahwasanya Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah s.a.w.: “Sesungguhya Allah Ta’ala memerintahmu, agar engkau memaafkan orang yang menganiyaimu dan menyambung perhubungan dengan orang yang telah memutuskan perhubungan dengan mu, serta memberi orang yang menahan pemberiannya kepadamu.”

Petikan dari KITAB BIMBINGAN MUKMIN - Hujjatul Islam Al Imam Al Ghazali